Read More >>"> Pangeran Benawa (Penaklukan Panarukan 10) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pangeran Benawa
MENU
About Us  

Tiba-tiba selapis kabut tipis menyelimuti lingkungan rumah yang terletak di sebelah timur alun-alun Pajang. Lapisan itu semakin tebal sampai menyulitkan seseorang untuk melihat telapak tangannya sendiri. Dinding rumah Pangeran Parikesit tergetar halus ketika kabut mulai menyentuh dinding yang tersusun dari batu. Dalam pada itu, Pangeran Parikesit yang berada di dalam rumah menyadari kejanggalan yang terjadi di halaman rumahnya. Ia memusatkan budi dan rasanya untuk meningkatkan ketajaman pendengarannya.

“Tentu orang yang melepaskan tenaga inti ini adalah orang yang berilmu sangat tinggi,” desis Pangeran Parikesit dalam hatinya. Ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ruang depan. Kedua telapak tangannya menempel pada daun pintu yang terbuat dari kayu jati yang sangat kokoh.

“Luar biasa!” bisiknya dalam hati ketika kedua telapak tangannya merasakan getaran dahsyat yang terpancar keluar dari tamu yang tidak diundang. Pintu pun dibukanya dengan perlahan. Tanpa mengeluarkan suara, bibir Pangeran Parikesit bergerak-gerak seperti mengatakan sesuatu.

“Angger Kebo Kenanga, marilah masuk ke dalam rumah,” suara Pangeran Parikesit jelas terdengar di kedua telinga orang yang dipanggil sebagai Kebo Kenanga.

“Paman memang mengagumkan! Suaramu mampu menembus kepekatan kabut yang aku selimutkan di sekitar tempat ini,” sebelum suara itu hilang tertelan kabut, mendadak seseorang telah berdiri tegak berhadapan dengan Pangeran Parikesit yang berada di tengah-tengah pintu yang terbuka lebar.

Ilmu Kebo Kenanga yang demikian tinggi mampu membuat rumah dan pekarangan luas milik Pangeran Parikesit diselimuti kabut yang sangat tebal. Suara kentongan prajurit peronda Pajang pun tidak mampu menembus hingga ke dalam rumah, lagipula sangat sulit bagi mata biasa untuk memandang apa yang sedang terjadi di halaman rumah Pangeran Parikesit.Tebalnya kabut di lingkungan rumah Pangeran Parikesit telah membuatnya menjadi janggal meski Pajang saat itu telah tertutup kabut beberapa lama setelah matahari tenggelam. Kejanggalan itu menarik perhatian seorang peronda untuk memeriksa lebih dekat. Akan tetapi saat ia mencoba melangkah memasuki regol halaman, tubuhnya seperti tertahan dinding yang kasat mata.

“Benda apakah ini?” seru peronda itu. seorang kawannya berlari mendekat lalu mencoba menyentuh kepulan putih yang berarak perlahan di depan matanya.

“Aneh! Ini adalah kabut tetapi mengapa menjadi keras?” seru kawannya keheranan. Setengah tidak percaya ia kembali mencoba memegang arak-arakan asap putih itu akan tetapi ia masih menjumpai kejadian yang sama. Asap putih itu selalu menjadi keras dan sulit ditembus dengan tenaga biasa.

“Ah sudahlah!” kata peronda pertama. Ia mengusap-usap matanya kemudian berkata lagi,”Bukankah ini rumah Pangeran Parikesit?”

“Benar,” jawab kawannya. Keduanya saling memandang kemudian berjalan menjauhi seorang tokoh sepuh yang mempunyai pengaruh besar di Kadipaten Pajang.

Dalam pada itu, Ki Kebo Kenanga berkata,”Keadaan Paman telah membuatku bersyukur. Paman telah  melewati masa yang panjang tanpa memaksa diri untuk memberi warna yang lain bagi kadipaten ini. Sementara aku sendiri harus bersembunyi dalam seseorang yang bernama Ki Buyut Mimbasara.” Ki Kebo Kenanga melangkah sedikit lebih mendekati Pangeran Parikesit. Sambil memegang kedua lengan kerabatnya yang berusia lebih banyak darinya, ia berkata lagi,”Penyangga langit Demak mungkin akan segera runtuh dan aliran sungai sudah tak sederas beberapa tahun yang lalu.” Ki Kebo Kenanga menundukkan wajahnya dan menarik nafas dalam-dalam.

“Seseorang telah melepaskan tenaga inti yang sangat hebat,” bisik Pangeran Parikesit.

Ki Buyut Mimbasara atau Ki Kebo Kenanga mengangkat wajahnya kemudian mengangguk. Ia menggeser tubuhnya dan keduanya kini menghadap arah regol halaman. Sebenarnyalah Pangeran Parikesit dan Ki Kebo Kenanga sama-sama merasakan hawa yang terpancar dari tenaga inti yang dilepaskan oleh seseorang. Selimut kabut bergoyang-goyang namun tidak tersibak dan tidak terpencar.

Kini mereka berdua seakan-akan merasakan kehadiran orang ketiga yang sedang berbicara di depan mereka,”Kakang Kebo Kenanga mengapa begitu tega meninggalkanku untuk bertemu dengan Paman Parikesit?”

Tanpa sadar keduanya saling memandang dan mengembangkan senyum. Lalu tiba-tiba saja sebuah bayangan berkelabat cepat dan hadir di hadapan mereka berdua.

“Kakang Getas Pendawa!” Ki Kebo Kenanga berseru pelan. Sementara Pangeran Parikesit menyambutnya dengan kedua uluran tangan. Lalu kata Pangeran Parikesit,”Marilah, kita lanjutkan di dalam. Kedatangan Angger Getas Pendawa dalam pertemuan malam ini  mungkin dapat memperkuat langit Demak yang akan runtuh.”

Maka sejenak kemudian ketiga orang yang berusia lebih dari separuh abad itu melangkah ke bagian dalam rumah Pangeran Parikesit.

“Marilah, Angger berdua silahkan menikmati suasana bagian dalam dan anggap saja rumah kalian sendiri. Aku akan minta Sarkam menyiapkan minuman hangat,” kata Pangeran Parikesit yang kemudian berjalan menuju bilik yang terletak di dekat pintu yang menghubungkan bagian tengah dengan pakiwan.

Ki Getas Pendawa dan Ki Kebo Kenanga segera menempatkan diri di atas sebuah tikar pandan berwana hijau muda yang tergelar di sudut ruangan. Sejenak mereka melihat-lihat dinding yang mengelilingi mereka. Tanpa mereka sadari keduanya menaruh perhatian lebih lama pada bunga wijayakusuma yang dilukis pada selembar kulit kerbau yang cukup lebar tergelar. Keadaan di bagian tengah rumah Pangeran Parikesit pun menjadi hening.

“Kakang, tadi aku sempatkan melihat Angger Jaka Wening yang lelap dalam tidurnya,” berkata Ki Getas Pendawa manggut-manggut.

“Apakah itu berarti Kakang Getas Pendawa singgah di padepokan?” Ki Kebo Kenanga bertanya dengan nada heran. Pangeran Parikesit yang telah duduk diantara mereka pun tersenyum sambil membayangkan apa yang terjadi ketika Ki Getas Pendawa menengok Jaka Wening.

Seraya menarik nafas dalam-dalam, Pangeran Parikesit memandang kedua orang didepannya. Lalu,”Bagaimana pendapat kalian?”

Ki Kebo Kenanga menyahut,”Jaka Wening dapat dibebani tanggung jawab besar. Meski begitu, aku tidak ingin membawanya ke dalam lingkaran yang telah dibuat oleh Angger Sultan Trenggana.”

“Jaka Wening,” kata Pangeran Parikesit sambil memijat keningnya. Ia berkata lagi,”Aku belum melihatnya beberapa pekan terakhir. Apakah Angger Kebo Kenanga telah menunjukkan dasar-dasar dari ilmu Cambuk Seketi?”

Ki Kebo Kenanga yang biasa dipanggil dengan nama Ki Buyut Mimbasara oleh Jaka Wening kini menggelengkan kepala.

Ki Getas Pendawa melirik Pangeran Parikesit dan berkata,“Paman, aku kira Kakang Kebo Kenangan akan membebaskan Jaka Wening untuk menentukan garis ilmu yang akan ia pelajari.” Ki Getas Pendawa termenung sejenak, lalu ia berkata,”Aku mengatakan itu karena aku pernah beberapa pekan lamanya tinggal bersama mereka di padepokan. Dan pengamatan yang aku lakukan memberi hasil yang sepertinya berbeda dari apa yang diharapkan oleh Angger Adipati pada putranya itu. Kita bertiga telah mengerti jika Sutawijaya adalah saudara angkat  Jaka Wening. Sebagian kecil dari diri kita mungkin ada keinginan untuk membandingkan mereka berdua. Untuk itulah aku katakan sekarang apabila Jaka Wening mempunyai minat yang berbeda dengan Sutawijaya.”

Ki Buyut Mimbasara menatap lekat wajah Ki Getas Pandawa. Kedua sesepuh Pajang ini mempunyai usia yang tidak jauh selisihnya namun keduanya sama-sama menggunakan panggilan kakang karena saling menghormati setiap apa yang ada dalam diri mereka. Ki Buyut Mimbasara kemudian menarik nafas panjang kemudian katanya,”Dulu kita pernah mempelajari ilmu Jendra Bhirawa, akan tetapi tidak seorang pun dari kita berdua yang mendalaminya dengan sungguh-sungguh. Dan perkembangan terakhir adalah Jaka Wening secara diam-diam telah mendalaminya.”

“Apakah Kakang mengetahuinya?” tanya Ki Getas Pendawa.

“Aku mengetahuinya, Kakang. Jaka Wening berlatih Jendra Bhirawa di hadapanku akan tetapi ia sama sekali tidak pernah bertanya tentang ilmu itu atau berkeluh kesah tentang kesulitan yang ia temui ketika mempelajarinya,” Ki Buyut Mimbasa memberi penjelasan.

“Ia mempelajarinya dalam usia belia, dan apakah Angger Kebo Kenanga mendapati kesalahan Jaka Wening saat berlatih Jendra Bhirawa?” Pangeran Parikesit bertanya sambil mempersilahkan kedua tamunya untuk menikmati wedang jahe dan rebusan ubi yang tersaji di atas tikar.

“Aku belum menemukan kesalahan anak itu, Paman,” jawab Ki Kebo Kenanga.

“Sebaiknya Kakang lebih memberi perhatian pada anak itu dalam ilmu Jendra Bhirawa,” saran Ki Getas Pendawa.

Ki Kebo Kenangan mengangguk pelan kemudian,”Ilmu Jendra Bhirawa mempunyai usia dan jalur yang lebih tua jika dibandingkan dengan Cambuk Seketi. Ilmu ini juga mempengaruhi gejolak jiwa orang yang mempelajarinya. Jendra Bhirawa lebih tepat jika dikatakan sebagai ilmu yang luwes karena ia dapat memperkaya ilmu dari jalur lain, akan tetapi tidak mudah memasukkan unsur baru dalam sela-sela yag mungkin kita anggap sebagai kelemahan Jendra Bhirawa.”

“Aku sependapat denganmu, Angger Kebo Kenanga,” berkata Pangeran Parikesit. Untuk beberapa lama ia terdiam dan menatap wajah kedua orang yang disegani oleh Adipati Hadiwijaya. Berulang kali ia menarik nafas dalam-dalam. Ki Getas Pendawa menyadari keadaan yang dialami oleh Pangeran Parikesit, ia mengerling pada Ki Kebo Kenanga seakan-akan meminta persetujuan dari guru Jaka Wening. Ki Buyut Mimbasara mengedipkan mata lalu berkata dengan penuh keseganan,”Paman, apakah Paman telah mendengar rencana Sultan Trenggana?”

Pangeran Parikesit memejamkan mata dan menyandarkan punggungnya. Ia mendesah pelan,”Aku telah mendengarnya.” Kemudian ia terdiam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    nice story broh. ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Penaklukan Panarukan 1
Similar Tags
Sendiri
411      270     1     
Short Story
Sendiri itu menyenangkan
Pesona Hujan
918      489     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
Bertemu di Akad
3330      938     1     
Romance
Saat giliran kami berfoto bersama, aku berlari menuju fotografer untuk meminta tolong mendokumentasikan dengan menggunakan kameraku sendiri. Lalu aku kembali ke barisan mahasiswa Teknik Lingkungan yang siap untuk difoto, aku bingung berdiri dimana. Akhirnya kuputuskan berdiri di paling ujung barisan depan sebelah kanan. Lalu ada sosok laki-laki berdiri di sebelahku yang membuatnya menjadi paling ...
Popo Radio
9176      1819     19     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.
Melankolis
2746      1011     3     
Romance
"Aku lelah, aku menyerah. Biarkan semua berjalan seperti seharusnya, tanpa hembusan angin pengharapan." Faradillah. "Jalan ini masih terasa berat, terasa panjang. Tenangkan nafsu. Masalah akan berlalu, jalan perjuangan ini tak henti hentinya melelahkan, Percayalah, kan selalu ada kesejukan di saat gemuruh air hujan Jangan menyerah. Tekadmu kan mengubah kekhawatiranmu." ...
November Night
335      234     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
CINTA DALAM DOA
2108      841     2     
Romance
Dan biarlah setiap doa doaku memenuhi dunia langit. Sebab ku percaya jika satu per satu dari doa itu akan turun menjadi nyata sesungguhnya
Bintang Biru
2455      872     1     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Masalah Sejuta Umat
1547      666     2     
Humor
Segelintir cerita yang mungkin mewakili perasaan banyak umat di muka bumi. Jangan di bawa serius! hanya berbagi pengalaman dari generasi yang (pernah) galau . Beragam pengalaman menarik kehidupan seorang pemuda pekerja di dunia nyata. Di bumbui sedikit kisah romantis dalam drama dunia kerjanya. Selamat menikmati kegalauan! 😊
Somehow 1949
8265      2011     2     
Fantasy
Selama ini Geo hidup di sekitar orang-orang yang sangat menghormati sejarah. Bahkan ayahnya merupakan seorang ketua RT yang terpandang dan sering terlibat dalam setiap acara perayaan di hari bersejarah. Geo tidak pernah antusias dengan semua perayaan itu. Hingga suatu kali ayahnya menjadi koordinator untuk sebuah perayaan -Serangan Umum dan memaksa Geo untuk ikut terlibat. Tak sanggup lagi, G...