Bulan maret ada lomba melukis untuk seluruh pelajar se malang. Jaka mendapat kehormatan untuk mewakili SMAnya. Dia berangkat ke lapangan rampal milik TNI AD. Lapangan tersebut sangat luas. Banyak event yang dilaksanakan di tempat tersebut setiap tahunnya. Bersama beberapa gurunya Jaka berangkat mengikuti lomba melukis.
Lapangan sangat ramai. Terlihat banyak orang berlalu lalang di antara para peserta yang sedang melukis. Jaka saat itu berencana melukis alam. Biasanya Jaka memang sangat suka dengan pemandangan alam. Baginya deskripsi alam selalu membawa ketenangan bagi setiap orang yang melihatnya.
Entah mengapa. Bayangannya beralih, dia mulai mengingat sedikit demi sedikit wajah yang di lihatnya dalam keadaan remang itu. Perlahan-lahan Jaka menggoreskan perlahan mulai dari mata, alis, hidung, bibir. Guru pembimbing yang mengawasinya heran. Dia terus melihat apa yang akan digambar Jaka.
"Gadis," kata gurunya.
Jaka menoleh.
"Siapa gadis itu? Semua orang menggambar alam, gunung, lautan, atau bahkan gambar abstrak. Tapi kamu menggambar seorang gadis SMA. Emm... Jaka tak kusangka kau diam-diam punya hati juga sama cewek. Ku kira kau hanya ahli berkelahi." gurunya berseloroh.
Jaka hanya melirik gurunya dengan tatapan dingin.
"Siapa dia?" gurunya masih penasaran. Memang tidak biasa Jaka si anak pembuat onar itu tampak menyukai gadis.
"Saya juga tak tahu pak."
"Alamak....tak mungkin lah kau tak tahu."
Jaka diam saja.
"Kau ngayal dari mana cewek secantik itu. Aduh Jaka... Kau ada-ada saja. Jujur saja jak, bapak juga pernah suka sama anak gadis orang. Biasa lah masa remaja jak yang penting gak di bawa serius. SMA itu jak, masa-masa paling indah. Kau jangan berkelahi mulu, cari pengalaman lain. Pacaran kek, apa lah terserah kau."
Jaka tersenyum tipis. "Bukannya pacaran di larang pak. Bapak kok malah ngajarin saya pacaran," Jaka menanggapi.
"Y-ya... Iya sih. Kau kan manusia. Normal jak, kalau kau suka sama lawan jenis. Ya sudah selesaikan lukisanmu." Guru itu menepuk pundak Jaka lalu pergi meninggalkan Jaka.
Lomba melukis berjalan sekitar satu jam. Seluruh siswa yang mengikuti seni lukis itu saling melihat lukisan satu sama lain selama juri menilai hasi lukisan peserta. Jaka terus berjalan mengelilingi sekitar. Dia melihat banyak lukisan-lukisan indah yang digoreskan oleh tangan-tangan anak remaja seusianya.
Jaka sudah mulai merasa lelah. Dia mencoba kembali ke tempatnya. Untuk sekedar duduk dan melemaskan kakinya.
Saat tiba di depan lukisannya. Ada seorang gadis memakai jaket kuning memandangi lukisan karyanya. Jaka penasaran. Dia mendekati gadis itu. Gadis itu terkejut saat tahu Jaka sudah ada disampingnya.
"Kamu kenal dia?" tanya gadis itu.
"Entahlah. Aku tidak tahu namanya. Tapi aku pernah melihatnya."
"Aku pikir. Dia cewekmu."
"Bukan."
"Jika gak kenal kenapa kamu bisa melukisnya?" tanyanya lagi.
"Ada apa memangnya. Aku hanya ingin melukisnya saja."
"Masalahnya. Dia temanku,"
Mendengar itu. Jaka terkejut.
"Dimana dia. Aku ingin bertemu denganya."
Gadis itu membimbing Jaka untuk bertemu dengan cewek yang di carinya itu.
Jaka terus berjalan mengikuti langkah gadis berjaket kuning itu. Berjalan memecah kerumunan. Entah mengapa tiba-tiba deru jantung Jaka berbeda. Dia merasakan debar tak beraturan. Meski dia belum mengenal cewek itu. Dia sudah sejak lama memikirkannya.
Entah karena hanya ingin mengucapkan terimakasih atau mungkin dia merasa ada sesuatu yang lebih saat pertama kali melihat cewek itu meski dalam matanya yang meremang.
Setibanya di sebuah lukisan. Tidak ada siapapun disana.
"Mana?" Jaka bertanya.
"Tadi dia di sini," gadis itu menoleh kesana ke mari.
"Itu lukisannya?"
Jaka melihat di ujung lukisan bertanda nama ARUM SEKAR. Jaka tersenyum, dia manggut-manggut. Dia sudah tahu namanya.
"Ayo ikut aku," gadis jaket kuning itu mengajak Jaka.
Jaka terus mengikutinya. Tiba di sebuah pohon besar. Arum yang sedang di carinya sedang bertikai dengan seorang remaja SMA laki-laki. Entah karena apa remaja laki-laki itu menampar Arum.
Ceplak....
Melihat itu. Jaka berlari. Sekejap hanya hitungan detik dia meraih kerah remaja laki-laki itu lalu memukulnya.
"Kau jangan kasar sama cewek," Jaka berseru kencang.
"Siapa kau. Jangan ikut campur urusan ku."
"Aku memang bukan siapa-siapa dia. Tapi, aku gak suka lihat cowok kasar sama cewek. Kau banci apa laki. Hadapi aku kalo emang laki."
Sekejap laki-laki remaja itu hendak memukul Jaka. Tapi, sial... Jaka bisa berkelit dan membalas pukulan laki-laki remaja itu. Secara Jaka pemimpin gengster terkenal di kota malang. Hanya hitungan menit dia bisa melumpuhkan laki-laki remaja itu dan membuatnya lari terbirit-birit.
Jaka mendekati Arum.
"Kamu gak apa-apa?" tanyanya.
"Kamu siapa?" tanya Arum yang lupa dengan Jaka.
"Aku cowok yang kamu tolong waktu di angkot. Kamu Arum kan?"
Arum terdiam. Mencoba mengingatnya. Bola matanya berputar keatas seolah berusaha keras mengingatnya.
"Oh... Kamu cowok yang babak belur itu."
Jaka tersenyum simpul.
"Ada apa mencariku?" imbuhnya lagi.
"Emm...hanya sekedar mengucapkan terima kasih." kata Jaka gelagapan. "Perkenalkan. Aku Jaka."
"Yang jelas kamu sudah tahu namaku. Terimakasih tadi sudah menolongku juga." ujar Arum.
"Laki-laki seperti dia memang harus dikasih pelajaran." kata Jaka penuh wibawa.
Sejak saat itu. Mereka mulai mengobrol panjang lebar di bawah pohon tembesi yang menjulang tinggi dengan gagahnya. Sinar mentari yang terik seolah tak bisa mengusik keasyikan dua remaja yang baru saling mengenal itu.
Jaka mulai tahu rasanya mengenal gadis. Berbicara empat mata dengannya. Merasakan deru jantung yang tidak normal dan juga melihat senyum tulus dari seorang gadis.