5. Interesting
5 // Interesting
Hatchim
Ara menggigil kedinginan. Semalam, dia ditimpa air hujan. Udara semalam juga sangatlah dingin. Untung saja dia masih bisa tidur.
"Kenapa, Ra? Daritadi bersin mulu," tanya Clara. "Jangan-jangan kamu dihukum tidur di teras, ya?"
Ara mengangguk. "Semalam hujannya deras banget. Anginnya juga banyak."
"Aduh. Kamu pindah keluarga aja lah, ya. Aku bisa minta papa aku adopsi kamu. Pasti orangtua kamu juga mengiyakan." Clara menatap Ara kasihan.
Ara menggeleng. "Aku tetap anak mereka. Suatu hari nanti, mereka akan baik padaku. Aku tinggal menunggu."
"Menunggu sampai berapa lama, Ra? Mereka itu keterlaluan. Walaupun orang lain tidak begitu memperhatikan badanmu, tapi aku lihat. Di kakimu ada goresan pisau, kan? Dan walaupun kamu menutup lenganmu dengan jaket, aku tetap bisa lihat kamu kesakitan saat menulis." Clara memegang tangan Ara. "Tolong, Ra. Aku tidak tahan melihat kamu kesakitan."
Ara kembali menggeleng. "Aku akan bertahan seperti ini. Terima kasih sudah peduli padaku." Lalu Ara keluar dari kelas untuk membeli makanan karena sekarang adalah jam istirahat.
"You’re welcome." Clara menatap Ara iba.
????????????
Hatchim
Hatchim
Kepala Ara terasa pusing. Dia menatap jalan di depannya yang mulai kabur.
"Apaan sih, Ara. Sedikit lagi kamu sampai di kantin. Mungkin ini karena kemarin tidak makan. Kamu harus makan," kata Ara dalam hati.
Hatchim
Bruk
Kepala Ara menubruk sesuatu. Atau bahkan seseorang?
"Hai, ingat aku?" tanya orang di depannya.
Ara mencoba mengangkat wajahnya namun tidak bisa.
"Hei, kamu kenapa." Orang tadi berjongkok agar bisa melihat wajah Ara.
Ara menatap orang yang berada di depannya. Dia ingat itu siapa. "Kamu orang yang kutabrak waktu itu, kan?"
Orang itu mengangguk. "Kenalkan, namaku Fabian." Fabian mengulurkan tangannya.
"Ara."
"Sudah tahu, kok. Ngomong-ngomong, gimana kabar adik kembarmu, Bella? Kemarin dia pingsan," tanya Fabian.
"Oh, dia datang ke sini cuma untuk menanyakan itu," pikir Ara. "Bella baik-baik saja."
"Oh, baguslah. Kemarin dia terlihat pucat sekali. Memangnya dia punya penyakit apa?" tanya Fabian.
"Tidak tahu," kata Ara dalam hati. "Dia lupa sarapan."
"Tolong ingatkan dia. Jangan lupa sarapan," pesan Fabian. "Sudah, ya. Aku mau masuk kelas dulu."
"Iya."
Baru saja Fabian berjalan beberapa langkah, terdengar sebuah suara yang membuatnya membalikkan badan.
Bruk
"Ara? Kamu kenapa?" Fabian terlihat panik. Dia merasakan panasnya tubuh Ara. "Aku bawa kamu ke UKS, ya."
????????????
Fabian membaringkan Ara di tempat tidur UKS. Seorang suster langsung mengecek kondisi tubuhnya. Jaket yang dipakainya dilepas. Fabian langsung membelalakkan mata.
"Apa kamu tahu apa yang terjadi padanya?" tanya suster itu.
Fabian menggeleng.
"Ini goresan pisau yang belum tertutup. Banyak sekali." Suster itu menggelengkan kepalanya. "Apa yang terjadi padanya?"
"Coba saya panggilkan temannya." Fabian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Clara. "Clara, bisa datang ke UKS sekarang? Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan. Tentang Ara."
????????????
"Va, siapa orang yang menggendong kakak kembarku tadi?" tanya Bella pada seseorang.
"Namanya Kak Fabian. Dia lebih tua daripada Kak Ara," jawab orang itu. "Dia adalah orang yang menggendongmu saat kamu pingsan kemarin."
"Benarkah?"
Orang itu mengangguk.
"Menurutmu, apakah Kak Ara menyukainya?" tanya Bella.
"Ya. Seratus persen yakin. Dilihat dari gerak geriknya kemarin. Aku melihat dia cemburu atas perlakuannya padamu kemarin."
"Hm, interesting." Bella tersenyum mencurigakan.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella