16. He’s Mine
16 // He's Mine
Ara tertunduk, menatap tangannya yang sedang memainkan tali pada tas. Dia benar-benar gugup saat ini. Fabian meliriknya geli.
"Kamu ngapain daritadi?" tanyanya.
"Tadi? Ehm, jalan-jalan," jawab Ara.
"Bukan pas di pasar malam. Kamu ngapain daritadi nunduk ke bawah?" Fabian menghentikan mobilnya karena lampu merah dan memiringkan posisi tubuhnya.
Tingkah Ara tambah kacau. Dia tidak bisa menyembunyikan detak jantungnya lagi.
"Kenapa mukamu merah?"
Detak jantung Ara langsung terhenti. Bagaimana Fabian bisa tahu wajahnya merah kalau keadaan gelap seperti ini? Jangan-jangan wajahnya sangat merah hingga terlihat jelas.
"Eh, bukan. Itu lampu dari mobil di depan kita." Fabian mengingatkan Ara bahwa sekarang adalah malam dan mobil yang ada di depan mereka menyalakan lampu merahnya ketika mobilnya berhenti.
Ara merutuki kebodohannya. Apa yang terjadi pada otaknya malam ini. Masa tidak terpikir sampai ke sana?
"Sebentar lagi kita sampai."
????????????
"Dari mana?" Suara mengagetkan dari mama terdengar saat Ara memasuki rumah dengan diam-diam. Di depannya, sudah ada mama yang sedang duduk di sofa, menghadap ke arahnya tajam.
"Ma—mama," gagap Ara, sangat takut akan hal yang akan dilakukan mama kali ini.
"Kamu pulang malam terus. Ngeselin harus nunggu kamu pulang baru bisa kunci pintu!" bentak mama.
Ara mengangguk pelan. Mama berjalan menuju dapur untuk minum. Langkah kaki Ara bergerak menuju kamarnya di lantai kedua.
"Apa yang terjadi? Mama menunggu kepulanganku? Mama peduli padaku. Mama khawatir padaku yang selalu pulang larut malam. Apakah ini tanda-tanda kalau dia akan merubah sikapnya padaku?" pikir Ara. Memang ada yang aneh. Mamanya yang biasa tidak tahan ketika melihat anaknya baik-baik saja berubah menjadi mama yang mengkhawatirkan anaknya, seperti mama yang dimiliki anak-anak lain.
????????????
"Pergi ke mana tadi?" buka Bella saat mereka berpapasan.
"Bukan urusanmu."
"Fabian?" Nada bicara Bella berubah kesal.
"Iya, kenapa?" balas Ara ketus.
"Tidak ada apa-apa. Asal kamu tahu, aku suka Kak Fabian. Awas kalau kamu ambil dia dariku," ancam Bella. Matanya berkilat marah.
Ara masuk ke kamarnya. Masa bodoh baginya kalau Bella menyukai Fabian. Yang ada dalam pikirannya adalah Fabian yang menyukainya. Ara melepas topi yang tadi dipakaikan Fabian. Dia mengelusnya dengan penuh kasih sayang. Lalu tiba-tiba dia naik ke atas tempat tidur dan melompat-lompat kegirangan.
Tok tok tok
????????????
"Sebenarnya, ma. Se—sebenarnya, tadi Kak Ara pergi ke suatu tempat bareng pacar Bella." Ucapan Bella mengagetkan Ara. Tadi, setelah berbicara dengan Bella, pintu kamarnya diketuk dan meyuruhnya turun ke bawah. Lalu muncullah perdebatan ini.
"Bukan, ma. Bella bohong," sanggah Ara.
"He's mine, ma. Dia benar-benar pacar Bella! Kak Ara jahat sekali sampai merebut pacar adik kembarnya sendiri."
"Hei, kamu pikir saya lebih percaya sama kamu daripada anak saya?!" bentak mama. Sesaat setelahnya, terlihat papa yang muncul dari pintu utama, baru saja pulang bekerja. Dia terlihat mengunyah sesuatu.
"Kak Ara jahat, ma. Padahal, dia sudah tahu aku suka sama Kak Fabian." Air mata buaya Bella keluar dengan derasnya. Dia mengambil sebuah bantal dan melemparnya pada Ara.
"Kamu keterlaluan sekali, Ara!" Papa membentaknya dengan mata berkilat-kilat seperti ingin membunuh. Dilemparnya vas bunga yang ada di dekatnya hingga mengenai kepala Ara. Vas bunga itu pecah, kening Ara sobek sedikit.
Ara mengaduh kesakitan.
"Jangan pernah pikir mengambil sesuatu yang dimiliki Bella! Sepertinya saya harus mengubah sesuatu supaya kamu tidak terlalu mirip Bella." Papa tersenyum sinis. "Bagaimana jika dimulai dengan rambut?"
Papa mengambil permen karet yang sedari tadi dikunyahnya dan menjeratkannya ke rambut Ara yang sepinggang, yang sebelumnya sama dengan Bella.
????????????
Prang!
"Aduh, Kak Fabian! Satu piring itu berharga, loh." Adik Fabian memarahi kakaknya yang menjatuhkan sebuah piring hingga pecah.
Fabian meminta maaf. Ada sesuatu yang aneh yang dia rasakan. Firasat buruk muncul dalam dirinya.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella