Malam itu. Benar-benar menjadi malam sial untuk Jaka. Gimana gak sial. Joni si asisten pribadinya dalam komunitas gengsternya mengetahui bahwa Jaka sedang dekat dengan seorang cewek SMA lain. Sementara Jaka sendiri yang telah membangun komunitas itu dengan dogma no love, no pacaran, no girl. Sialnya dogma itu runtuh seketika saat dia bertemu dengan Arum.
Joni yang sedang membuntuti Jaka sudah semakin tidak tahan melihat apa yang sedang terjadi. Dia merasa dikhianati oleh Jaka sebagai pemimpinnya yang di percayainya selalu menegakkan apa yang telah di ucapkan. Saat Jaka keluar dari gang. Joni menghampirinya segera. Jaka terkejut. Serasa di todong pistol secara tiba-tiba. Dia lebih terkejut daripada berkelahi dengan musuhnya.
"Boss...ngapain di sini," Joni bertanya seolah dia tidak tahu apa-apa.
"Jon. Kau sendiri ngapain di sini?"
"Aku nanya kau bos," balas Joni lagi dengan nada agak tinggi.
"Kau lihat apa yang terjadi jon?" Jaka kembali bertanya dengan kontak mata yang membuat Joni sedikit merasa takut.
"Bos punya cewek."
"Belum. Doain aja," Jaka menaiki motornya.
"Bos, tunggu." Joni mencegah.
"Kenapa bos berkhianat?"
"Berkhianat soal apa?"
"Katanya gak boleh pacaran."
Jaka masih bertengger di atas sepeda motornya. Dia menatap Joni.
"Jon. Kalau pada akhirnya aku jatuh cinta. Gengster ini harus di bubarkan. Sebagai pemimpin aku sudah tidak sanggup menjalani komitmen yang aku buat sendiri."
"Lalu anggota kita bos?"
"Kenapa?" Jaka menatap joni lagi dengan tatapan tajam. "Aku warisin saja ke kamu. Aku pensiun." kata Jaka. Sembari menstarter motornya dan tancap gas meninggalkan Joni.
"Bos...." Joni berteriak. Jaka no respon. Joni kesal. Dia menendang-nendang motornya sendiri.
°°°°°
Usai kejadian malam itu. Masih sangat pagi Joni berangkat kerumah Jaka untuk membicarakan soal kejadian malam tadi. Saat itu ibu Jaka sedang menyiapkan sarapan pagi. Sedangkan si Akbar sedang membersihkan motornya usai serangan hujan tadi malam.
"Mas...Jaka ada?" tanya Joni pada Akbar.
"Udah mati," jawab Akbar kasar. Melihat Joni di luar. Jaka mulai menghampiri Joni.
"Eh hai...." Jaka melambaikan tangannya.
"Sini, ada apa?"
Joni berjalan memasuki teras rumah Jaka.
"Aku pengen ngomongin soal tadi malem bos."
"Aku bilang kan. Aku pensiun. Beres."
"Gak semudah itu bos. Kalau bos pensiun aku juga pensiun."
"Lama-lama kau seperti cewekku sih Jon. Aku bilang gini gitu ikut aja." Jaka tersenyum.
"Bos...anak-anak lain gak bakal terima kalau ada kejadian kayak gini. Kita kan udah kayak saudara. Gak mungkin di bubarin gitu aja bos. Bisa rumit urusannya."
Jaka terdiam sesaat.
"Apa yang kau khawatirin sebenernya?"
"Mereka yang dulu bos keluarin dari komunitas gara-gara punya cewek gak mungkin terima."
"Lalu....?"
"Mereka bisa nyerang bos."
"Ya udah. Suruh dateng aja. Nanti di adepin satu-satu. Pasti beres."
"Aduh bos.... Pusing lah aku ngomong sama bos."
"Jon. Hidup itu bikin santai aja. Jangan di bikin rumit. Kasih ikan makan aja, asal bukan tahi." Jaka tertawa sendiri.
Saat perbincangan serius. Burung merpati Jaka sampai di kandangnya.
"Bentar," Jaka berdiri menghampiri burung merpatinya yang ada di kandang. Lalu dia menyisipkan sebuah surat yang sudah di masukan dalam kapsul pada kaki burung itu.
Jaka kembali menemui Joni.
"Bos. Ngirim surat buat siapa?"
"Mau tau?"
Joni mengangguk.
"Buat calon pacarku." bisik Jaka lirih ketelinga Joni. "Ayo makan dulu," Jaka merangkul Joni dan mengajaknya masuk. Mereka sampai di meja makan. Si akbar yang tadi di luar juga ikut sarapan bareng. Meski suasana di antara Jaka dan Akbar tidak membaik setiap harinya.
"Makan dulu Jon." Ibu Jaka memberikan sepiring nasi goreng.
"Oh... Makasih bu." Joni mengangguk sopan.
"Jon, maumu apa soal ini?"
"Jangan bubar ya bos. Aku bakal simpen rahasia ini. Oke."
"Udahlah jangan geng-gengan lagi. Gak ada untungya." sahut bu Indri.
"Udah terlanjur bu," balas Joni.
"Kenapa sih memangnya?" tanya ibu Jaka penasaran.
"bos Jaka bu. Dia mau punya cewek."
"Bagus dong. Ibu berarti mau punya menantu." Ibunya berusaha berseloroh. Namun, Jaka diam saja.
"Masih bayi pacaran segala." sahut Akbar dengan nada menjengkelkan.
Mendengar itu Jaka terdiam. Manusiawi bagi Jaka. Normal kalau cowok suka sama cewek. Yang gak normal kalau cowok suka sama cowok. Kayak si Joni yang terus khawatir kalau Jaka jatuh cinta sama cewek lain. Ah lucu. Ya mungkin dulu karena Jaka masih belum tahu rasanya kenal cewek jadi dia bikin gengster dengan dogma ekstreme seperti itu.
"Ya udahlah jon. Diem aja dulu. Jangan di bikin pusing."
"Serapat-rapatnya menyimpan terasi pasti tercium juga." balas joni
"Ya kalau kecium. Dibuka aja jon. Biar tau semua baunya kayak gimana." tawa Jaka meledak.
Joni terdiam. Bagi joni itu sangat tidak lucu.
°°°°°
Pagi itu. Jaka dan Joni kembali berangkat bersama. Semua anggota Jaka yang sudah datang menyapa mereka seolah artis kalangan atas yang tiba di sekolah pinggiran kota itu. Tidak ada yang curiga. Jonipun memilih menyimpan rahasia demi kebaikan bersama. Meski dia sendiri tidak yakin bahwa itu akan tersimpan untuk waktu yang lama.
Mereka berdua masuk ke kelas. Memulai pelajaran Matematika. Saat itu Jaka tertidur karena dia memang sangat bosan dengan pelajaran matematika. Ah, tanpa belajarpun Jaka sudah bisa. Ya, memang Jaka terkenal dengan kecerdasannya terlebih soal matematika sangatlah enteng. 7 detikpun dia sanggup menyelesaikan perkalian bilangan ratusan, ribuan bahkan jutaan.
Tak terasa waktu sekolahpun usai. Jaka beserta Joni keluar sekolah bersamaan. Saat itu Jaka mengajak Joni untuk menemaninya menjemput Arum.
"Jon, kau mau ikut aku?" tanya Jaka.
"Kemana bos?"
"Ketemu Arum. Biar kau kenal dia."
"Oh...gak apa-apa memangnya?" tanya joni.
"Asal kau gak jatuh cinta aja sama dia." Jaka tersenyum.
"Kalau jatuh cinta gimana bos?"
Jaka diam sejenak. Memandang Joni.
"Kau tidak akan melihat mentari lagi."
Joni tersenyum mendengar perkataan Jaka. Jangankan jatuh cinta melirik arum saja dia gak akan berani. Sama saja dengan menelan racun cuma-cuma.Bergegas mereka berangkat menuju sekolahan Arum.
Arum sigadis belia yang membuat hati Jaka terpaut sedang berjalan menuju angkot yang sudah mangkal di dekat sekolahnya. Saat hendak masuk ke dalam angkot. Mantan pacar Arum datang lagi menarik Arum. Oh lupa belum mengenalkan namanya. Dia adalah Herman, mantan pacar Arum yang kasar dan menyebalkan.
"Rum aku pengen ngomong," kata Herman.
"Ngomong apa lagi?" tanya Arum ketus.
"Aku masih sayang sama kamu rum," Herman memohon seolah-olah tulus sekali.
"Sayangnya aku enggak," jawab Arum dingin.
"Rum....kenapa sih kamu gak mau lagi sama aku. Gara-gara cowok yang kemarin. Ya...?" bentak Herman keras.
Arum hanya diam tak menjawab. Sungguh dalam hatinya berteriak. Iyaaaaaa.....
"Pasti dia sudah guna-gunain kamu." kata Herman.
Arum tertawa. "Ya kali," Arum memasang wajah jutek sejutek-juteknya.
"Kau lama-lama nyebelin juga ya Rum." Tiba-tiba tangan Herman mernarik Arum dan meremasnya kerasa sampai Arum merintih kesakitan.
Sekonyong-konyong Jaka datang tanpa diundang. Dia mencengkeram kerah Herman si cowok menyebalkan itu. Tangan kuat Jaka mampu mengangkat tubuh kerempeng si Herman. Arum yang melihat kejadian itu terdiam menahan tawanya.
"Kau lagi, sudah ku bilang. Jangan buat masalah lagi sama Arum. Tau...."
"Eh... Eh lepasin," kata Herman yang sudah terangkat dari tanah.
Jaka melepaskannya. Herman menoleh dan secepat kilat dia kabur. Joni yang melihat kejadian itu tertawa terbahak-bahak.
"Kau tak apa-apa rum?" tanya Jaka.
"Gak jak. Kamu datang lagi."
"Sengaja. Pengen mastiin."
"Mastiin apa....?"
"Mastiin bidadariku masih ada." Jaka tersenyum. Lalu menoleh ke Joni. "Ya gak jon," Jaka mengangkat alis.
"Terserah bos," balas Joni mengulum senyum. Melihat Jaka si bos gengster sedang merayu cewek.
"Bos..." Arum terkejut.
"Eh." Joni tersentak.
"Maklum, aku kan yang suka bayarin dia makan. Makanya dia panggil aku bos." balas Jaka. Lalu tangannya ditarik kebelakang tubuhnya dan mengepal. Joni melihat tanda itu. Lalu dia diam. Tahu kode apa itu. Joni mengangguk dengan senyum terpaksa.
"Ayo," Jaka menaiki motornya.
Arum mulai naik sepeda motor jaka.
"Awas...." kata Jaka.
"Awas apa?" Arum bertanya bingung. Melihat belakang motor jaka mengira ada sesuatu.
"Awas jatuh cinta." balas Jaka.
"Jatuh cinta sama siapa?"
"Jatuh cinta sama aku."
"Gak lah," kilah Arum.
"Bener...?" tanya Jaka.
"Iya."
"Iya apa tidak?" tanya Jaka lagi.
"Iya...."
"Iya apa?"
"Iya, cinta."
"Sama siapa?"
"Sama kamu." Arum terkejut. "Eh,...."
"Yes," Jaka girang.
"Kau lagi-lagi mengecohku." Arum kesal.
"Mudah kan?"
"Mudah apa?
" Mudah buat kamu mengatakan cinta sama aku."
"Kau menipuku jak."
Jaka tersenyum saja melihat Arum yang cemberut. Joni yang ada di dekat jaka ikut mengulum senyum. Tak di sangka, bos tergarang yang di kenalnya selama ini pandai menggoda cewek. Si Joni malah kalah jauh.
Mereka kemudian pulang. Mengunjungi rumah Arum. Jaka memang suka, sangat suka dengan Arum. Tak banyak alasan baginya untuk menyukai Arum. Ya, dia merasa nyaman saja saat dekat dengan Arum. Cukup itu yang menjadi alasan baginya.
Setibanya di rumah Arum. Jaka dan Joni sempat mampir ke rumah Arum. Tampak di sana ada adik-adik Arum yang sedang belajar.
"Rum, itu adikmu yang kamu ceritakan ke aku dulu?" tanya Jaka.
Arum mengangguk. "Duduklah," arum mempersilahkan. Arum tampak berbicara pada kedua adiknya. Kemudian mereka menatap Jaka dan Joni, lalu mereka berlarian keluar dan menjabat tangan Jaka dan Joni. Wajah mereka terlihat senang kedatangan tamu.
"Mas pacarnya mbak Arum?" tanya Tegar.
"Emmmm...coba tebak." tanya Jaka balik.
"Pasti bukan."
"Kenapa bisa?"
"Ya mbak Arum kan sok jual mahal."
"Trus....."
"Sini...sini..." Tegar membisikkan sesuatu ketelinga Jaka.
"Heh..." Arum keluar menyela bagas membisikkan sesuatu ke telinga Jaka.
Tawa Tegar meledak. Dia tidak jadi membisikkan sesuatu ke telinga Jaka justru lari menghindari Arum.
"Jangan di dengerin." kata Arum.
Jaka diam saja seraya memandangi Arum dengan tatapan setajam anak panah. Bahhhh....siapapun pasti akan tersipu malu menerima tatapan dari Jaka.
"Minumlah," Arum menawarkan minuman pada mereka berdua.
"Kau tak kerja lagi rum?"
"Enggak jak."
"Kamu mau kerjaan?"
"Jangan bercanda lagi. Aku gak mau."
Jaka tersenyum.
"Gak... Aku serius."
"Apa?" tanya Arum penasaran.
"Jadi guru lesku matematika. Kan kamu pinter matematika. Kita juga sama-sama kelas dua. Udah pasti pelajarannya sama. Bisa kan?"
Mendengar itu. Joni tersentak. Batinya ingin tertawa. Bosnya yang pandai itu minta di ajarin matematika. Padahal dia aja ngerjain soal yang rumit kayak gimanapun, gak sampai satu menit selesai.
"Yakin?" Arum bertanya kembali.
"Kenapa gak yakin. Kan kamu pinter rum."
Arum sejenak berfikir beberapa detik. Lalu mengatakan iya atas tawaran Jaka. Karena Arum memang butuh sekali uang untuk menghidupi keluarganya.
"Trus. Aku kan gak tau rumahmu?" Arum bertanya.
"Beres. Kamu kan guru spesial. Jadi aku yang jemput kamu. Gimana?"
"Halah...iya deh...."
Beberapa saat kemudian. Mereka berpamitan pulang karena memang sudah sore.
"Bos serius minta dia jadi guru lesnya bos?" Joni heran.
"Namanya juga usaha Jon." Jaka tertawa.
"Gila, asli gila." Joni geleng-geleng kepala melihat Jaka benar-benar sudah mulai gila karena Arum.
Sesaat mereka keluar gang. Ada salah satu anggota gengnya yang mengetahui Jaka beserta Joni. Dia adalah Irfan. Dengan santai Jaka menghadapinya.
"Loh bos ngapain di sini?" tanya Irfan.
"Memangnya aku gak boleh keliaran sana sini."
"Ya tumben aja ada di sini."
Tak di sangka. Si Irfan rumahnya dekat dengan Arum.
"Ada perlu." kata Jaka. "Ya udah. Pergi dulu." Jaka pamit.
Si irfan terus melihat Jaka dan Joni yang keluar dari gang itu. Sampai agak jauh. Joni menghela nafas panjang. Jangan sampai ketahuan habis dari rumah Arum. Kalau tidak, bisa bahaya si Arumnya.
"Bos, bahaya. Dia tetangga Arum." kata Joni.
"Jika sampai dia terluka. Orang itu tidak akan lagi menikmati dunia ini." kata Jaka tenang.
Joni terus terdiam membisu. Meski bosnya tetap tenang. Bagaimanapun Joni menyimpan rahasia besar. Jika ketahuan bukan hanya Jaka, atau arum yang celaka. Diapun juga akam celaka.