Cempaka menyandarkan tubuh pada dinding dan menghentakkan kaki ke lantai, dengan wajah ditekuk. Anugerah yang diikuti dengan musibah. Cempaka menepuk keningnya kesal.
“Ah, kesan pertama begitu menggoda. Huh, menggoda? Hiks. Kesan memalukan!”
Cempaka menutup wajah dengan kedua tangan lalu berbalik membelakangi seseorang yang keluar dari toilet laki-laki, saat mendengar suara pintu berderit. Ia menghela napas dalam. “Gue minta maaf,” tutur Cempaka lirih.
Tak ada suara. Cempaka menanti dengan harap-harap cemas. Tiba-tiba, Cempaka merasakan sebuah jemari meraih tangannya lalu menarik tubuhnya berbalik.
“Aku tahu kamu sebenarnya mencintai aku kan, Cempaka?”
Cempaka menghempaskan tangan Adrian. Ia mengalihkan pandangan pada seorang lelaki yang berdiri menatapnya dan Adrian. Lelaki yang tanpa sengaja Cempaka siram dengan air es. Lelaki itu juga yang membuat Cempaka terpesona pada pandangan pertama.
“Nggak usah mimpi, yey!”
Dengan cepat, Cempaka berlari menghampiri lelaki itu. Sebetulnya, tadi ia pikir Adrian adalah lelaki tersebut. Bodohnya, lelaki itu melihat saat Adrian menggenggam tangannya.
“Hei! Tunggu!” Cempaka mencoba menahan langkah lelaki itu dengan memegangi tangannya. Ia berhenti dan memandang Cempaka. Menantikan gadis itu bersuara. “Itu nggak seperti yang lo lihat. Sumpah! Dia bukan siapa-siapa gue,” terang Cempaka dengan tatapan gusar.
Namun, lelaki itu malah menatapnya dengan heran, menggeleng sekilas lalu berjalan meninggalkan Cempaka. “Jangan salah paham!” teriak Cempaka kemudian.
“Udah gue maafin,” tegas lelaki itu tanpa menghentikan langkah.
“Ih, serius! Dia bukan siapa-siapa gue!” ucap Cempaka lagi.
Lelaki itu akhirnya berhenti untuk memandang Cempaka. Ia menghela napas jengah lantas berujar. “Gue nggak peduli sama apapun yang lo bilang. Bahkan, gue nggak kenal sama lo. Nggak penting buat gue tahu, lo siapanya dia.”
“Nama gue Berliana Cempaka, lo bisa panggil gue Berlian, Liana, Cempaka atau Cemcem kayak panggilan teman-teman gue!” ucap Cempaka penuh percaya diri sembari mengulurkan tangan. Senyumannya mengembang dengan mimik wajah yang amat bersemangat. Lelaki itu memutar bola mata, tampak semakin jengah.
“Gue nggak ngajak kenalan,” balas lelaki itu jutek.
“Tadi lo kodein gue, bilang nggak kenal ke gue. Itu kode ngajakin gue kenalan, kan?” Cempaka tersenyum lebar.
“Kode? GR lo ketinggian, Nona Siluman Ayam!”
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, lelaki itu berlalu pergi. Cempaka tersenyum tidak jelas. “Udah jelas dia main kode-kodean, huh! Gengsian!”
Cempaka berjalan pergi meninggalkan Adrian yang hanya mematung sendiri. Sekelumit pertanyaan bersarang di otak Adrian. Siapa lelaki itu? Adrian menghembuskan napas sebal. Gara-gara seorang Cempaka, ia sampai jungkir balik, tapi gadis itu sama sekali tak memandangnya.
-ooo-
“Hari ini gue ketemu siluman ayam dan dia buat gue sial!” sungut lelaki itu kesal, sambil mengaktifkan speaker lalu membuka jas dan melemparnya sembarang.
Terdengar kekehan dari orang yang berbincang dengannya di telepon. “Siapa? Cewek? Cantik, nggak? Ck, dia jodoh lo, kali!” ujar lawan bicaranya begitu tenang diiringi tawa renyah.
“Cih, dia bahkan nyiram gue pakai air es di tempat umum! Lo bayangin, Laric! Itu yang namanya jodoh? Kesan pertama yang begitu menyebalkan!”
“He? Apalah arti kesan pertama kalau kesan selanjutnya begitu menggoda! Lo dengarin gue, dulu gue juga ‘najong tralala’ sama si Jasmine. Anak ingusan, polos dan dia bawa sial terus. Hidup gue berubah jadi konyol semenjak ketemu sama dia.”
“Kasus lo beda, Bro!”
“Beda gimana, sih? Ya udah gini aja, kalau seandainya nanti lo ketemu dia lagi tanpa sengaja. Lalu dia bikin hidup lo jadi konyol tiada tara, pikirin lagi, mungkin dia jodoh lo!”
Raka terdiam mencerna kata-kata Alaric. Benarkah semua itu?
“Serah lo aja. Kapan lo pulang? Banyak gawean, Semprul!”
“Yaelah, Ka! Gue lagi honeymoon. Masih lengket-lengketnya, nih! Lo malah suruh pulang!”
“Udah seminggu, woy! Lo mau sampai kapan honeymoon? Mana sekarang ada food fair. Gue mesti bolak balik nggak karuan! Lo sih enak, indehoy mulu!”
Alaric tertawa keras. “Lagi dipuas-puasin, biar cepat punya dedek bayi. Jadi, mesti semangat empat lima!” ucap Alaric diiringi kekehan. Raka hanya mendengkus. “Cie, ada yang ngiri, tuh! Eh, udah dulu, nih. Gue mau ehem-ehem dulu. Asli, lo cepat nikah! Kesan pertama dan berikutnya yummie! Hahaha!”
Alaric sengaja memanas-manasi sang sahabat untuk segera melepas status jonesnya.
Sementara, Raka yang mulai kesal mendengar celotehan Alaric, malah memutus sambungan telepon tersebut kemudian membuka laci dan meraih sebuah foto yang tersimpan rapi di dalamnya.
“Stephanie,” lirih Raka diiringi helaan napas panjang.
-ooo-
Malam ini, Cempaka menginap di rumah Soraya. Kedua orang tua Soraya tengah pergi ke luar kota untuk urusan bisnis, seperti biasanya. Ya, orang tua Soraya memang sering melakukan perjalanan bisnis hingga meninggalkan anak perempuannya sendirian di rumah. Di sanalah gunanya Cempaka, ia seringkali diminta untuk menemani Soraya.
Bagi Cempaka, ia tidak pernah merasa keberatan. Terlebih, ia adalah mantan anak panti asuhan. Cempaka tidak memiliki orang tua, sejak berumur sepuluh tahun.
Saat berusia sepuluh tahun, Cempaka beserta keluarganya mengalami kecelakaan mobil. Kedua orangtuanya meninggal di tempat. Sedangkan, ia mengalami koma selama hampir satu bulan.
Saat Cempaka terbangun dari koma, ia menolak tinggal di Bandung, kota kelahirannya. Ia juga menolak ajakan Paman Saga-adik papanya, untuk tinggal bersama. Karena Cempaka tidak ingin mengingat kejadian buruk itu. Kejadian yang merenggut kehidupan kedua orangtuanya. Terlebih, merenggut semua kebahagiaannya.
Dunia Cempaka hancur dalam waktu singkat. Ia kehilangan mama, papa dan juga calon adiknya. Akhirnya, Cempaka memilih untuk hidup bersama anak sebayanya di panti asuhan agar kenangan buruk yang ia alami terkubur bersama dengan tawa anak-anak yang memiliki nasib tak kalah buruk darinya.
Paman Saga membiarkan Cempaka tinggal di sebuah panti asuhan di ibukota. Tentu, di bawah pengawasannya. Gadis itu tumbuh menjadi wanita yang kuat. Ia selalu tersenyum, ramah dan periang yang membuat banyak orang menyukainya.
“Tara!” Soraya tiba-tiba berteriak. Membuat Cempaka tersentak dari lamunan. Mimik wajah Cempaka berbinar saat melihat apa yang dipegang Soraya.
“Woah! W-Two World! Ah, gue mau nonton sekarang juga. Oppa Lee Jong Suk, saranghae. Mainkan, Sista!” teriak Cempaka histeris.
“Sediain tisu!” perintah Soraya.
“Buat mewek?” tanya Cempaka heran.
“Buat lap ingus,” balas Soraya dengan tawa yang membuncah.
“Karpet, lu!” cibir Cempaka lantas mencomot keripik dalam toples di atas meja. “Emm, ada lowongan kerja nggak, Ya?”
Soraya menekan tombol close pada perangkat DVD lalu berjalan mendekat ke tempat di mana Cempaka duduk. Ia menekan tombol play pada remote yang dipegangnya lalu ikut memakan keripik seraya menghela napas sesaat.
“Kayaknya di perusahaan bokap gue ada, deh. Tapi, jadi OG.”
“Office girl?”
Soraya mengangguk. “Kalau lo mau, entar gue bilangin. Sekalian gue juga ikutan pindah!”
“Ealah, lo ngapain ikut-ikutin gue melulu? Gue kerja karena memang butuh duit, Ya. Nah, elo? Bokap lo ningrat, rumah lo kayak istana, duit lo banyak! Buat apa coba lo kerja? Kuliah aja biar jadi sarjana!” sahut Cempaka lalu memfokuskan pandangannya ke arah layar televisi.
“Ya udah, lo kuliah bareng gue! Gimana?” ucap Soraya lebih bersemangat.
“Wa-wa-waduh! Gue nggak suka, ah, episode ini, lihat Kang Chul berdarah-darah gitu bikin naluri vampire gue keluar pingin hisap dia! Pindahin, sini remote-nya!”
Soraya memukul kepala Cempaka dengan bantal. “Huh! Lu mah omes aja, tuh!”
Cempaka cekikikan lantas ekspresi wajahnya berubah panik dalam hitungan detik. “Waaa! Mukanya Om Oh Seong Moo hilang, Ya!”
Soraya menggeram lantas menjitak Cempaka. “Nggak usah sok histeris kayak gitu juga, kali!”
Tiba-tiba, Cempaka kembali berteriak. “Waaa, kesel! Akang Kang Chul dikecup-kecup sama Oh Yeon Jo. Tidak! Ah, hati gue, Ya. Terluka dalam.”
Rupanya, Cempaka tidak menghiraukan perkataan Soraya. Cempaka memang sangat mengidolakan aktor drama Lee Jong Suk, ia tidak pernah merasa bosan menonton dramanya walau berulang-ulang.
“Deuh! Semprul!” Soraya menekan tombol power dan layar televisi pun mati.
“Loh? Kok mati? Ya, kok mati?” tanya Cempaka dengan panik.
“Kang Chul malas ditonton sama lo!” jawab Soraya cuek. Cempaka hanya mendelik malas.
“Gimana? Lo mau, nggak?” tanya Soraya kemudian.
Cempaka menyahut tenang sambil mengunyah keripik. “Mau apa, sih, Ya?”
Soraya tampak menggeram sebal. “Kuliah, Cem! Bareng gue! Lo mau, nggak?”
“Gimana mau kuliah, Ya? Buat makan aja, gue nggak tahu mesti cari duit dari mana.”
“Jawab gue aja, mau apa nggak?!” tanya Soraya tegas lantas menatap sahabatnya dengan serius. Cempaka lalu balas menatap Soraya dengan takut seperti seekor anak rusa yang bertemu indung singa. Ia mengangguk pelan.
“Mau, tapi—“
Ucapan Cempaka terhenti ketika mengangkat tangan di depan wajah Cempaka, memintanya untuk berhenti bersuara. Soraya mengambil handphone dan menghubungi Handoko, papanya. Sesuai yang didengar Cempaka, Soraya melaporkan kesediaan Cempaka untuk kuliah dan dengan hal itu, Soraya pun bersedia untuk berkuliah.
Cempaka memasang wajah panik, matanya melotot tak percaya dan mulutnya yang dipenuhi keripik itu mengangga dengan sangat lebar. Hingga Soraya menghentikan kata-kata, menutup sambungan telepon dan meletakkan kembali handphone-nya ke atas meja. Soraya memandang Cempaka dengan senyuman yang mengembang.
“Besok kita daftar!”
“Loh? Tapi, Ya! Gue gimana bayar kuliah?”
“Sssh! Bokap gue, wukeh?”
“Tapi—“
“Sssh, berisik!”
Soraya menghidupkan kembali DVD lalu menikmati drama Korea yang sempat tertunda dengan hati yang riang. Berbeda halnya dengan Cempaka yang tenggelam di dalam lamunan. Ia belum bisa memercayai apa yang dikatakan Soraya.
-----------------------------------------------------------
Bagian kedua sudah bisa dibaca. Minta apresiasinya, ya, kalau kamu suka ????
nice story
Comment on chapter 1. Balada Gadis Siluman Ayam