Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pangeran Benawa
MENU
About Us  

Sepeninggal Ki Patih Kusumanegara dan Ki Tumenggung Wilaguna, Sultan Trenggana memanggil pemimpin yang secara khusus membawahi para petugas sandi, Ki Tumenggung Suradilaga. Sejenak kemudian seorang lelaki yang bermata tajam dan berusia sama dengannya telah berdiri di hadapannya.

“Sebelum aku mengatakan apa yang akan menjadi tanggung jawabmu, katakan apa yang kau ketahui mengenai keadaan menuju Pajang, Ki Tumenggung Suradilaga,” berkata Sultan Trenggana.

Ki Suradilaga sejenak mengatur diri, kemudian ia menjawab,” jalan-jalan dan keadaan di sekitarnya tidak berbahaya. Itu adalah keterangan dari petugas sandi yang aku kumpulkan.” Ia terdiam sejenak. Lalu berkata selanjutnya,” meskipun para petugas sandi menyampaikan seperti itu, aku belum sepenuhnya dapat meyakini kebenaran keterangan mereka.”

“Apa yang terjadi dalam pasukan sandi yang kau pimpin?”

“Tidak ada, Kanjeng Sultan.”

“Lalu mengapa kau berkata tidak dapat meyakini kebenaran keterangan-keterangan dari petugasmu?” dahi Sultan Trenggana berkerut. Ia mengubah letak duduknya lalu berkata,” baiklah. Kita letakkan keraguanmu itu dalam lingkup yang lebih luas supaya aku dapat mengerti dari sudut pandang yang lain.”

Ki Tumenggung Suradilaga menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya,” memang seperti itulah yang mereka katakan padaku. Dan sebagai pemimpin mereka, aku harus menerima laporan mereka. Akan tetapi, aku sendiri juga mempunyai cara lain yang dapat dijadikan sebagai pembanding setiap laporan yang tiba didepanku.”

Sultan Trenggana menangkap keraguan yang terpancar dari wajah Ki Tumenggung Suradilaga. Ia merenung sejenak kemudian berkata,” Ki Tumenggung, tidak ada salahnya bila kau katakan apa yang menjadi sebab keraguanmu. Dan aku yakin akan ada jalan keluar bila kau juga mengatakan laporan yang kau anggap sebagai pembanding.” Ia menarik nafas panjang. Dengan mata lurus menatap wajah Ki Suradilaga, Sultan Trenggana berkata lagi dengan tegas,” aku tidak meragukan kesetiaanmu. Atau mungkin justru kau telah mendapat informasi yang lebih penting?”

Jantung Ki Suradilaga berdentang lebih kencang dengan pertanyaan terakhir Sultan Trenggana. Sebenarnya ia memang telah mendengar satu dua rencana dari para petugas sandi. Akan tetapi, ia belum dapat melakukan tindakan penting karena keterangan itu, menurutnya, masih belum jelas tujuannya meskipun mulai mengguncang sendi-sendi tata keprajuritan.

“Kanjeng Sultan,” ia berkata kemudian. Agaknya Ki Tumenggung akan berkata dengan hati-hati agar Sultan Trenggana tidak salah memahami sehingga kemudian membuat keputusan yang salah. Ki Tumenggung melanjutkan,” aku mendapat keterangan yang berlainan dari para petugas sandi yang bertugas di setiap jengkal wilayah yang berada di antara Demak dan Pajang. Aku mendengar apabila ada satu atau dua pemimpin prajurit yang mempunyai keinginan yang berbeda dengan Kanjeng Sultan. Akan tetapi aku masih mendapat kesulitan untuk menembus dinding tebal yang berada di antara aku dan mereka. Sebenarnya aku telah menelusuri kebenaran berita itu sesaat setelah aku mendapat laporan. Dan sampai hari ini, aku harus mengakui jika mereka benar-benar mempunyai perhitungan yang masak pada setiap berita yang mereka hembuskan.”

Sulan Trenggana menyimaknya dengan dahi berkerut. Sesekali ia menarik nafas dalam-dalam. Sultan Trenggana masih meraba tentang sosok yang dimaksud oleh Ki Tumenggung Suradilaga.

Lalu Sultan Trenggana bertanya,” apa yang menjadi landasan pemikiranmu hingga menilai mereka sangat cakap dalam membuat perhitungan?”

“Saat ini, dalam pengamatanku, beberapa kelompok prajurit mulai mengalami gesekan-gesekan kecil. Maksudku adalah kelompok-kelompok prajurit sekarang tidak lagi mempunyai rasa kebersamaan dalam lapisan yang seperti dahulu atau beberapa bulan yang lalu,” Ki Tumenggung Suradilaga merasakan suaranya bergetar lain dari biasanya. Ada khawatir dalam hatinya jika keterangannya akan membuat Sultan Trenggana menjadi marah.

“Apakah mereka membuat kabar buruk tentang aku?”

“Tidak.”

“Apakah mereka menebar rasa takut pada rakyatku?”

“Tidak.”

“Lalu apa yang mereka katakan?”

“Mereka mengulang kata-kata Kanjeng Sultan tentang rencana penyerbuan ke wilaah timur. Lalu mereka menyertakan sejumlah pertanyaan yang sebenarnya sulit dijawab oleh para prajurit. Dan justru kesulitan untuk menjawab pertanyaan itulah yang membuat sendi keprajuritan menjadi retak. Beberapa lurah bahkan berani membantah perintah seorang rangga.”

Sultan Trenggana yang masih belum dapat menerima keterangan Ki Tumenggung Suradilaga kemudian bertanya,” bukankah aku telah katakan pada para pemimpin prajurit tentang alasan itu?”

“Benar. Kanjeng Sultan telah mengatakan itu pada kami semua.”

“Lalu mengapa para rangga dan tumenggung tidak menghukum mereka yang membangkang?”

“Kami bukan tidak berani menghukum mereka, Kanjeng Sultan,” Ki Suradilaga tidak meneruskan kata-katanya. Rasa bimbang menghampirinya.

“Katakan saja!”

Agak ragu-ragu Ki Tumenggung untuk berkata. Ia diam lalu membulatkan tekadnya sekalipun di kemudian hari sebagian pemimpin yang lain akan kecewa dengan sikapnya.

“Kanjeng Sultan, sebenarnya aku telah bersepakat dengan beberapa tumenggung untuk tidak mengatakan kabar tidak jelas itu di hadapanmu. Akan tetapi, sebagai pemimpin kami, Kanjeng Sultan juga berhak untuk mengetahui keadaan yang sedang berkembang,” desis Ki Tumenggung dalam hatinya.

“Katakan, Ki Suradilaga! Ki Tumenggung adalah seorang senapati yang dibanggakan para prajuritnya. Senapati telik sandi yang memiliki kecerdasan luar biasa. Seorang tumenggung yang akan mengorbankan apa saja demi kejayaan Demak,” tegas Sultan Trenggana berkata-kata. Sementara Ki Tumenggung Suradilaga membenamkan wajah dalam-dalam.

Kemudian Ki Suradilaga berkata,”Kanjeng Sultan, orang-orang ini telah menanyakan kesiapan Demak. Dan mengatakan pada para prajurit jika Demak sebenarnya tidak mempunyai persiapan dan kelengkapan yang dapat mengatasi kadipaten-kadipaten di daerah timur. Bahkan mereka mengatakan jika kemenangan Demak adalah pemberian dari para adipati untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Kata-kata mereka ini ternyata mampu mengusik nalar prajurit. Beberapa lurah bahkan berani untuk menolak perintah rangga untuk melakukan latihan gelar perang dan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan persiapan Kanjeng Sultan.”

“Lalu kalian membiarkan pembangkangan itu terjadi?”

“Demikianlah, Kanjeng Sultan. Ketika seorang lurah mendapat hukuman, sejumlah prajuritnya berani mengangkat senjata dan hampir saja terjadi pertempuran di barak yang terletak di Kedungjati. Para prajurit itu secara nyata menawan empat orang anak buahku. Pada saat prajurit yang dikirim oleh Ki Patih telah tiba disana, seorang penghubung mengatakan padaku apabila telah terjadi peristiwa serupa di barak yang lain,” Ki Suradilaga mengambil jeda sejenak. Ia kemudian meneruskan,” untuk itulah Ki Patih meminta kami semua untuk tidak mengatakan peristiwa-peristiwa itu pada Kanjeng Sultan hingga kami dapat mengungkap sosok yang berada di balik pembangkangan di dua barak itu.”

“Mengapa Paman Patih tidak mengatakannya padaku?” Sultan Trenggana bertanya-tanya dalam hatinya.

“Ki Patih Kusumanegara tidak ingin setiap persiapan ke Panarukan menjadi terganggu. Setiap benturan antar prajurit akan membuat mereka semakin lemah,” kata Ki Tumenggung Suradilaga.

“Baiklah, aku akan berbicara dengan Paman Patih mengenai peristiwa itu,” kata Sultan Trenggana kemudian. Dentang dalam dadanya yang berpacu cepat itu kini mulai agak mengendap. Tatap mata tajam seperti menyiratkan kemarahan yang mulai padam. Ia berkata lagi,” kini aku akan katakan padamu. Aku minta kau berangkat ke Pajang dan menemui Adipati Hadiwijaya. Bawalah pusaka Sabuk Inten sebagai pertanda jika aku datang secara pribadi. Sampaikan padanya, aku mengundangnya datang ke Demak.”

Rasa terkejut memenuhi dada Ki Tumenggung Suradilaga. Ia dapat menduga jika mengundang Adipati Pajang merupakan pertanda ada kejadian atau rencana penting yang akan dikemukakan Sultan Trenggana. Akan tetapi ia tidak menyangka akan dibekali pusaka keramat Kesultanan Demak Bintara, Keris Sabuk Inten.

“Kemarilah!” perintah Sultan Trenggana yang telah berdiri dan memegang Keris Sabuk Inten. Ki Tumenggung Suradilaga beringsut maju setapak demi setapak. Tangan Ki Tumenggung Suradilaga bergetar hebat saat menerima pusaka dari tangan Sultan Trenggana. Kening Ki Tumenggung sedikit mengembun saat ia menyimpan dengan hati-hati pusaka itu ke sebuah kantung kulit yang kemudian ia selempangkan di depan dada.

“Ki Tumenggung,” kata Sultan Trenggana penuh wibawa sesaat setelah kembali ke tempat duduknya,” bagaimana menurutmu jika aku meminta Pajang mengirim pasukan untuk bergabung dengan Demak?”

Ki Tumenggung Suradilaga tidak segera menjawab. Pikirannya masih dilintasi pertanyaan mengenai landasan Sultan Trenggana dengan memberinya pusaka keraton sebagai pertanda kehadirannya. Tentu saja Ki Suradilaga menjadi heran dan bertanya-tanya karena masih banyak pusaka yang sebenarnya dapat menjadi wakil kehadiran pemimpin Demak. Meski begitu, akhirnya Ki Tumenggung segera mengalihkan perhatiannya pada pertanyaan yang diajukan Sultan Trenggana.

“Adipati Pajang sudah barang tentu akan senang dapat membantu Demak. Sebagai seseorang ayng pernah menjadi lurah wiratamtama, tentu saja Kanjeng Adipati Pajang akan dapat membantu Kanjeng Sultan menyusun rencana penyerangan,” jawab Ki Tumenggung Suradilaga.

“Begitukah?”

Ki Tumenggung Suradilaga menganggukkan kepala. Ia seolah mengingatkan Sultan Trenggana tentang seorang lelaki yang mempunyai ketajaman nalar di atas rata-rata dan ilmu kanuragan yang mungkin berjarak satu dua lapis dari Sultan Trenggana sendiri.

Sultan Trenggana mengangguk-angguk kecil. Lalu katanya,” kau tidak dapat segera mencapai Pajang dalam waktu yang singkat. Aku juga memintamu untuk mengamati sambil mengembangkan penelusuran untuk membuka singkap yang menutupi orang-orang yang kau katakan telah menebar benih keraguan dalam hati prajurit-prajuritku. Dan dalam perjalanan menuju Pajang, aku minta kau juga menempatkan satu dua orang yang dapat mengawasi keadaan yang mungkin saja dapat berubah. Maksudku, orang-orang itu dapat saja mengikutimu kemudian menyergap Angger Mas Karebet dalam perjalanan menuju kemari.”

“Aku perhatikan itu, Kanjeng Sultan!” tegas Ki Tumenggung Suradilaga menanggapi permintaan Sultan Trenggana.

“Nah sekarang berangkatlah. Tidak boleh ada seorang pun yang tahu kepergianmu ke Pajang. Lalu kau tunjukkan pusaka itu apabila kau telah berada di hadapan Angger Mas Karebet,” kemudian Sultan Trenggana meminta Ki Suradilaga maju lebih dekat, lalu mengatakan beberapa patah kata dengan berbisik. Sesekali Ki Tumenggung terlihat menganggukkan kepala dengan kening berkerut. Beberapa lama kemudian Sultan Trenggana bangkit berdiri dan melangkah keluar ruangan diikuti Ki Tumenggung Suradilaga beberapa langkah dibelakangnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    nice story broh. ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Penaklukan Panarukan 1
Similar Tags
Renafkar
9562      1827     5     
Romance
Kisah seorang gadis dan seorang lelaki, yakni Rena dan Afkar yang sama-sama saling menyukai dalam diam sejak mereka pertama kali duduk di bangku SMA. Rena, gadis ini seringkali salah tingkah dan gampang baper oleh Afkar yang selalu mempermainkan hatinya dengan kalimat-kalimat puitis dan perlakuan-perlakuan tak biasa. Ternyata bener ya? Cewek tuh nggak pernah mau jujur sama perasaannya sendiri....
Kristalia
6766      1761     5     
Fantasy
Seorang dwarf bernama Melnar Blacksteel di kejar-kejar oleh beberapa pasukan kerajaan setelah ketahuan mencuri sebuah kristal dari bangsawan yang sedang mereka kawal. Melnar kemudian berlari ke dalam hutan Arcana, tempat dimana Rasiel Abraham sedang menikmati waktu luangnya. Di dalam hutan, mereka berdua saling bertemu. Melnar yang sedang dalam pelarian pun meminta bantuan Rasiel untuk menyembuny...
THE WAY FOR MY LOVE
478      369     2     
Romance
Switched A Live
3554      1392     3     
Fantasy
Kehidupanku ini tidak di inginkan oleh dunia. Lalu kenapa aku harus lahir dan hidup di dunia ini? apa alasannya hingga aku yang hidup ini menjalani kehidupan yang tidak ada satu orang pun membenarkan jika aku hidup. Malam itu, dimana aku mendapatkan kekerasan fisik dari ayah kandungku dan juga mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan dari ibu tiriku. Belum lagi seluruh makhluk di dunia ini m...
One Day.
544      365     1     
Short Story
It's all about One Day.
LANGIT
28072      4132     13     
Romance
'Seperti Langit yang selalu menjadi tempat bertenggernya Bulan.' Tentang gadis yang selalu ceria bernama Bulan, namun menyimpan sesuatu yang hitam di dalamnya. Hidup dalam keluarga yang berantakan bukanlah perkara mudah baginya untuk tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Seperti istilah yang menyatakan bahwa orang yang sering tertawalah yang banyak menyimpan luka. Bahkan, Langit pun ...
Wilted Flower
399      302     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
417      300     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4888      1806     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4325      1167     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...