Awan mulai meremang, menyembunyikan sinar terik siang di balik awan mendung. Tepat hari minggu siang Jaka termenung sendiri di tengah kerumunan bersama anggotanya. Yap, Seperti biasa mereka mengadakan kumpul bersama di hari minggu dengan tujuan agar mengikat ke eratan tali persaudaraan di antara semua anggota.
Joni heran. Sejak Jaka mengenal Arum. Dia semakin banyak melamun. Entah apa yang dipikirkannya hingga membuatnya seperti itu.
"Bos, jangan melamun," Joni mengagetkan Jaka.
Jaka terkesiap. "Ah kau Jon, bikin kaget aja."
"Ojo nglamun bos. Gak apik ngunu iku." kata Jaka bahasa jawa malangan. Jangan melamun gak baik.
"Halah opo ae jon. Sopo seng nglamun. Koen iku kemeruh." balas Jaka. Mengelak (Siapa yang melamun. Kamu itu sok tau.)
"Nah tadi, bengong aja bos. Pasti....." Joni menyindir seraya tersenyum.
Jaka mendelik. Dia takut Joni keceplosan. Karena itu kebiasaan buruk si Joni. Sementara Joni terdiam melihat ekspresi Jaka yang melotot sebagai tanda keras agar Joni tidak keceplosan. Beberapa saat semua anggotanya sempat menoleh.
"Oh ya bos. Cewek yang kemarin ada hubungan apa sama bos. Kayaknya deket banget. Sampe nolongin dia segala." kata Irfan. "Bukannya dia tetanggaku ya. Sejak kapan bos kenal dia?" imbuhnya lagi.
Jaka sempat kikuk. Namun dia berusaha tetap santai.
"Sudah ku bilang. Dia guru lesku."
"Iya sih tau dia memang biasanya ngajar les. Tapi....bukannya bos kan gak suka belajar. Tumben sekarang mau belajar. Lagian bos pinter. Kayaknya lucu aja kalau bos mesti belajar. Aku penasaran sejak satu minggu yang lalu."
Jaka terdiam sesaat. Dia masih berusaha mencari alasan yang lain.
"Kau tahu kenapa Albert Einsten itu menjadi ilmuwan terkenal?"
"Ya karena dia pintar." jawab Irfan.
"Pintar gak cukup fan. Kita harus tetap belajar supaya otak kita terus berkembang."
Semua anggotanya terdiam membeku mendengar pernyataan Jaka yang WOW dan mereka tidak pernah mendengarnya selama ini dari mulut bosnya itu.
"Apa kalian lihat-lihat?" bentak Jaka pada semua anggotanya yang hanya menatapnya bisu.
Mendengar bentakannya. Semua hanya buang muka seraya menjawab serempak. "Ah gak apa-apa bos."
Memang sangat aneh jika seorang Jaka tiba-tiba menghargai belajar sebagai upaya mencerdaskan diri dan mensukseskan diri. Selama ini dia acuh, belajar hanya untuk orang-orang yang kurang percaya diri. Dan....kini argumen itu berubah.
Jaka terdiam lagi. Dia berupaya mencari solusi agar dia bisa lepas dari gengsternya itu. Tidak mungkin dia menyembunyikan keburukannya dari Arum. Dia sadar, suatu saat Arum pasti tahu rahasia sebenarnya bahwa dia cowok yang selalu bikin rusuh di kota malang. Sementara Arum sudah pasti benci cowok berandalan dan Jaka sangat takut kehilangan Arum jika dia mengetahui rahasia sebenarnya. Ah... Jaka, dia mulai merasa kebimbangan menggoyahkan pikirannya.
"Bos asli aku masih penasaran. Kenapa waktu itu cewek nanya soal kenapa kita manggil bos. Si bos kenapa jawab kalau gak ada apa-apa cuman iseng-iseng aja. Jangan-jangan bos pacaran sama dia."
Mendapat desakan seperti itu. Jaka semakin bingung mencari-cari jawaban yang pas. tetap dengan santai dia menjawab pertanyaan itu dengan eskpresi sebiasa mungkin agar anggotanya tidak curiga.
"Eh ni anak lucu juga. Eh fan, dia itu cewek. Seumuran kita dan dia juga guru lesku. Seandainya dia tau aku cowok berandalan. Kira-kira dia apa gak takut nanti ngajarin aku. Dia pasti merasa ngeri fan. Ah kau ini fan... Lucu," Jaka tertawa sendiri. Sementara irfan diam. Apanya yang lucu menurut irfan. Yang ada itu adalah hal aneh dan mencurigakan.
"Bos gak lucu," kata irfan. Seketika wajah renyah Jaka berubah menjadi garang.
°°°°°
Hari senin kembali datang. Semangat Jaka pun kembali penuh seperti listrik tegangan tinggi. Dia menjemput Arum di sekolahnya untuk melanjutkan jadwal les matematika dengannya.
Yah seperti biasa. Jaka selalu memakai jaket jeans sobek-sobeknya yang membuatnya merasa percaya diri.
Si Arum yang cantik jelita sudah tampak keluar dari gerbang sekolahnya. Si Jaka yang sudah menunggu di dekat pohon besar pinggir sekolah Arum mulai mendekati Arum.
"Nunggu siapa neng?" celetuk Jaka yang datang tiba-tiba.
"Kau jak. Ngagetin."
"Nunggu aku atau yang lainnya?" tanya Jaka.
"Nunggu cowok ganteng." jawab Arum ketus.
"Wah aku nih kayaknya."
"Jangan terlalu percaya diri."
Mendengar itu. Ekspresi Jaka berubah. "Ya udah, aku pergi." Jaka menstarter motornya.
"Eh kemana?" tanya Arum.
"Pergi. Kan kamu nungguin cowok ganteng."
"Jangan pergi." kata Arum. "Iya kamu cowok gantengnya."
Jaka tersenyum merekah. "Ayo," Jaka mengajak Arum pergi.
Tanpa penolakan Arum menaiki motor Jaka. Hari itu semakin berbeda. Arum mulai menunjukkan rasa ketertarikannya pada Jaka yang selama ini tidak pernah ia tunjukkan. Biasanya Arum hanya akan diam dan tidak bertanya apapun mengenai kehidupan Jaka. Setelah beberapa bulan dekat. Arum mulai simpati dan dia ingin tahu banyak hal tentang jaka. Wajar dong, biasanya kalau seseorang sedang menyukai sesuatu maka ia akan mencari tahu tentang apa yang ia sukai dengan detail.
"Jak...."
"Hmmmm...." respon Jaka singkat.
"Tentang temen-temenmu yang manggil bos. Ah masa iya mereka cuma iseng-iseng sih. Aku mergokin beberapa kali lo jak. Apa kamuuuuu.....?" kata-kata Arum menggantung.
Jaka kembali terkejut. Tak menyangka Arum masih saja memikirkan hal itu.
"Kamuuuu apa?" tanya Jaka santai.
"Kamu anak-anak yang suka ikut geng-geng gitu gak sih? Yang suka bikin onar?"
"Hah...." Jaka semakin terdesak. "Emang aku ada tampang anak geng-gengan ya?"
"Ya iya...." respon Arum.
"Kok bisa?"
"Orang tu Jak di nilai dari penampilannya. Lha kamu jak pakai jaket sobek-sobek begini. Kan jadi aku nilainya kamu anak nakal yang suka ikut geng-geng gitu."
Jaka tertawa.
"Rum kamu tahu kenapa aku suka pakai jaket ini?"
"Apa coba?"
"Ya biar orang-orang takut."
"Kenapa takut?"
"Lha iya pasti takut. Kan mikirnya Ih tu orang sakti amat. Udah kena bom masih aja hidup. Ngeri, takut ah."
Arum tertawa mendengar itu. Ya betul, Jaket jaka seperti orang habis terkena ledakan bom. Sobek sana sobek sini sudah pudar pula warnanya yang mulanya biru jeans jadi abu-abu.
"Kamu bisa aja jak." arum terus tertawa.
"Makanya jangan suka serius."
"Trus kalau aku suka serius kenapa?"
"Jangan ah rum. Ntar botak."
"Emang ada serius trus jadi botak?"
"Ada."
"Contohnya?" tanya Arum terus. Karena dia suka lelucon Jaka.
"Tuh albert Einstein. Serius kan dia mikirin rumus Fisika. Botak kan jadinya."
Arum terus tertawa mendengar celotehan Jaka.
"Mau tahu siapa lagi yang serius jadi botak?"
"Siapa?"
"Tuh si Thomas, botak kan mikirin bohla lampu."
Arum tertawa lagi. Memang benar kata jaka. Semua ilmuwan botak semua.
"Makanya jangan suka serius. Ntar botak. Masa iya cantik-cantik botak."
"Aku masih gak percaya?" Arum terus mendesak.
"Eh si Mantanmu itu gimana. Masih suka ganggu." Jaka mengalihkan pembicaraan.
"Enggak. Kayaknya dia sakit hati di kirain kamu cowokku."
"Biarin dia sakit hati trus pergi deh ke bulan."
"Nah kenapa ke bulan Jak?"
"Ya sakit hati sama penghuni bumi."
"Kayak Neil Amstrong dong." celetuk Arum.
"Iya kali. Dia mungkin dulu sakit hati sama cewek. Makanya lari ke bulan."
"Ngapain ya dia di sana?" Arum terus merespon dengan beberapa pertanyaan. Karena dia memang sangat suka dengan celotehan Jaka yang ngawur.
"Cari wangsit." balas Jaka.
"Biar apa coba Jak?"
"Biar apa ya.... Mungkin biar dia bisa dapetin kamu."
"Nah kok aku Jak."
"Kan kamu terlalu istimewa dan patut untuk di dapatkan."
"Halah...." Arum tersenyum malu mendengar gombalan si Jaka.
Tak beberapa saat kemudian. Di tengah perjalanan ada beberapa musuh Jaka menghadang perjalanan Jaka.
"Turun..." Katanya.
Dengan percaya diri Jaka turun.
"Rum, kamu di sini aja. Jangan kemana-mana." kata Jaka. Arumpun nurut. Dia masih saja berdiri dekat motor Jaka.
Musuh Jaka itu adalah dari sekolah lain. Nama sebenarnya Hari tapi dia sering di panggil Harimau.
"Kau mau apa?" tanya Jaka santai.
"Urusan kita belum selesai." bentaknya.
"Tolong jangan di sini. Di tempat lain aja." kata Jaka karena dia sungkan pada Arum dan jangan sampai rahasia itu terbongkar.
Si Harimau melihat Arum yang sedang berada di motor jaka.
"Kau tak mau lanjutin masalah kita. Tu cewek jadi sasarannya."
Mendengar itu Jaka sedikit berang.
"Kau sentuh dia. Jangan harap bisa makan nasi lagi."
"Aku tak takut denganmu."
Tanpa basa basi si Harimau menghajar Jaka. Ceprakkkk.... Tepat pipi kanan Jaka terkena bogem mentah smpai ujung bibir Jaka robek dan mengeluarkan darah segar.
Jaka menyeka bibirnya. Lalu membalas Harimau dengan beberapa pukulan. Harimau masih bisa berdiri. Dia menendang Jaka. Namun, sedikitpun Jaka tak goyah dan jatuh. Jaka malah semakin maju. Dia menarik tangan Harimau dan menendang dadanya. Sampai si harimau tersuruk ketanah.
"Jak...." Arum berteriak.
Jaka menoleh. Dia mendapati Arum sudah di pegang para musuhnya yang lain.
Jaka sempat panik. Dia menendang batu dan mengenai kepala pria yang memegangi Arum. Lalu dia menghampiri cowok itu dan menghajarnya babak belur.
"Ayo pergi," kata Jaka menarik Arum agar segera pergi dari tempat itu.
Sesampainya di rumah. Ibu Indri terkejut melihat wajah Jaka lebam semua.
"Kamu kenapa le? Habis berantem?"
"Iya bu, tadi ada cowok remaja tiba-tiba hadang gitu trus nantang si Jaka bu. Aku takut." mata Arum berkaca-kaca.
Tanpa banyak bicara. Ibu indri mengambil peralatan p3k miliknya.
Arum segera mengambilnya dari tangan bu indri dan mengobati luka di wajah Jaka.
" Jak....aku semakin curiga sama kamu. Kayaknya kamu terlibat gengster deh." kata Arum.
Mendengar itu. Ibu Indri memandang Jaka. Sementara Jaka menatap ibunya penuh kode agar tidak merespon. Lalu ibu indri pergi.
"Ah kamu Rum. Cowok keren kan gitu. Suka berantem." kata Jaka seraya mendesis.
"Tapi gak gitu juga kali Jak. Bahaya."
"Kamu cemas?"
"Tentu saja." Arum memberikan obat merah untuk luka Jaka. Jaka mendesis perih. "Sakit?" kata Arum.
"Gak kok. Kan kamu yang ngobatin."
"Jakaaaa...." Arum memandang Jaka yang masih saja bercanda.
"Sebenernya obatnya gampang kok biar cepet sembuh."
"Apa? Biar aku obatin."
Jaka menepuk-nepukkan telunjuk jarinya ke pipinya.
"Hei...kamu ini. Maunya...." Arum mengulum senyum.
"Dijamin langsung sembuh." kata Jaka seraya tersenyum manis. Sebuah senyuman khas yang beriwbawa.
"Gak ah jak."
"Kapan-kapan aja deh rum."
"Gak mau juga." balas Arum.
"Aku yakin suatu saat itu terjadi."
"Halah apa'an...."
"Serius." kata Jaka.
"Jangan serius. Ntar botak." Arum tersenyum.
"Gak apa-apa botak. Kan cowok. Asal gak kamu aja yang botak."
Mereka berdua lalu tertawa.
Rasa cemas Arum mulai bermunculan. Rasa penasarannya mulai bersemi. Bukti kepeduliannya pada Jaka yang sudah beberapa bulan dekat dengannya. Meski bukan kekasih akan tetapi terbiasa bersama Jaka membuat Arum merasa harus memperhatikan Jaka dari segala bahaya lingkungan remaja masa SMA. Rasa curiga Arum memang ada. Namun, rasa sukanya beberapa kali mengalahkan rasa curiganya terhadap Jaka.