Mulanya jaka masih bisa menjaga rahasianya. Namun dari bulan ke bulan semua rahasia telah terungkap. Si Joni tak lagi bisa menjadi pembenteng untuk menjaga berita yang bukan sekedar isu itu. Beberpaa anggota Jaka mulai merasa di khianati. Yang lainnya juga mencoba mencari keberadaan Arum yang sudah sejak lama di curigai sebagai kekasih Jaka. Entah apa yang telah terjadi. Doktrin yang Jaka buat kini menjadi bomerang untuknya. Perasaan itu berkali-kali membuatnya merasa cemas. Dia mulai sadar. Bahwa doktrin yang dia buat bukan berawal dari pikiran waras manusia normal.
Meski belum ada kejelasan antara dia dan Arum. Akan tetapi, jiwa kejantanannya telah berjanji tanpa di minta. Bahwa dia akan selalu menjaga Arum. Gadis cantik,yang membuatnya terkesima.
Di suatu sore pada bulan Agustus tahun 1997 dalam keadaan lengang,seolah jalanan hanya kuburan di sore hari. Maksudnya sepiiiiii. Dia sedang akan keluar menemui Joni untuk sekedar nongkrong di warung kopi kesukaannya sekitar malang pinggiran kota.
Sesampainya di rumah Joni. Jaka duduk menunggu Joni keluar dari rumahanya. Beberapa saat kemudian Joni keluar dengan kaos hitam ala band Rock terkenal saat itu.
“Jon kau wangi amat kayak perawan. “ kata Jaka menyindir.
“Habis mandi bos. Masa iya gak pakai parfum. Kan tanggung.“
“Ngakunya preman tapi kok mandi. Pakai wangi-wangi segala pula.“
“Preman juga manusia kali bos. "
"Kirain monyet." jawab jaka sambil tersenyum.
"Ganteng gini di bilang monyet."
"Emang ganteng?" tanya Jaka masih berusaha bercanda.
"Iyalah kata emak. Ya meski emak doang yang bilang cakep."
"Ah miris. " balas Jala tertawa. Jonipun ikut tertawa.
Selanjutnya mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju warung kopi andalan tempat nongkrong bersama gengnya. Tak banyak orang yang ada di sana. Hanya cak Inung yang bertengger di atas kursi menunggu pesanan kopi.
“Cak kopi” Jaka memesan minum.
“Wah iya mas. Seperti biasa ya?”
“Oke. Jangan terlalu manis. Soalnya manisnya udah ada di aku.” Jaka tersenyum.
“Waduh. Oke deh.” Cak inung tertawa.
Jaka duduk di ikuti oleh Joni. Mereka duduk berdampingan. Joni memandang Jaka penuh perhatian.
“Jon, ngapain lihatin aku kayak gitu?”
Joni menggeleng. “Bos, masih sering ketemu Arum?”
Jaka mengangguk. Lalu diam.
“Bos, apa gak bahaya buat Arum. Kan bagaimanapun kita sudah berjanji untuk tidak memikirkan cewek apalagi punya cewek selama masih gabung di geng kita ini. Boleh punya cewek nanti kalau sudah lulus SMA. Tapi bos ngelanggar janji komunitas kita sendiri. Kalau yang lain denger. Si Arum bisa celaka bos.”
Jaka terdiam sesaat.
“Kalau gitu di bubarin aja gengnya. Biar sama-sama bisa pacaran.”
“Wah gak bisa gitu dong bos. Kan geng kita ini udah terlanjur berkembang.”
“Ya udah aku warisin ke kamu.” Jaka menepuk punggung Joni.
“G.... Ggak” Joni gelagapan.
“Ya udah kalau gitu santai aja. Siapapun yang menyentuh Arum bakal berurusan denganku.”
Joni terperangah. Dia tidak menyangka bosnya benar-benar serius dengan perasaannya.
Berselang kemudian datang irfan menghampiri Jaka. Mengadukan masalah serius dalam komunitasnya. Telah ada pengeroyokan salah satu anggotanya bernama Andre. Keadaannya parah. Dia sedang koma di rumah sakit akibat luka serius yang di deritanya.
“Bos,” nafas Irfan masih memburu.
Jaka terkejut. Dia memandang irfan penuh tanya .
“Andre koma di rumah sakit.” Imbuhnya.
“Kenapa? Kok bisa?” Jaka berdiri,dia tercengang mendapat berita itu.
“Dia di keroyok SMA lain.”
“Ayo kita ke rumah sakit.”
Sesampainya di rumah sakit. Orang tua Andre meringkuk,menangisi putra semata wayangnya yang telah tidur tidak sadarkan diri. Dia mengalami gegar otak karena pukulan benda tumpul di kepalanya hingga mengalami robekan.
Melihat kejadian itu. Jaka merasakan amarahnya mencuat ke permukaan kepalanya. Dia pergi seketika menuju rumah yang dikontraknya sebagai markas komunitasnya itu tepatnya di sekitar SMAnya sendiri. Wajar, Jaka adalah anak orang kaya jadi untuk mengontrak sebuah rumah adalah hal sepele.
Joni hanya mengikuti langkahnya. Beberapa orang anggotanya di minta menghubumgi anggota yang lainnya dan berkumpul untuk membuat strategi.
Setelah semuanya berkumpul maka mereka melakukan rapat penting seolah organisasi berkelas.
“Jon,seperti biasa kau ada bersamaku. Yang lainnya atur posisi kalian sekuat mungkin jangan sampai lengah. Kita bertempur.” ujar Jaka dengan nada penuh emosi.
“Siap.” jawab serempak seluruh anggotanya.
Mereka lantas berangkat pergi menyisiri jalanan mencari yang di duga melakukan pengeroyokan. Jaka yakin karena ada saksi yang mengetahui siapa yang melakukan pengeroyokan. Sejenak hilang sudah ingatan tentang Arum. Yang dia tahu, dia harus melakukan pembalasan. Darah mudanya kembali meledak-ledak seperti gunung yang hendak meletus menerjang batu-batu stalagtit.
Darah muda adalah memang betul darahnya remaja. Terutama seorang SMA selalu menjadi korban panas dan membaranya darah itu. SMA yang masih belum punya logika dan kebijakan dalam mengambil keputusan penting. Yang dia tahu tindakan keraslah yang mampu menyelesaikan masalah. Bukan bodoh,tapi memanglah belum bijak. Banyak dari sekian yang sama seperti Jaka yang hanya mengikuti egonya.
Sesampainya di sekitar SMAnya. Dia melihat pemuda yang di anggap pelaku pengeroyokan di sebuah warung kopi. Tanpa basa basi. Jaka meminta anak buahnya membawanya. Saat itu hanya ada dua orang dan masih mencari 3 lainnya.
“Mana yang lainnya ?” bentak Jaka.
“Eh apaan ini?” pemuda itu tersentak kaget atas kedatangan Jaka.
“Kau kan yang habis mengeroyok anak SMA N 3 kemarin?”
“Eh apaan? Aku gak tahu.”
“Bawa dia.” perintah Jaka pada anak buahnya. Bagaimanapun dia bisa melihat antara pembohong dan bukan.
Sesaat dua anak muda itu segera di bawa oleh Jaka menuju markasnya dan di tahan. Sementara yang lainnya mencari 3 orang yang lainnya.
“Jawab aja. Aku akan meringankan hukumannya nanti.” Kata Jaka menginterogasi.
Pemuda itu diam dan menggeleng.
“Kau banci apa laki. Jangan beraninya di belakang. Aku teman Andre. ”
“Lebih tepatnya dia pemimpinnya,” celetuk Joni.
Pemuda itu sedikit ciut nyalinya. Tampak dari wajah yang mulai pucat pasi. Dahinya meneteskan peluh-peluh tanda resah.
“Telefon ketuamu. Mari kita bertempur.” kata Jaka menantang.
Jaka memberikan telefon rumah di kontrakannya. Dia meminta pemuda itu menghubungi ketua gengnya. Dengan rasa ragu,pemuda itu menghubungi ketua gengnya yang bernama Zaki. Tapi sialnya dia tidak ada dirumah dan sedang keluar. Saat itu bibinya yang mengangkat telefon. Tanpa banyak lagi pertimbangan. Jaka menyeret pemuda itu yang tak mau menyebutkan namanya. Jaka hanya tau jika dia adalah anak buah Zaki musuhnya dari SMA lain.
Sembari tertatih dan mencoba melawan. Pemuda itu turut mengikuti langkah jaka. Dia di kawal oleh anak buah Jaka untuk menyusuri jalanan dengan motor. Jaka di depan. Pemuda itu di tengah dan belakang, kiri, kanan dia terapit. Saat itu jalanan masih sepi kendaraan dan seolah jalanan malang adalah milik mereka sendiri.
Tepat di sebuah bengkel motor. Jaka turun dan menyeret Zaki yang memang sudah di kenalnya.
“Kau yang menyuruhnya mengeroyok anak buahku?” Kata Jaka geram.
Zaki malah tersenyum mencibir hina.“Iya, kenapa? ” katanya.
Tanpa banyak bicara. Jaka meletuskan perang. Tangannya yang sejak tadi mengepal menahan emosi terlepas juga mengenai perut Zaki.
Ceplakkkk....
Zaki tak mengerang. Meski dia merasakan sakit hampir patah tulang rusuknya. Demi menjaga kehormatannya. Dia masih saja tersenyum menghina. Pun Jaka berang mendapat sikap seperti itu dari Zaki. Dia kembali melepaskan tendangan. Zaki terjatuh kebelakang.
Sial. Zaki mengambil sebuah kunci inggris dan melemparkan ke tubuh Jaka. Meski sempat mengelak tetap saja terserempet pundaknya.
Jaka menunduk melihat pundaknya yang berdarah karena lepamaran kunci itu terlalu keras.
Zaki kembali berdiri. Dia menghajar Jaka bertubi-tubi sampai Jaka tersuruk ke tanah. Merasa terhina. Jaka melaju dengan cepat melepaskan tendangan mengenai paha Zaki. Sampai dia jatuh tak lagi bisa berdiri.
“Kau jangan membuat masalah denganku. Aku Jaka, penguasa kota Malang.” kata Jaka dengan semboyannya selama ini.
Setelah itu Jaka pergi. Dengan sisa-sisa luka robek di tangan,lengan dan pundaknya. Zaki masih melihatnya dengan sisa amarah yang ada.
“Ayo pergi.” kata Jaka. Lalu mendorong anak buah Zaki hingga jatuh di lantai bengkel.
######
Esok hari telah tiba. Pasca pembalasan Jaka pada Zaki keadaan tetap normal-normal saja. Selanjutnya seperti biasa masa pendekatan Jaka pada Arum tetap berlanjut walau Jaka tak menjadi dirinya sendiri alias bermuka dua. Di hadapan Arum dia seolah remaja biasa yang tak punya panji kekuasaan, remaja SMA biasa saja yang pada umumnya anak-anak SMA yang lainnya.
Hari senin tepat jam istirahat. Jaka pergi kesekolah Arum untuk menemuinya. Meski bukan sekolahnya dengan percaya diri dia meringsak masuk ke dalam sekolah Arum. Pak satpam sempat menghadang.
“Maaf ada perlu apa?” tanya satpam.
Jaka berhenti. “Mau ketemu kepala sekolah” kata Jaka.
“Kenapa. Ada apa?”
“Ah bapak ini maksudnya apa. Sudah macam polisi saja.”
“Siswa sekolah lain di larang masuk.” kata satpam agak membentak.
“Saya keponakannya kepala sekolah di sini.” jawab Jaka tenang. Padahal bohong.
“Lhoh, maaf gak tau dek.”
“Aduh adek. Masa iya saya seperti adek-adek.”
“Ya kan masih SMA.” kilahnya
“Saya udah tua pak. Saking gak lulus-lulus jadinya masih begini aja, harusnya saya udah jadi orang hebat. Bapak tau siapa yang punya malang segede ini?”
Pak satpam itu sempat mikir. “Iya siapa ya yang punya?”
“Allah.” jawab Jaka berbisik sembari tersenyum.
“Lhah iya dong. Betul itu.”
“Jadi saya boleh masuk?”
“Oh ya silahkan.” kata pak satpam dengan santun.
Dengan percaya diri dia masuk ke sekolahan Arum. Sudah pasti semua mata memandangnya. Karena dia bukan siswa di sekolah Arum. Jaka berjalan menyusuri koridor sekolahan. Tak ada batang hidung Arum. Dia bertanya pada seorang siswa perempuan.
“Di sini ada yang namanya Arum?” tanya Jaka.
“Arum kan aku.” jawab cewek itu agak ganjen. Maklum lihat cowok tampan.
Jaka tersenyum. “Oooh.... trus yang namanya Indah siapa?”
“Aku Arum indah.” jawabnya lagi dengan tatapan menggoda.
“Aku lagi nyari sutejo.” kata Jaka lagi. “Apa kamu sutejo?” jaka bertanya seraya mengulum tawa.
“Ah dasar kau.” cewek itu marah.
“Ya sudah sutejo saya pergi dulu.” pamit Jaka. Cewek itu hanya menatap nya kesal.
Tak lama kemudian dia melihat Arum melintasi lapangan. Jaka berlari mengejarnya.
“Arum,” sapa Jaka dari arah belakang Arum.
“Jaka.” Arum terkejut melihat Jaka yang datang tiba-tiba. “Eh kamu ngapain kesini. Kenapa bisa masuk.”
Jaka menyodorkan sebuah surat.
“Apa ini?”
Jaka diam.
“Kamu kok bisa masuk sih?” tanya Arum.
“Aku kan punya ilmu khusus.”
“Halah apa'an.”
“Serius. Aku bisa menghilang.”
Arum memandang diam.
“Coba kamu pejamkan mata. Pasti aku hilang.”
“Aneh-aneh aja.”
Jaka tersenyum. “Jika bener aku menghilang gimana.”
“Gak peduli.” jawab Arum ketus.
“Yakin?”
“Yakin, kenapa enggak.”
“Baiklah aku akan menghilang darimu.”
Arum diam mematung.
“Biarkan aku menghilang darimu tapi tidak kamu di pikiranku.” kata Jaka mulai serius. “Oke. Aku pergi.”
Arum hanya diam membiarkan Jaka pergi meninggalkan dia dengan meninggalkan sebuah amplop surat di tangan Arum.
Jaka pergi juga menuju ruangan kepala sekolah Arum dengan percaya diri. Kepala sekolah itu terdiam membisu heran ada siswa masuk ke sekolahnya.
“Permisi. Pak ada surat.”
“Buat siapa?” tanya kepala sekolah bingung.
“Tentu saja untuk bapak.” kata Jaka.
Lalu jaka permisi lagi pergi.
Kepala sekolah itu terdiam. Lalu membuka surat itu. Isisnya seperti ini :
Yth. Bapak kepala sekolah.
Assalamualaikum....
Atas rahmat Tuhan yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Saya bersyukur karena diberikan kesempatan masuk ke sekolah ini dengan santun. Saya hanya memberitahukan kepada bapak. Bahwa saya sedang menyukai salah satu siswa di sekolah bapak yang bernama Arum Sekar kelas 2 IPA 2. Mohon doa restunya agar saya bisa berpacaran dengannya. Doa restu bapak saya harapkan agar masa pendekatan saya berjalan dengan lancar.
Saya ucapkan terimakasih karena sudah berkenan membaca surat saya.
Wassalamualaikum.
Kepala sekolah itu tercengang.
“Dasar anak sinting.” gumamnya pelan seraya tersenyum merasa lucu.
Setelah itu. Kepala sekolah datang mencari siswa yang bernama Arum di kelas 2 IPA 2. Sesaat setelah menemui Arum. Dia hanya bingung atas kedatangan kepala sekolah yang memberikan surat padanya.
“Ada surat untukmu.”
“Dari siapa pak?”
“Anak laki-laki.” kata kepala sekolah lalu pergi.
Arum segera membukanya. Saat setelah membaca surat itu dia bergegas pula membuka surat yang belum sempat dibukanya.
Isinya begini.
Bagaimana. Luar biasa kan aku bisa nyuruh kepala sekolah buat jadi kurirku. Tunggu aku besok sepulang sekolah. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat.
Arum tersenyum geli.
“Dasar sinting.”
#####
Seperti janji Jaka. Arum menanti kedatangan jaka setelah pulang sekolah. Hampir satu jam Arum berdiri namun Jaka tak kunjung tiba juga.
Siang itu. Keadaan agak genting. Joni memberi kabar kepada jaka bahwa Zaki dan anak buahnya menunggu di depan sekolah. Mendengar itu Jaka bergegas keluar. Saat itu semua siswa dan guru dalam keadaan persiapan pulang.
Setelah bunyi bel. Dia keluar dengan langkah cepat. Bajunya seperti biasa tidak masuk dengan rapi meski kondisinya selalu licin. Katanya kalau bajunya masuk bikin lecek dan sia-sia udah nyetrika susah payah.
Sesaat setelah keluar. Zaki dan anak buahnya menyerbu Jaka yang masih berada di gerbang. Dengan sikap gagah berani dia melawan satu persatu anak buah Zaki. Melihat kejadian ramai itu. Semua guru dan murid keluar. Beberapa anggota Jaka ikut mengamuk melihat ketua gengnya di serang. Tanpa aba-aba lagi semua anggota Jaka ikut bergabung dalam perkelahian itu. Satpam yang ada di gerbang lari minggir menyelamatlan diri daripada terkena sabetan beberapa benda aneh bawaan anak geng gak jelas itu.
Ceprak....
Jaka di pukul oleh Zaki tepat mengenai kepalanya. Hingga bocor.
Jaka menyeka darah yang keluar dari kepalanya. Secara, seorang Jaka. Batu gunung berapi saja kalah keras. Jadi jika hanya pukulan ringan saja dia masih sanggup berdiri.
Jaka membalas lagi. Memukul perut dan menendang tubuh zaki bertubi-tubi. Sampai Zaki terdorong mundur selangkah.
Kekuatan kuda-kuda Jaka tepat pada porosnya. Menekuk kuat, bersiap-siap menerima serangan lawan.
Saat zaki berusaha memukul jaka. Dia berkelit ke kiri, lalu menarik tangan Zaki dan memberikan balasan tendangan samping perut dan kepala. Sampai beberapa saat kemudian polisi datang membubarkan perkelahian. Jaka yang sedang hendak lari terbekuk oleh polisi dan dia di bawa oleh polisi.
Sementara dia di bawa polisi. Dia memikirkan Arum. Dia tidak ingin di anggap ingkar janji. Tapi bagaimanapun dia harus melawan musuh yang berusaha menyerangnya sewaktu-waktu.
Di bagian lain. Arum kecewa karena Jaka dianggap ingkar janji karena sudah membiarkannya berjam-jam berdiri mematung. Merasa Jaka tidak akan datang. Akhirnya Arum memilih pergi memasuki angkot dengan perasaan kecewa menjalari tubuhnya.