Perlahan matahari terbenam di ufuk barat. Meninggalkan jejak-jejak jingga di bagian langit biru. Semua orang berlalu lalang untuk pulang dan segera sampai rumah. Namun, Arum masih saja bekerja demi meraup uang untuk menghidupi keluarganya.
Di bagian lain. Jaka, si cowok remaja yang hidup berkecukupan itu selalu membuat onar dan masalah untuk dirinya sendiri. Ibu Indri sebagai orang tuanya sudah tidak sanggup lagi mengendalikan kenakalan putranya. Hanya sebuah doa yang terpanjat dan juga nasehat-nasehat yang terlontar dari bibirnya berharap bisa merubah sikap Jaka. Akbar apa lagi. Dia selalu asyik dengan dunianya sendiri tanpa mengerti ibunya sungguh merindukannya yang tak pernah pulang kerumah.
Sebrutal apapun Jaka. Dia tetap selalu memprioritaskan ibunya. Itulah Jaka, cowok berandalan yang masih punya hati.
Menjelang sore. Jaka dan juga teman-temannya berkumpul di pinggiran kota. Mereka berencana melakukan serangan pada siswa SMA lain. Sekitar 20 orang telah berkumpul menunggu musuh mereka datang. Jaka dan Joni berada di depan. Sedangkan seluruh motor di parkirkan di pinggir jalan.
Semua orang yang lewat kembali memutar arah. Mereka takut perkelahian itu akan melukai mereka. Beberapa angkot pun juga kembali memutar arah.
Geng Jaka cukup terkenal di kota malang. Geng pembuat onar. Pada tahun krisis moneter itu. Polisi tak lagi memandang keonaran yang dibuat anak-anak remaja. Mereka lebih fokus dengan keonaran yang dibuat mahasiswa di seluruh kota. Bahkan keonaran yang dibuat jaka beserta gengnya sering luput dari sorotan polisi.
"Bos, Nanti kita habisi langsung ketuanya." kata Joni.
"Dia lawanku," balas Jaka dingin.
"Jam berapa ini?" Joni bertanya pada anggota yang lain.
Begitu noraknya. Joni sebagai asisten bos geng tidak memiliki jam tangan.
"Jam 6 Jon," teriak salah satu anggotanya.
"Jam segini, kenapa mereka belum muncul. Dasar banci," celetuk Joni.
"Tunggu saja," tanggap Jaka.
Mereka terus menunggu sampai pukul 7 malam. Mereka sudah mulai jenuh. Menganggap musuhnya tak berani menghadapi mereka.
Saat itu. Arum sedang perjalanan pulang menaiki angkot jurusan malang kota lama. Bersama beberapa penumpang yang lain sekitar 6 orang di dalamnya.
Mereka saling berbincang soal krisis moneter tahun itu.
"Di mana-mana onar. Mahasiswa banyak yang mati. Keonaran anak-anak muda lolos dari sorotan polisi. Mau jadi apa negeri ini." celetuk salah seorang penumpang laki-laki disamping Arum.
"Adek masih SMA?" tanya penumpang laki-laki itu.
Arum mengangguk.
"Kamu jadi anak SMA jangan ikut-ikutan remaja yang selalu bikin onar. Anak SMA sekarang benar-benar rusak."
Arum tersenyum saja mendengar itu.
"Kamu malam-malam begini kenapa baru pulang. Masih pakai seragam pula." tanyanya lagi.
"Saya kerja pak seusai pulang sekolah."
Laki-laki itu menggeleng-geleng.
"Kamu masih muda tapi sudah mau bersusah payah. Kerja apa?"
"Jadi guru les pak," jawab Arum tegas.
"Ini, contoh remaja yang baik. Mampu menjadi pengaruh baik untuk orang lain. Semangat dek," pria itu tersenyum.
Saat obrolan sedang terjadi. Tiba-tiba angkot berhenti mendadak. Semua orang panik melihat keramaian di tengah jalan. Terlihat anak-anak SMA sedang tawuran.
Semua penumpang memilih turun dan lari daripada kena amukan anak-anak SMA yang brutal itu.
"Dek lari," kata penumpang laki-laki itu.
Clarrrr....
Lemparan batu melesat depat di depan Arum. Kaca itu pecah saat Arum belum sempat keluar. Sopir sudah berlari keluar dari angkot. Hanya arum yang masih tertinggal dan berusaha lari.
Arum meringkuk takut berada dalam keramaian itu. Kerusuhan dimana-mana. Anak remaja lempar batu sana sini, berkelahi saling memukul dan menendang. Arum terus terdiam di pinggiran angkot jongkok dan memeluk lututnya.
Dia bergetar takut.
Di seberang jalan. Jaka melihat Arum yang kekuar dari angkot dan meringkuk takut. Saat itu Jaka sedang berkelahi dengan ketua geng lain. Sekejap Jaka berlari menuju Arum. Dia ingin menolong Arum dari amukan para dua anggota geng yang berkelahi sembarangan.
"Arum," Jaka memegang pundak Arum.
Arum mendongak melihat Jaka.
"Ikut aku," kata Jaka.
Tangan Jaka menarik tangan Arum. Tubuh Arum di tutupi jaket jeans miliknya agar tidak terkena lemparan batu secara langsung. Mereka berlari keluar menerobos keributan yang ada. Joni, melihat Jaka yang sedang berlari merangkul seseorang yang di kerubuti jaket jeans milik Jaka. Joni, sempat ingin mengejar Jaka namun dia terhantam keras di tubuhnya hingga dia tersuruk ketanah.
Saat berada di sebuah bangunan toko. Jaka meminta Arum bersembunyi. Salah satu anggota musuh geng lain itu berlari hendak menyerang Jaka.
"Arum sembunyi," seru Jaka.
Prak....jaka terkena pukulan kayu di punggungnya.
Jaka berang. Dia merebut kayu itu dan membalas memukul musuhnya bertubi-tubi. Musuh jaka masih kuat. Dia melayangkan pukulan tepat di bibirnya hingga merobek bibir Jaka dan mengucurkan darah segar dari mulutnya.
Jaka terus membalas satu pukulan musuhnya dengan pukulan lain yang berkali-kali. Hingga musuhnya terjatuh dan tidak sanggup lagi berdiri.
"Ayo Arum, pergi." Jaka menarik tangan Arum.
Mereka berdua lari keluar dari kerumunan keributan di jalan itu. Akhirnya Jaka mengantarkan Arum pulang sampai di sebuah gang.
"Jak, makasih sudah nolongin aku." kata Arum.
"Gak masalah. Sudah seharusnya."
"Kamu kenapa ada di sana?"
Jaka mulai gelagapan. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa yang membuat keributan adalah geng miliknya.
"Em...t-tadi gak sengaja lewat aja," jawabnya agak terpatah-patah.
"Bibirmu, berdarah." Arum melihat ke wajah Jaka yang tampak memar-memar.
"Biarkan saja," balas Jaka.
Arum menyodorkan sapu tangan miliknya untuk Jaka.
"Bersihkan darah itu," perintah Arum.
Jaka hanya menerima sapu tangan itu dan menggenggam dalam tangannya.
"Aku pergi dulu," Arum mulai masuk ke dalam gang menuju rumahnya.
Entah mengapa. Jaka senang bertemu dengan Arum meski dalam keadaan yang tidak tepat.
Hatinya mulai merasakan gelenyar bahagia yang merayapi seluruh tubuhnya. Sel-sel darahnya yang memanas di ubun-ubun sekejap berubah menjadi sejuk. Hatinya kini mengajaknya berdamai. Matanya yang setajam belati itu terus memandangi arum yang mulai hilang di telan jarak.
"Arum," katanya lirih. Lalu Jaka berbalik dan pergi.