Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dear You
MENU
About Us  

πŸ‚πŸ‚πŸ‚

 

Kepergiannya terlalu cepat bagiku. 

Entah aku harus sedih atau senang. 

Sedih, sebab aku tidak bisa lagi melihat senyumnya. 

Senang, sebab Tuhan tidak membuatnya menderita lebih lama lagi. 

 

~dear you~

 

Hari Minggu telah datang. Kini, aku berada di ruang rawat Jia, sendiri tanpa ditemani Rayyan. Nomor Rayyan waktu kuhubungi tadi tidak aktif. Mangkanya, aku sendiri datang ke sini. 

 

Aku menatap sendu Jia yang tengah terbaring di atas ranjang. Dokter bilang kondisinya kian memburuk. Namun, senyum masih tampak terpatri di kedua sudut bibir mungilnya. Aku sangat salut dengan semangat hidup Jia. 

 

"Kepala Jia sakit?" aku bertanya ke Jia saat kulihat dia tampak meringis seperti menahan sakit. Aku menggenggam tangannya erat. Mencoba menguatkannya. 

 

Jia menggeleng. Lalu, dia tersenyum. Aku tahu dia sedang berbohong. Bibir pucatnya tampak menggumamkan sesuatu. 

 

"Kenapa, Jia? Jia butuh sesuatu?" tanyaku padanya. 

 

Jia menggeleng lagi, lalu berkata, "Kak Rayyan mana, Kak?" Suaranya terdengar lirih. 

 

Aku menggeleng. "Kakak nggak tahu. Tadi Kakak hubungi nomor ponselnya nggak aktif. Ada apa, Jia?"

 

"Nggak, Kak. Kuharap Kak Rayyan baik-baik aja."

 

Ya, kuharap seperti itu. Semoga saja luka di wajahnya cepat pulih. 

 

Tiga puluh menit kemudian, aku memutuskan untuk pulang. Jia butuh istirahat. Aku tidak bisa mengganggunya lebih lama lagi, ya meskipun dia senang jika aku menemaninya. Aku ingin melihat Jia seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Tampak ceria dan senyum selalu merekah di bibir pucatnya. 

 

Aku tidak langsung pulang ke rumah, melainkan singgah dulu di rumah Rey. Cowok itu tampak sedang sibuk dengan ponselnya. Biasa, kalau bukan main PUBG, ya Mobile Legend. 

 

"Nyokap ama bokap lo mana, Rey?" tanyaku sembari duduk ke atas sofa tepat di sebelah Rey. 

 

"Keluar tadi. Nggak tahu ke mana. Shopping kali," jawabnya tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. 

 

"Lo kok nggak ikut? Biasanya juga suka ngintil mulu."

 

"Males banget. Kalau di mal, kan, banyak orang, otomatis juga banyak cewek, dong. Masa iya, gue ke sana bareng nyokap? Mau ditaruh di mana muka gue yang ganteng ini, hah?" cerocos Rey ngalah-ngalahin cewek yang lagi menyiduk cowoknya yang ketahuan selingkuh. "Oh, ya, gimana keadaan cowok lo?" tanyanya kemudian. 

 

"Cowok gue? Yang mana? Gue, kan, single."

 

Sepertinya dia menanyakan Rayyan. 

Cowok gue? 

Dengan senang hati aku akan menjawabnya iya. Dalam hati tapi. 

 

"Itu, cowok yang lo bawa ke sini kemarin. Yang babak belur itu."

 

"Ah ... entah. Gue nggak tahu."

 

"Kok bisa nggak tahu, sih?"

 

"Nomornya nggak aktif."

 

"Kenapa nggak lo datengin aja rumahnya? Ya ... siapa tahu dia demam gitu."

 

Duh, kenapa si Rey jadi cerewet banget, sih? Tapi ... ada benarnya juga ucapannya itu. 

 

"Enggak. Nggak ada temen. Emangnya lo mau ikut, kalau gue ke sana?"

 

Rey langsung menggeleng. "Males, deh."

 

Aku lalu mendekatkan wajahku ke ponsel Rey. "Lo sebenarnya lagi main apa, sih?"

 

Pasti Mobile Legend. Soalnya dia nggak ribut. Tidak seperti kalau lagi main PUBG. 

 

"ML," jawabnya singkat, padat, dan jelas, serta ambigu. Terutama bagi siapa saja yang tidak tahu gim Mobile Legend. 

 

"Hmmm, pantes kagak teriak-teriak dan misuh-misuh."

 

"Ye ... kapan gue kayak gitu? Kayak lo pernah lihat saja."

 

"Ya pernah, dong! Dulu, waktu lo nginep di rumah gue. Lo mabar, kan, sama Paijo. Ribut banget lagi malam-malam. Bikin gue nggak bisa tidur aja. Mana besoknya gue ada ulangan harian lagi."

 

"Oh."

 

Hanya dua huruf itulah responsnya. Tsk, kebiasaan. 

 

~dear you~

 

"Luthfi!"

 

Suara melengking berhasil menusuk gendang telingaku. Aku pun dengan berat hati berhenti melangkah saat kaki ini sudah berada tepat di depan ruang kelasku. Aku lalu berbalik, dan melihat sosok cewek yang sangat aku kenali tengah berlari ke arahku. Itu Mona. "Apa?" sahutku malas saat dia sudah berdiri di hadapanku. 

 

"Emang bener ya, kalau kemarin si Jeremy gebukin anaknya orang di depan gerbang?" tanya Mona. 

 

Aku mengangguk. 

 

"Katanya, cowok yang lo temui di depan gerbang tempo hari, ya, yang jadi korbannya?"

 

Aku mengangguk, lagi. 

 

"Wah, gila. Tapi, muka gantengnya nggak kenapa-napa, kan? Nggak sampai bonyok, kan?"

 

Aku tak langsung menjawab. Kutarik lengan Mona memasuki kelas. "Gosipnya di dalam aja, sambil duduk. Cape tahu berdiri mulu," ucapku. 

 

Kelas belum terlalu ramai oleh para penghuninya. Hanya ada beberapa murid yang sudah hadir dan pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Pemandangan yang sudah biasa terjadi. Setelah duduk di bangku kebesaranku, aku lalu menceritakan apa yang perlu kuceritakan kepada Mona. Tanpa adanya kebohongan sedikit pun. Dan, ekspresi Mona pun bermacam-macam. Terkejut, itu yang utama. 

 

Tak lama kemudian, ponsel yang ada di saku bajuku bergetar. Kulihat tulisan "Rayyan Memanggil" di layarnya. 

 

Rayyan? 

 

Aku membulatkan mata tak percaya. Ada apa gerangan dia meneleponku tiba-tiba? 

 

Tanpa banyak pikir, aku segera menjawabnya. "Halo, Ray."

 

"Luth ...." Suaranya terdengar lemah. 

 

"Iya, Ray. Ada apa?" tanyaku to the point. 

 

"Jia, Luth ...."

 

"Iya, Ray. Kenapa Jia?"

 

Perasaanku mulai tak enak. 

 

"Dia udah nggak ada."

 

Deg! 

 

Aku bergeming. Beberapa kata yang diucapkan oleh Rayyan tersebut berhasil membuatku bungkam untuk beberapa saat. "H-halo, Ray. K-kamu serius?" Aku bertanya untuk memastikan.  "Ray."

 

Namun, Rayyan sudah mengakhiri panggilannya. Aku lalu melihat ke arah Mona yang menatapku penuh tanya. "Mon, bisa gue minta tolong?" pintaku padanya. 

 

Mona mengangguk. 

 

"Please, anterin gue ke rumah sakit sekarang."

 

"Apa?" Mona tampak terkejut. "Ngapain ke rumah sakit, Luth? Ada keluarga elo yang sakit, ya?" tanyanya kemudian. 

 

Aku menggeleng. Bingung sebenarnya ingin menjawab apa. "Please ... anterin gue." Aku mengatupkan kedua tangan ke hadapannya.

 

"Oke." Mona akhirnya mengangguk. 

 

Kami pun segera bergegas menuju rumah sakit tempat terakhir kali aku melihat Jia. Masih tak percaya terhadap apa yang sudah terjadi. Tidak peduli di absen tertulis huruf A atau B. Intinya, aku ingin melihat Jia sekarang. 

 

~dear you~

 

Aku tertegun begitu tiba di depan ruangan tempat Jia dirawat. Di depan sana, aku melihat beberapa suster tengah melepaskan semua alat medis yang menempel di tubuh Jia. Lalu, wajah pucat itu tertutupi dengan kain. 

 

Aku sungguh tak habis pikir. Kemarin, aku masih bisa melihat senyum itu. Kemarin, aku masih bisa mendengar suaranya yang lirih. Kini, senyum dan suara itu tak akan pernah lagi bisa aku lihat dan aku dengar. 

 

Mona yang berdiri di sampingku menggoyang-goyangkan lenganku. Aku tahu, dia pasti bingung melihat ini semua. 

 

Rayyan. 

 

Aku segera melihat sekelilingku, mencari keberadaan cowok itu. Namun, nihil. Dia tidak ada di sini. Ke mana dia pergi? Bukankah dia tadi yang menghubungiku? Lalu, kenapa sekarang dia tidak ada? 

 

Aku kemudian bergegas menelepon Rayyan. Namun, hanya suara operatorlah yang terdengar. Nomornya tidak aktif. 

 

~dear you~

 

"Luth, lo berutang banyak kejelasan ke gue, ya," ucap Mona sambil menunjuk wajahku saat kami sudah kembali ke sekolah. 

 

Aku menghela napas panjang, lalu menjatuhkan diri ke bangku dan menelungkupkan kepala. Mengabaikan Mona. Aku tadi sempat menangis, dan sekarang sepertinya aku ingin menangis lagi. 

 

"Luth!" teriak Mona tepat di telingaku. 

 

"Entar malem, gue akan ngejelasin semuanya," ucapku akhirnya, tanpa menatap Mona. 

 

.

 

.

 

.

 

TBC

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • ellyzabeth_marshanda

    Asique 😍
    Gak bisa naik motor tapi minta motor wkwkw Luthfi memang dan best lah

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • yurriansan

    Baru baca chap 1. Unik juga. Biasanya kn cwok yg ksh jaket. :)

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • rara_el_hasan

    Asyik ... bacanya mengalir kaya sungai brantas.. gk kesendat-sendat kok hehehe .. EBInya juga bagus .. hehe

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • IndyNurliza

    Bagaimana rasanya kehilangan :(

    Comment on chapter Awal Pertemuan
  • kyumesix

    Ceritanya baguss

    Comment on chapter Awal Pertemuan
Similar Tags
#SedikitCemasBanyakRindunya
3355      1229     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
TRIANGLE
352      232     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
The Diary : You Are My Activist
15114      2566     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
15153      2095     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Senja Belum Berlalu
4184      1468     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
Kelana
1084      694     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Praha
318      197     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Temu Yang Di Tunggu (up)
19806      4136     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Frekuensi Cinta
308      260     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
Telat Peka
1371      632     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...