31. Diari Itu
31 // Diari Itu
Ara berguling di lantai gudang. Tubuhnya terus berputar-putar. Dia benar-benar menyesali kegegabahannya. "Mengapa saat itu aku langsung membuangnya? Kalau tahu kunci itu sangat penting, aku akan menyimpannya dengan baik."
Bruk
Ara menabrak sebuah kotak kayu. Barang-barang di atasnya mulai bergetar. Dengan segera, Ara berdiri dan menahan barang-barang itu. "Aduh, gara-gara berguling-guling aku jadi pusing sekali." Ara memegang kepalanya.
Ara berjalan menuju kamar mandi. Kandung kemihnya yang sudah penuh akan segera dikosongkannya. "Fiuh, leganya."
Ara melempar tissue yang digunakannya ke tempat sampah.
Ara keluar dari kamar mandi dengan senang. "Ngomong-ngomong hari ini sepi sekali. Apa mama papa pergi keluar bersama Bella?"
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Dia berbalik dan kembali ke kamar mandi. "Seperti dugaanku, tissue ini tidak masuk ke tempat sampah. Tempat sampahnya ada di bagian ini." Dia terhenti. "Apa kunci yang waktu itu kulempar masuk ke tempat sampah? Jangan-jangan ... "
Ara mencoba mengulang kejadian saat itu. Dia jongkok tempat di mana dia menaruh koran saat itu. Dia mengingat kembali tempat rahasia yang ia buka untuk menemukan kotak p3k. "Kalau tidak salah, aku lempar ke sana." Ara menunjuk ke arah sebuah ember.
Wajah Ara berseri-seri. Diperiksanya ember yang dipakai untuk mengepel lantai. Setahunya, belakangan ini mama tidak mengepel lantai. "Kalau aku beruntung, aku akan menemukan kunci itu."
????????????
"Ervin," panggil Fabian pada Ervin yang melamun. Ervin menoleh. "Aku bertemu anak yang hampir kita tabrak waktu itu."
"Yang namanya Gerald?"
"Ya. Aku bertemu dengan ibunya dan dia berkata Gerald kecil mati." Suara Fabian bergetar hebat.
Deg
"Apa?"
"Dan kau tahu apa yang lebih mengejutkan? Dia mati karena tertabrak truk saat sedang bermain bola." Timbullah keheningan antara mereka berdua. Keduanya menunduk dengan wajah pucat.
"Bagaimana bisa kejadian ini sama persis dengan kejadian belasan tahun lalu?" renung mereka.
????????????
"Wah, kamu hebat sekali Ara." Ara bangga telah menemukan kunci yang ia cari. Kunci itu berwarna emas. Ditilik dari bentuknya, ini tidak seperti kunci diari pada umumnya.
Dia mengambil album foto itu dan memasukkan kuncinya. Tidak cocok. Kemudian dimasukkan kunci itu pada diari.
Klek
Sepertinya tidak ada yang lebih membahagiakan dari pada kejadian ini.
????????????
"Clara, apakah kamu ada waktu malam ini?" tanya Ervin lewat telepon.
Clara mengiyakan. Dalam hatinya timbul gemuruh yang hebat. Ervin adalah orang yang disukainya. Ervin memiliki wajah yang lumayan tampan, yang membuatnya diidolakan banyak orang. Dia juga mudah bergaul dan seru. Sering sekali Clara salah tingkah ketika berada di dekat Ervin.
Kali ini pun dia diajak keluar saat malam hari. Betapa senang hatinya memikirkan hal yang akan terjadi.
Beberapa jam kemudian, suara mobil Ervin terdengar jelas di pekarangan rumah.
"Jalan sama siapa, dek?" tanya Heri, kakak laki-kaki Clara.
"Ih, kepo banget, sih." Clara berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah padam.
"Pasti cowok," celetuk Karia, kakak perempuan Clara dan juga adik perempuan Heri.
"Ah, berisik. Aku jalan dulu. Mungkin aku pulang larut malam. Jangan tunggu aku."
Clara berjalan meninggalkan rumah dan masuk ke mobil Ervin.
"Her, adik kita sudah dewasa." Mata Karia tergenang air mata haru.
"Aku senang dia sama Ervin."
"Aku lebih senang dia sama Fabian. Rasanya lebih cocok. Apa aku harus mempertemukan mereka? Mungkin dalam hati mereka saling suka." Karia tersenyum membayangkan adiknya bersama Fabian.
"Pikirkan dulu masa depanmu, baru orang lain. Masa sudah hampir 30 tahun belum menikah," ejek Heri.
"Aku sudah punya calon tapi dia belum pulang dari pekerjaannya," gerutu Karia. Karia cemberut memikirkan calon suaminya yang masih mengerjakan proyek pembangunan di luar negeri. Sudah berlalu dua tahun lamanya dan dia belum kembali.
"Adik ipar macam apa itu, tidak mengangkat telepon dariku." Heri menatap ponselnya kesal. Dia menelpon calon suami Karia. "Gara-gara dia, adik perempuanku yang sudah berumur 28 tahun belum menikah."
"Jangan telepon dia!"
Heri menjulurkan lidah dan kabur ke kamarnya.
????????????
Clara sampai di rumah pukul sebelas lewat. Rasanya shock mendengar kata-kata yang diucapkan Ervin. Bagaimana mungkin seorang anak bernama Gerald bisa mengalami akhir yang sama dengan sahabat sejak kecilnya yang juga bernama Gerald.
"Apa ini hanya kebetulan?"
Clara menggeleng. Mana mungkin kebetulan bisa sepersis itu. "Jangan dipikirkan, Clara." Tangannya meraih sebotol obat. Diminumnya obat itu dan dia beranjak tidur.
????????????
Fabian mengacak rambutnya. Sejak tadi terpikirkan olehnya seseorang bernama Ara.
"Kalau saja saat itu aku tidak salah gendong. Aku tidak menyangka kalau Ara memiliki kembaran. Aku pikir Ara pingsan dan aku berinisiatif menggendongnya ke UKS." Fabian bermonolog.
"Dan sekarang teman baikku mengatakan kalau dia suka pada Ara. Apa yang harus kulakukan?" Fabian kembali mengacak rambutnya.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella