Hari ini aku tidak langsung pulang ke rumah, Tasya mengajak ku jalan-jalan dulu. Lagi pula, jam-jam pulang sekolah aku sendirian di rumah. Bengong nggak jelas. Hari ini kami main-main ke panti asuhan deket rumah Tasya. Ya kami lumayan sering main-main kesana. Asyik sih banyak anak-anak gitu. Terkadang mereka punya banyak cerita yang bisa menguatkan ku untuk tetap menjalani kehidupan. Biasanya kalau aku dan Tasya kesitu, kami usahakan untuk bawa sedikit makanan agar bisa dimakan ramai-ramai. Disini aku bisa merasakan apa itu kebersamaan.
Entah kenapa, aku merasa nasib ku sama seperti mereka. Aku ditinggalkan ayah yang tidak tahu apa kabarnya sekarang dan aku punya bunda yang sangat sibuk akan pekerjaannya. Sungguh rasanya tidak enak, rasanya sepi dan hampa. Bayangkan saja kamu merindukan seseorang yang tidak tahu dimana rimbanya. Sakit, tetapi kau tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak pernah membeci mereka, yang bisa dilakukan seorang Adinda hanya terus berharap semoga semuanya kembali seperti dahulu.
Dulu aku pernah mencoba untuk mencari ayah. Tetapi usahaku belum membuahkan hasil. Aku tidak tahu pria itu bersembunyi dimana. Aku tidak tahu dia dengan siapa dan sedang berbuat apa. Seperti lagu Kangen Band saja. Bahkan sekarang, wajahnya mulai samar benakku. Mungkin suatu saat jika bertemu akan sukar mengenalinya.
Dari sekian banyak anak disini, kami paling akrab dengan anak perempuan bernama Dara. Tetapi kami biasa memanggilnya Dora. Karena rambutnya selalu saja pendek seperti sampai batas telinga bawah. Ia pun tidak keberatan jika aku dan Tasya memanggilnya begitu, katanya dia malas untuk mengikat rambut makanya selalu memangkas rambutnya pendek seperti Dora. Dora adalah anak yang sangat riang dan banyak bicara. Menurutku untuk anak seusianya dia adalah anak yang kritis dan tanggap. Dulu ia pernah bercerita kepada kami tentang sedikit masa lalunya. Jadi, ibu Dora bekerja sebagai tkw di luar negeri dan ayahnya hanya bekerja serabutan di Indonesia.
Namun pada saat Ibunya ingin pulang ke Indonesia, pesawat yang di tumpanginya mengalami kecelakaan. Dia tidak ingat tentang kejadian itu, karena masih berumah 1,5 tahun. Semenjak kejadian itu ayahnya seperti depresi dan mengalami gangguan jiwa. Akhirnya dora dititipkan kepada kakak dari ibunya. Namun karena terdesak ekonomi mereka hanya sanggup merawat Dora hingga umur 5 tahun. Pada akhirnya ia dititipkan ke panti asuhan ini. Begitulah kata pengurus disini. Dora tidak tahu apakah ayahnya masih hidup atau tidak sampai sekarang. Karena bibinya tidak pernah sekali pun menungunjunginya disini. Dulu dia pernah mengunjungi alamat bibinya, namun sepertinya mereka sudah pindah. Akhirnya Dora kehilangan jejak mereka. Kini ia tidak punya siapa-siapa lagi selain teman sepermainannya di panti.
“Kak Tasya! kak Dinda!” kami baru saja memasuki halaman panti, tetapi suara anak itu sudah menggelegar keseluruh penjuru memanggil nama kami berdua.
“Halooo Dora The Explorer” sahut Tasya. “Hei Dora, apakah sudah bertemu boots hahaha” aku ikut-ikutan menyambar juga.“Baru datang, udah ngejekin aku aja huuuu” cibir Dora hahaha.
“Oh iya kak, aku dapet hadiah baju baru loh! teman-teman yang lain juga” girang sekali wajahnya saat menceritakan tentang hal itu. Seperti mendapat harta karun. “Oh ya! Dari siapa? pacar kamu ya dor?hehehe” Tasya mulai menggoda anak kecil itu. “Hush! Kaka ini suka sembarangan, aku masih kecil tahuu masa udah pacar-pacaran” jawab Dora mulai kesal, ekspresinya semula girang bercampur kerutan menyeramkan di wajah.
“Terus siapa dong?” tanyaku heran.
“Nggak tahu tuh kak, kakaknya itu datang pake baju seragam sekolah. Terus udah bawa kotak-kotak gede gitu. Eh ternyata isinya baju-baju masih bagus. Langsung deh diserbu anak-anak” jawab Dora.
“Perempuan ya?” tanya tasya.
“Bukan kak, laki-laki. Cogan loh hahaha” dengan polosnya ia berbicara seperti itu.
“Heh kamu ya masih kecil tahu aja sama cogan” Tasya langsung nyinyir hahaha.
Aku dan Tasya hanya bisa bertanya-tanya siapakah laki-laki itu. Jarang-jarang ada anak sekolah datang kesini dan memberikan bantuan sebanyak itu. Mungkin dia anak sekitar sini. Andai aku dan Tasya bisa bertemu langsung dengan orang itu.
Selama di panti, kami bermain dengan anak-anak disana. Setelah lelah bermain, kami menyantap ayam lalapan bersama-sama yang sudah dibeli sebelumnya. Ayam adalah makanan favorit mereka. Karena disini tidak bisa setiap hari makan ayam. Tentu sudah dijadwal dengan makanan-makanan tertentu. Tidak terasa hari mulai beranjak sore. Kami pun berpamitan untuk pulang.
“Jangan lupa main kesini lagi yaa!!!” teriak anak centil itu dari kejauhan.
“Jika kami kesini, rambut kau itu sudah harus panjang Dorrr” sahutku.
“NGGAK AKAN!” ia segera masuk kedalam panti, aku dan Tasya hanya bisa tertawa geli.
Aku mengantar Tasya dulu ke rumahnya barulah aku pulang ke rumah, lumayan mengulur waktu sambil menunggu bunda pulang. Saat tiba di depam rumah, ada pemandangan berbeda. Sebuah mobil sedan hitam terpakir di dalam pagar. Mobil siapa malam-malam begini gumamku. Saat aku masuk, benar saja sedang ada tamu. Tetapi dia sendiri, perwakan lumayan berisi dan jika aku tebak mungkin umur diatas 40 tahun. Laki-laki itu lumayan terkejut saat melihat kedatanganku. Tetapi, aku tidak melihat ada bunda disana.
“Maaf, om siapa ya? Daripada aku penasaran lebih baik aku tanyakan langsung.
“Oh perkenalkan. Nama om Andri, temannya bunda di kantor. Adinda kan?” dia mengulurkan tangan.
“Teman bunda? Dinda saja, saya tidak suka dipanggil Adinda” aku pun bersalaman dengannya. “Oh iya, bunda mana ya om?” tanyaku kembali.
“Mungkin sedang dibelakang” jawabnya sambil tersenyum. Aku pun segera menuju dapur. Benar saja bunda disana sedang membuatkan teh untuk om om itu.
“Bunda, siapa itu laki-laki di ruang tamu” sergap ku langsung.
“Heh kamu ini, masuk nggak pakai salam langsung nyambar aja” aku tahu bunda sedang mengalihkan pembicaraan.
“Bunda belum jawab pertanyaanku” aku kembali mendesak bunda untuk menjawab. “Temen kantor bunda” jawab bunda sambil mengaduk-ngaduk teh. “Kenapa malam-malam bertamu?” aku terus melontarkan pertanyaan. “Dia hanya ingin berkunjung, Dinda”. “Lain kali beri tahu dia, jika ingin berkunjung tidak usah di malam hari” aku pergi meninggalkan bunda dan menuju kamar.
Jujur, aku tidak suka jika ada laki-laki lain yang masuk rumah ini. Sekalipun itu teman bunda. Apalagi malam begini. Jika aku lihat dari gerak-geriknya lelaki itu sedang mencari perhatian bunda. Tidak akan ku biarkan ai merebut bunda dari ayah. Bagaimana pun juga. Aku akan katakan ini kepada bunda, aku tidak menyukainya. Tetapi mungkin menunggu waktu yang tepat. Setelah mandi aku langsung merebahkan badan di ranjang, aku berharap malam ini rasa kantuk cepat mengampiri.