15. Date?
15 // Date?
Pada sebuah malam, di sebuah rumah yang tergolong besar, seorang laki-laki terlihat menelpon seseorang sambil menyender pada pagar balkon kamarnya. Laki-laki itu, orang yang tadi siang terbaring di tanah sehabis menaiki salah satu wahana permainan di sebuah taman bermain.
"Dia pasti sangat kecewa. Padahal itu selalu menjadi keinginannya untuk bermain di sana," kata orang di seberang telepon. Suara itu adalah milik Clara.
"Begitu, ya? Oke, kalau begitu. Aku telepon kamu nanti lagi." Fabian memutuskan sambungan. Dia menghela napas bingung. "Di mana tempat yang buka pada jam seperti ini?"
Tok tok tok
"Kak Bian, antar aku ke pasar malam, dong. Aku ada janjian sama temanku di sana," pinta adik perempuan Fabian yang berbeda beberapa tahun darinya.
Mata Fabian langsung kembali cerah. Dia tahu ke mana dia akan membawa Ara.
"Ayo, kita pergi. Tapi sebelumnya, kita mampir ke rumah teman kakak dulu, ya. Dia juga mau ikutan." Fabian mengetikkan beberapa kata yang mengajak Ara ke pasar malam bersamanya.
Detik berikutnya, Ara menyetujui ajakannya. Fabian langsung tersenyum sumringah.
"Kakak kenapa senyum-senyum sendiri? Pacar kakak?" tanya adik Fabian penasaran. "Kakak nggak pernah senyum seperti itu sebelumnya."
"Kamu masih kecil, nggak usah ikut campur." Fabian menarik rambut adiknya pelan dan mereka keluar dari kediaman mereka.
????????????
Ara mengendap-ngendap keluar dari rumah setelah menerima pesan dari Fabian. Dia sangat senang malam ini. Bagaimana tidak, kalau orang yang disukainya mengajaknya keluar, berdua. Ara berhasil keluar dari rumah dan menunggu Fabian yang akan menjemputnya.
Sementara itu, Bella menatap kepergiannya dari jendela kamar. Dalam hati, dia merasa aneh. "Kenapa kemarin aku buka kunci toilet? Kenapa aku sebaik itu pada Kak Ara? Apa yang merasukiku?" katanya pada dirinya sendiri. Seingatnya, dia sangat senang saat melihat kakak kembarnya dikurung di dalam toilet tanpa pencahayaan. Tapi kemarin, dia malah membuka kunci itu dan meminta maaf pada mamanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
????????????
"Itu adik kamu?" tanya Ara saat mereka sudah sampai di pasar malam yang dituju. Ara menatap gadis yang sedang berlari ke arah teman-temannya.
"Iya," angguk Fabian. Fabian menatap Ara kaget. "Apa yang terjadi pada kepalamu? Maaf aku baru bertanya."
"Tidak ada apa-apa." Kepala Ara yang masih diperban banyak menarik perhatian orang yang berlalu lalang.
Fabian melepas topi hitam yang digunakannya dan menaruhnya pada kepala Ara. "Lebih baik seperti ini," katanya.
Ara tersipu malu.
"Kamu mau ke mana dulu?"
????????????
"Ngomong-ngomong, terima kasih mengajakku jalan malam ini." Seorang sosok perempuan duduk di sebuah kursi dengan teman laki-lakinya di sampingnya. Dua buah arum manismenemani mereka.
"No problem. Sebenarnya apa yang terjadi? Ada yang mengusik pikiranmu?" Ervin menatap Clara khawatir.
"Ada sesuatu. Tapi kamu tidak berhak tahu. Aku akan beritahu di lain waktu," jawabnya. Clara memandangi arum manisnya yang belum tersentuh.
"Kalau kamu sudah siap menceritakannya, silahkan beritahu aku. Aku siap mendengar semua ceritamu," hibur Ervin.
????????????
"Eh, bukannya itu Ervin dan Clara?" sahut Ara. Dia melambaikan tangannya. "Clar—"
Fabian menutup mulutnya dan menyuruhnya diam. "Biarkan mereka berdua."
Ara menatap Fabian bingung. Apa salahnya menyapa teman sendiri?
"Ayo, pulang. Aku antar. Adikku akan pulang bersama temannya." Fabian meraih tangan Ara dan menariknya melewati kerumunan orang yang berlalu lalang.
Andai saja waktu bisa berhenti, Ara berharap waktu berhenti pada saat ini. Detak jantungnya sudah tidak keruan lagi. Wajahnya sudah semerah tomat atau bahkan kepiting rebus.
Untungnya Fabian hanya menatap ke depan, tidak berbalik dan menatap Ara. Satu pertanyaan hinggap di pikirannya. Is it a date?
??????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella