47. Arabella
47 // Arabella
Tangisan Ara mengalir deras dari kedua matanya. Dia menangis sesegukan. Ervin memeluknya erat. Kenyataan ini memang berat untuk diterima Ara. Fabian dan Clara terdiam, ikut bersimpati.
Carlo dan Anna membolak-balikkan album foto itu. Kebanyakan foto adalah milik Ara dan Bella. Ada foto keduanya yang sedang menangis. Anna terkikik melihatnya.
Carlo meliriknya tajam, mengingatkannya untuk tetap diam. "Mama sedang menangis. Jangan tertawa, dong," bisiknya pada Anna. Anna menutup mulutnya dan kembali menyusuri foto-foto.
Carlo meninggalkan Anna dan mendekati Ara. Dia melompat naik ke pelukan Ara. Tangis Ara mereda. "Mama kenapa?" tanyanya.
"Tidak apa-apa," senyum Ara.
Clara menatap Ara sambil tersenyum pula. "Bagaimana jika kita pergi ke kuburan saja. Kamu bisa menangis sepuasnya di sana."
Ara mengangguk. Ervin menggandeng tangannya. Mata Ara masih sembab dan bisa menabrak dinding apabila dibiarkan berjalan sendiri. Kedua anak mereka mengikuti.
Mobil mereka melaju menuju tempat orangtua dan saudara Ara dikuburkan. Clara dan Fabian berinisiatif mencari kuburan Gerald agar Bella dan kedua orangtuanya dapat dikuburkan di tempat yang sama.
Ara melangkahkan kakinya dan membaca nama di batu nisan itu. Nama Gerald, Bella, dan kedua orangtuanya terukir di empat batu yang bersebelahan. Ara kembali menangis.
"Itu siapa?" tanya Anna. Ervin berbisik padanya kalau empat orang itu adalah keluarga Ara. Carlo mengangguk mengerti. Ervin mengelus pundak Ara. Clara dan Fabian juga berbuat hal yang serupa.
????????????
"Terima kasih membiarkan kami tinggal di sini untuk sementara," kata Ervin.
Fabian mengacungkan jempol dan tersenyum lebar pada Ervin. "Lagian anak kami bisa berteman dengan Carlo dan Anna. Dia kesepian selama di rumah."
Ara menatap anak-anaknya yang bermain dengan Arlo, anak laki-laki Clara dan Fabian. Gemas sekali melihat mereka yang terjerembab saat ingin mengambil bola.
Clara menatap Ara. Walau tersenyum, mata Ara menunjukkan kesedihan yang besar. "Ternyata benar kalau kembar memiliki ikatan yang unik," katanya. Ara menoleh. "Kamu seperti kehilangan separuh jiwamu."
Ara mengangguk. "Mungkin itu benar."
????????????
"Sudah bereskan semuanya?" tanya Clara, "belakangan ini pengadilan negeri lebih sepi daripada biasanya. Jadwal sidang akan keluar lebih cepat."
Ara mengangguk. "Semua sudah beres. Tinggal menghadiri sidang itu." Carlo dan Anna menatap mamanya bingung.
"Apa itu sidang?" tanya Anna.
"Mama mau dimasukkan ke penjara?" Carlo memeluk kaki Ara, ketakutan. Ara tertawa geli.
Ervin muncul dari balik pintu. "Kamu yakin? Sebenarnya kamu tidak harus melakukan ini."
"Aku harus. Mungkin inilah satu-satunya cara untuk mengenang dirinya." Ara tersenyum pada Ervin yang khawatir padanya.
"Ayo." Ervin menarik tangan Ara dan menggandengnya menuju mobil. Carlo dan Anna mengikuti dari belakang.
"Sudah bawa dokumen-dokumen itu?" tanya Clara lagi. Ara menatapnya kesal.
"Sudah, Clara. Aku bukan anak kecil lagi." Clara terkekeh mendapat respon Ara.
Mobil melaju ke sebuah pengadilan negeri. Ara memasuki ruang sidang bersama Ervin dan Clara. Carlo dan Anna ditinggal di mobil bersama Fabian. Mereka duduk di kursi yang disediakan. Hakim datang dan memulai sidang. Beberapa waktu berlalu dan sampailah sang hakim ke pertanyaan ini.
"Mengapa anda ingin merubah nama?" tanyanya.
Clara sebagai saksi membantu menjawab. "Beberapa waktu lalu, Ara mendapat kabar kalau orangtua dan saudara kembarnya mati terbunuh. Dan selama ini, dirinya selalu termenung dan terlihat sedih. Karena itu saya menyarankan agar namanya diubah agar sekaligus mengenang adik kembarnya."
"Sidang penetapan akan diadakan minggu depan."
Satu minggu berlalu dengan cepat. Ara, Ervin, dan Clara kembali ke ruang itu. Sidang penetapan inilah yang memberi ketetapan atau keputusan, apakah pengajuan perubahan nama itu diterima atau ditolak.
Sang hakim menetapkan kalau perubahan nama Ara diterima. Sebuah kertas berisi salinan surat penetapan diberikan pada Ara.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian di atas maka permohonan pemohon dapat dikabulkan untuk seluruhnya ;
Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 52 Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil serta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan.
Ara, Clara, dan Ervin membaca dengan datar sampai di poin nomor dua. Mereka tersenyum.
Merubah/menambah nama Pemohon sebagaimana tertera dalam Kutipan Akte Kelahiran No: 1234567890 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil/ Pegawai Luar Biasa Pencatat Sipil, pada tanggal 15 Desember maupun dalam Dokumen Kependudukan resmi lainnya yang ditentukan Undang-undang, dari semula tertulis bernama lengkap "ARA KIRANIA" menjadi tertulis "ARABELLA KIRANIA."
Berhari-hari memikirkan hal ini, akhirnya Ara mengubah namanya menjadi Arabella, untuk mengenang adik kembarnya. Seseorang yang sangat spesial baginya. Walau orangtuanya menyiksa Ara, beberapa kali Ara menemukan Bella membantunya. Ara tahu Bella membuka kunci pintu saat Ara dikurung di kamar mandi maupun di gudang. Saat Ara menyelinap pun Bella pura-pura tidak tahu.
Dalam hati terdalamnya ada rasa sayang. Dan ikatan antara sesama saudara kembar ini begitu erat sehingga Ara sempat kehilangan separuh jiwanya.
"Hai, Bella. Sekarang kamu bagian dariku," senyumnya sambil menatap langit yang cerah. Angin berhembus dan Ara melihat senyuman Bella di tengah awan-awan.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella