Jaka mulai menutupi peruhabannya selama satu bulan dengan kembali berbaur dengan anggota gengnya. Siang itu, di jam istirahat sekolah. Jaka kembali berkumpul - kumpul dengan anggota gengnya yang satu sekolah dengannya. Tak lupa Joni sebagai asisten pribadinya selalu bersamanya kemanapun dia pergi. Kecuali jika pergi ketoilet.
Semua anggota gengnya sudah berkumpul di kantin belakang sekolah yang memang sudah menjadi markas khusus geng milik Jaka. Dari kejauhan semua anggota memasang wajah merekah seolah sudah rindu dengan Jaka yang sudah satu bulan terkesan menjauh.
Jaka di sambut dengan jabat tangan ala-ala geng gaul. Mereka satu persatu menjabat tangan Jaka bergantian seperti kedatangan artis. Bahkan ada yang memeluknya untuk sesaat.
Mereka sudah menyiapkan minuman meski hanya sekedar es teh. Satu persatu bersulang menyambut kembalinya Jaka.
"Mari kita bersulang,"seru Joni.
"Akhirnya bos kembali," ujar salah satu anggotanya.
Jaka hanya diam saja. Jangan sampai para anggotanya mengetahui dia sedang mengincar seorang cewek dari sekolah lain. Jaka akan di benci oleh para anggotanya yang memang sudah mengikat janji bahwa seluruh anggota tidak ada yang boleh berpacaran. Jika sampai terjadi maka mereka yang ketahuan berpacaran dengan cewek akan mendapat masalah dan terakhir di keluarkan dari komunitas geng BPTM.
"Bos, kemarin ada salah satu dari anggota kita yang di tantang SMA lain. Anggota kita di palak dan dihajar sampai babak belur. Mereka bilang bos di suruh datang. Adu kekuatan."
"Siapa yang berani menantangku." balas Jaka sedikit tersinggung.
"Sekarang kita harus buat strategi," kata Joni.
"Siapa yang sudah jadi korban?"
"Dia," Joni menunjuk Hadi.
"Sini kau," ujar Jaka memanggil Hadi untuk menghadap.
Hadi berjalan kikuk menghadap Jaka. Dia takut jika dia akan di hajar Jaka karena dia sudah kalah dari bertarung dengan musuhnya.
Jaka melihat beberapa luka lebam ditubuh Hadi.
"Kau anggotaku yang masih kelas 1. Aku baru melihatmu."
Hadi mengangguk takut. Bagaimana tidak. Air muka Jaka selalu menunjukkan ekspresi tegang, kaku seperti batu stalagtit, dan juga garang. Wajahnya memang tampak tampan dan berwibawa. Membuat beberapa anggotanya menjadi segan.
"Jangan sampai kau yang buat masalah duluan. Jika sampai itu terjadi. Aku yang akan membuat perhitungan denganmu." Jaka berujar penuh penekanan.
"Dengar semua. Komunitas ini bukan untuk menantang tapi untuk di tantang. Kesatria dianggap kuat bukan karena mereka pandai menantang tapi bagaimana dia bisa mengalahkan penantang. Aku membuat komunitas ini untuk melindungi bukan untuk membuat masalah. Kalian jangan lupa itu. Jika ada yang melanggar aturan. Aku yang akan turun tangan langsung."
"Dengar itu," Joni berseru mengimbuhkan kalimat Jaka.
"Bahkan kau juga. Tidak ada kecuali." Jaka mendaratkan pandangan pada Joni.
Joni terkesiap seketika. Saat melihat tatapan seolah menodongnya.
"Tentu saja tidak bos," Joni meringis.
°°°°°°
Ada yang berbeda di tiap hari Jaka sekarang. Terkadang di sela-sela jam yang berlalu tiba-tiba dia memikirkan Arum meski hanya satu menit. Rasa ingin bertemu dengan Arum selalu kembali datang. Entah mengapa rasa rindu itu selalu saja menjadi hal manis untuk Jaka. Mengingat wajah yang membias di semestanya itu membuat Jaka tersenyum-senyum sendiri.
Jaka merasakan jantungnya berdenyut keras. Seolah dia akan mati saat itu. Semakin dia berusaha memenuhi komitmen untuk tetap berada di komunitasnya semakin dia merasakan sakit. Akan sangat bahaya jika dia ketahuan menemui Arum secara diam-diam. Beberapa anggota yang merasa terkhianati akan mencelakai Arum.
Jaka mencari cara bagaimana dia bisa menemui Arum tanpa ada yang merasa curiga. Pertama dia telah kembali berbaur dengan teman-temannya. Jaka mencari cara kedua untuk bisa memenuhi hasrat rindunya walau hanya sekedar sapa.
Esok telah tiba. Jaka di berikan berita acara oleh asisten pribadinya si Joni. Dia memberitahukan bahwa Jaka harus datang ke markas yaitu kantin belakang sekolah. Akan ada rapat khusus karena sekolah lain sudah membuat masalah dengan salah satu anggota Jaka.
"Bos. Anak sekolah lain yang sudah membuat masalah dengan Hadi kembali lagi menghajar anggota kita. Mereka tidak hanya menghajar namun juga mengambil motornya." tandas Joni.
"Bos mereka sebenernya gak hanya sekali atau dua kali mencelakai anggota kita. Tapi sudah berkali-kali dan yang paling parah adalah beberapa waktu dekat ini." ujar salah satu anggotanya yang lain.
"Iya bos, aku juga pernah di tantang saat sedang nongkrong di balai kota." imbuh lagi salah satu anggotanya.
"Aku gak tahu sekolah mana yang kalian maksud." Jaka bingung. Mereka hanya menyebutkan sekolah lain sejak kemarin.
Joni menanggapi dengan menyebutkan nama sekolah itu. Alangkah kagetnya Jaka saat yang menjadi musuhnya adalah siswa dari sekolah Arum.
Jaka sesaat terdiam. Otaknya seperti terkena granat dan meledak seketika. Jaka bingung. Tidak mungkin dia membuat masalah dengan siswa di sekolah Arum. Jika Arum tahu pasti dia tidak akan mau lagi bertemu dengannya.
"Bos, kita samperin saja di sekolahnya." Joni usul.
Jaka terdiam mematung. Pikirannya mulai terguncang antara jawaban ya dan tidak.
"Jangan dulu. Kita cari cara lain. Bahaya jika kita datang ke rumah musuh." balas Jaka mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Joni curiga. Sangat tidak biasa Jaka menolak untuk mendatangi musuhnya. Biasanya dialah yang paling semangat untuk memberikan serangan balasan. Kini Jaka sangat berbeda dari sebelumnya.
"Apa bos yang kita tunggu. Gak perlu pikir panjang. Mereka sudah banyak melukai anggota kita." seru salah satu anggotanya.
Jaka berteriak dalam hati. Dia berkata "ini gila gak mungkin aku kesana."
Semua anggotanya mendesak. Pada akhirnya Jaka memilih mengiyakan. Dia masih memilih loyalitas bersama komunitasnya daripada memilih untuk bersembunyi dari kenyataan hatinya. Hari itu teman-temannya telah membuatnya berperang dengan hatinya sendiri. Rasa gelisah dan tidak nyaman mulai bersahut-sahutan membuat teriakan keras di kepalanya. Meski berat dia memilih berangkat menyerang siswa sekolah Arum.
Saat jam sekolah selesai. Mereka bergegas mendatangi tempat dimana Arum bersekolah disana. Dengan perasaan ragu, Jaka tetap berangkat ke sana.
Sesampainya di depan sekolah Arum. Semua anggota berjajar bersiap untuk tempur. Semua anggota masih memakai seragam lengkap putih abu-abu dan juga Jaka sebagai pemimpinnya. Jaka terus memilih bersembunyi di balik tubuh anggotanya dengan berpura-pura membuat strategi penyerangan dan mewaspadai sekitar.
Berselang kemudian musuh yang sudah ditunggu selama beberapa menit keluar. Sesaat semua anggota menyerang.
Beberapa murid perempuan yang terkejut lari berhamburan. Jaka ada di tengah-tengah pertempuran berharap jika dia tidak akan bertemu Arum.
Saat sedang ramai-ramainya. Sesuatu yang Jaka takutkan terjadi. Arum keluar dengan wajah panik dan ketakutan. Dia yang tidak tahu akan terjadi hal tersebut lari bingung sampai dia jatuh di kerumunan perkelahian.
Melihat itu. Jaka berlari seketika. Topi yang menutupi wajahnya dia copot. Dari sisi belakang Jaka memeluk tubuh Arum dan menutupi kepala Arum dengan topinya sampai mata arum tak bisa melihat siapa dia. Jaka bergegas cepat membawa Arum pergi. Arum hanya mengikuti langkahnya tanpa bisa melihat wajah jaka.
Jaka membawa Arum sampai keluar dari kerumunan itu. Dan berhenti di sebuah pohon besar yang menutupi mereka berdua. Jaka sesaat melihat wajah separuh dari Arum. Mereka berdua saling berhadapan. Namun, kediaman Jaka tak bisa membuat Arum tahu siapa cowok yang ada di depannya.
"Kau siapa?" Arum mencoba bertanya dengan mata tertutup topi.
Jaka terus diam. Jantungnya sesaat menderu dengan kencangnya. Nafasnya mulai memburu sesaat menatap wajah Arum. Dia merasa menjadi cowok tak berguna yang sudah hampir mencelakai cewek yang dia taksir.
"Terima kasih." ujar Arum seraya mencoba meraba dada Jaka.
Mendapat rabaan dari tangan Arum. Jaka semakin merasakan darahnya mengalir dengan cepat. Dia memandang tangan Arum yang menyentuh dadanya. Jaka mulai memegang tangan Arum dan menjauhkannya dari tubuhnya. Jaka tetap menahan sisi tangan yang lain di atas kepala Arum agar topi itu tidak terbuka.
Hanya hitungan detik. Jaka berlari dan Arum tidak tahu siapa cowok yang sudah menolongnya keluar dari kerumunan itu.
Arum hanya bisa mengenali sisa aroma parfum yang menguar di udara. Perlahan dia mencoba mengingat aroma yang pernah dia kenali itu.
Namun, Arum kembali tidak peduli. Banyak cowok yang menggunakan parfum yang sama. Sementara jaka masih bersembunyi untuk memastikan Arum sudah benar-benar pergi. Lalu saat Arum terlihat sudah meninggalkan tempat itu. Jaka mulai beraksi bertarung keras seperti singa di hutan rimba yang lapar akan pertarungan.