๐๐๐
Makan bersama keluarga di meja makan adalah salah satu hal yang aku hindari saat ini. Malam ini, aku lebih memilih untuk makan di balkon. Sendirian. Aku tidak ingin mereka membahas tentang Dinda lagi.
Dinda ....
Dia adalah kakak kandungku. Kami hanya terpaut dua tahun. Dan, dia sudah meninggal dunia setahun yang lalu. Aku tidak akan menceritakannya sekarang, bagaimana Dinda bisa meninggal di usianya yang masih muda.
Baiklah, mari kita lupakan perihal Dinda. Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal, bukan?
Aku menatap pemandangan malam ini dalam diam. Langitnya tampak cerah. Banyak bintang-bintang yang bertaburan di atas sana. Namun, bulan rupanya enggan untuk menampakkan sinarnya. Tak ada bulan malam ini. Mungkin gumpalan awan itu sudah menutupinya.
Aku menghela napas panjang. Entahlah. Aku sebenarnya ingin menyibukkan diri dengan melakukan banyak hal. Namun, aku bingung. Hal apa kira-kira yang bisa membuatku tampak sibuk?
Aku sebenarnya sangat suka menggambar. Akan tetapi, dadaku terasa sesak setiap kali akan menggoreskan pensil ke atas kertas gambar. Kalimat-kalimat buruk itu selalu muncul. Aku tak menyukainya. Kenapa kalimat-kalimat itu harus keluar dari mulutnya?
Dinda lagi ....
"Lo tahu, sebenarnya nyokap itu nggak pernah suka sama gambaran elo. Dia bilang bagus, ya agar lo nggak pesimis."
"Luth, bisa nggak, sih, lo itu sekali saja nggak ngerepotin gue? Lo tahu, gue itu paling males kalau disuruh pergi beli pensil warna. Kenapa, sih, lo nggak beli sendiri aja?"
"Lo pengin jadi pelukis profesional? Hh! Bangun woi! Emangnya gambaran lo udah kayak punyanya Leonardo da Vinci? Jelek kayak cakar ayam gitu."
Aku menggeleng-gelengkan kepala. Tidak. Itu hanyalah salah satu kenangan buruk di masa lalu. Tidak seharusnya aku ingat kembali. Kalimat itu keluar saat aku mulai memasuki bangku SMP. Masih sangat labil dan mudah sensitif. Tak seharusnya aku menyimpannya di dalam hati sampai saat ini.
Dinda, kamu adalah saudara yang tidak pernah bisa untuk kusayangi. Tapi, kenapa kamu yang selalu muncul di pikiranku?
~dear you~
Hari Minggu mungkin akan menjadi hari yang menyenangkan bagi orang lain. Libur. Tak perlu mandi pagi-pagi, dan tak perlu pergi ke sekolah. Tapi, aku tak seperti mereka. Aku merasa bosan jika berada di rumah seharian pol. Dan, pasti akan ada si Paijo beserta pacarnya itu di rumah. Aku tidak suka. Bukan karena envy, bukan. Hanya saja ... kalian tahu sendirilah bagaimana hubunganku dengan Paijo. Dan, Selena bukanlah seseorang yang kuharapkan menjadi kakak ipar.
"Mau ke mana, Luth?"
Pertanyaan dari si Paijo itu menghentikan langkahku.
"Jalan," jawabku malas.
"Ke mana? Pasti ada tujuan, kan."
Aku berdecak kesal. Kenapa dia jadi kepo, sih? Aku mana tahu mau ke mana. Belum memiliki tujuan. "Bukan urusan lo." Setelah mengatakan tiga kata itu, aku pun melangkah keluar dari rumah. Mengabaikan Paijo yang mungkin saja sekarang tengah bergumam tak jelas.
~dear you~
Tidak ada tujuan pasti, di mana kaki ini akan berhenti melangkah. Lihat saja nanti. Sebenarnya aku sangat menyukai keramaian. Tapi, jika sendiri di tempat keramaian, aku tidak suka. Kayak anak hilang. Jadi, kali ini aku tidak akan pergi ke tempat keramaian.
Aku berhenti di depan sebuah toko buku. Inginku masuk ke sana, tapi akhir-akhir ini minat bacaku hilang entah ke mana. Yang kubaca hanyalah buku pelajaran saja. Ah, tidak. Status-status 4Lay dan tidak jelas yang ada di sosial media pun juga aku baca.
Aku menghela napas panjang, lalu kembali melangkahkan kedua kaki mungil ini. Menyusuri jalanan berbeton yang tidak bisa dikatakan tidak berdebu ini.
"Luthfi!"
Aku langsung menoleh ke sisi kiriku begitu ada yang memanggil namaku. Di seberang jalan sana, aku melihat Rayyan tengah melambai-lambaikan kedua tangannya ke arahku sambil tersenyum lebar.
Aku balas tersenyum. Tak kusangka akan bertemu lagi dengannya di sini.
Rayyan lalu menyeberang jalan, menghampiriku. Dia tampak errr keren dengan balutan kaos berwarna putih dan sweter berwarna abu-abu yang dipadukan dengan jelana jins hitam. Rambut hitamnya, ah sayang sekali aku tidak paham mengenai model-model potongan rambut cowok. Tapi, kalau aku boleh mendeskripsikan penampilan Rayyan saat ini, mirip foto cowok Korea yang ada di galeri ponselnya Maya. Cewek itu sering menyebutnya "oppa". Ya, seperti itu. Rayyan sepertinya sangat paham dengan perkembangan mode.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Rayyan begitu tiba di hadapanku.
"Ng ...," aku menggeleng, "nggak ada. Sekadar jalan-jalan saja."
"Oh ...."
"Kalau kamu?" tanyaku balik.
"Ng ...," dia menggelengkan kepala, "nggak ada. Sekadar jalan-jalan saja."
Apa dia baru saja mengopi ucapanku tadi? Sepertinya iya.
"Ah ...." Aku mengangguk paham.
"Mau ikut aku?" tawar Rayyan.
Aku mengernyit. "Ke mana?" tanyaku.
"Ke rumahku."
"Ya?" Aku terkejut. Oh, ayolah ... aku dan Rayyan baru beberapa hari kenal. Masa iya aku main ke rumahnya? Bukan bermaksud curiga atau apa. Aku tahu kalau Rayyan ini tipikal cowok baik-baik. Tapi ... jujur saja, aku tidak pernah main ke rumah cowok sebelumnya, kecuali Rey. Jadi, berasa kayak pengalaman baru gitu.
"Mau, ya?"
Aku akhirnya mengangguk. Tak ada salahnya juga. Daripada hanya luntang-lantung tidak jelas di jalanan.
Kami pun mulai berjalan menuju rumah Rayyan. Rumahnya tidak begitu jauh dari sini, jadi tak perlu naik bus atau angkot untuk menuju ke sana.
"Ng ... Rayyan, di rumahmu ada siapa saja?" tanyaku di tengah perjalanan. Kalau ada orangtuanya, pasti akan terasa awkward. Tapi, kalau tidak ada siapa-siapa ... oke, sepertinya pikiranku sudah mulai ke mana-mana. Intinya, sih, semoga saja di rumah Rayyan tidak hampa.
"Ada Mbak Murni, asisten rumah tangga," jawab Rayyan.
"Oh ... begitu. Terus, orangtua kamu di mana?" Entah kenapa aku jadi kayak si Paijo. Kepo.
Rayyan tersenyum padaku. "Mama sama Papa udah cerai setahun yang lalu. Aku tinggal sama Papa. Dan, beliau sekarang lagi kerja."
Aku jadi merasa tak enak hati pada Rayyan. Dia ternyata korban broken home. Aku mengangguk paham. Sepertinya Rayyan adalah sosok yang sangat terbuka. Itu bagus. Berarti, tak ada hal yang disembunyi-sembunyikan.
.
.
.
TBC
Asique ๐
Comment on chapter Awal PertemuanGak bisa naik motor tapi minta motor wkwkw Luthfi memang dan best lah