28. Sebuah Diari dan Album Foto
28 // Sebuah Diari dan Album Foto
Di mana aku? Tempat ini sangat gelap.
Seorang gadis bernama Ara berjalan melewati pepohonan layu. Banyak suara menakutinya. Begitu pula dengan hewan nokturnal yang berkeliaran. Seekor burung hantu raksasa terbang mendekatinya, menjulurkan paruhnya yang tajam. Ara berlari ketakutan.
"Di mana aku? Tempat ini sangat menyeramkan." Ara terus berlari sekuat tenaga. Jantungnya sudah berdegup dengan sangat cepat. Dirinya tak dapat membayangkan hidupnya berakhir di perut seekor burung hantu raksasa.
"Hei, kemari!" teriak seseorang, atau lebih tepatnya seekor. Seekor tikus berukuran manusia berlari pada Ara dan menariknya ke dalam lubang persembunyian.
Burung hantu itu mendobrak lubang itu, mencoba masuk meraih mangsa. Ara sangat ketakutan, badannya gemetaran. Tikus tadi menenangkannya. "Tenang saja. Tempat ini sangat aman. Kalau kamu masih takut, kita pergi ke tempat teraman tempat ini saja." Tikus itu menarik tangan Ara dan membawanya ke sebuah ruangan.
????????????
Bruk
Tubuh Ara terjatuh dari atas peti. Entah bagaimana caranya dia bisa tertidur di atas peti tua itu. Badannya terasa sakit setelah kejadian barusan.
"Mimpi apa itu? Menyeramkan sekali. Dan mengapa segala hal menjadi sangat besar." Ara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia mencoba mencerna arti mimpi yang dialaminya. Dia tidak pernah bermimpi hal seperti itu. Mungkin ada maksud tersirat di balik mimpi itu. Beberapa menit kemudian, dia menyerah. "Hah, konyol sekali, Ara. Mana mungkin mimpimu ada artinya. Sampai kapan pun kamu tidak akan menemui makna di baliknya."
Kring
"Halo," kata Ara.
"Hai, Ara. Ini Fabian. Kamu bisa temui aku sekarang?" ajak Fabian.
"Bisa. Tempat biasa?"
"Ya."
Mengendap-ngendap merupakan hobi Ara belakangan ini. Namun kali ini, rencananya digagalkan oleh Bella yang sedang menelpon Diva. Tak sekalipun Bella menunjukkan tanda akan beranjak dari tempat itu. Beberapa menit menunggu keadaan, akhirnya Ara memutuskan untuk tidak pergi menemui Fabian.
Ara kembali berjalan ke gudang. Ditutupnya pintu gudang itu dan ia menghubungi Fabian. "Halo."
"Hai, Ara. Kamu di mana? Aku udah sampai," kata Fabian.
"Ehm, sepertinya aku tidak bisa ke sana, deh. Ada beberapa hal yang menjadi kendala. Jangan marah, ya." Ara merasa tidak enak hati.
"Oh, begitu." Suara Fabian terdengar sedih.
"Aku ingin bertanya. Boleh?"
"Tentu saja boleh." Nada suara Fabian sudah kembali ceria.
"Bagaimana hubunganmu dengan Bella? Apakah itu benar-benar nyata atau hanya gosip?" tanya Ara ragu-ragu. Dalam hati pun sebenarnya tidak ingin mendengar jawabannya.
Fabian terdiam sejenak, teringat ancaman Bella dan perasaan Ervin. "Ya, itu benar."
Gundah sudah hati Ara. Bahkan dia sudah mendengar langsung dari orang yang bersangkutan. "Oh, begitu. Semoga langgeng, ya."
"Ya."
Tut
????????????
"Kenapa dia harus jadian dengan Bella? Rasanya tidak rela membiarkan mereka berdua. Tapi apa yang harus kulakukan?" gumam Ara. Kemudian terdengarlah suara jeritan burung hantu. Ara terperanjat.
"Apa aku kembali ke mimpi itu lagi?"
Burung hantu raksasa itu kembali menyerang Ara. Ara berlari pontang panting. "Konyol sekali, untuk apa kamu makan aku. Aku hanya seonggok tulang yang tidak bernyawa dengan harapan yang pupus." Dia berlari sambil mengoceh pada dirinya sendiri.
"Setahuku, tempat tikus itu ada di sini." Dia berlari memutar dan memasuki rumah tikus itu.
"Astaga, kamu datang lagi. Tidak terluka, kan?" tanya tikus itu.
"Aku baik-baik saja," kata Ara sambil mengambil posisi duduk.
"Sebaiknya kamu bergegas."
"Bergegas?"
"Tangga itu hanya berada di sana selama beberapa jam. Kamu harus kembali ke duniamu agar tetap hidup," kata tikus itu.
"Tangga?"
"Ya. Kamu tidak tahu?"
Ara mengangguk.
"Padahal kemarin kamu pergi dengan tangga itu." Ara semakin bingung. Tangga apa yang dimaksud? Mengapa dia harus bergegas?
"Sebelum itu, aku ingin bertanya, tuan tikus. Tempat apa ini?" tanya Ara.
"Aku tidak dapat memberitahumu."
"Oh, begitu. Kenapa aku harus bergegas ke tangga?" tanya Ara lagi.
"Ikut aku."
Tikus itu mengajak Ara menuju sebuah tempat sambil berlari menyusuri lorong bawah tanah. Mereka keluar dan mendapati sebuah tangga berwarna emas yang terpampang di depan mereka.
"Ini tangga yang kumaksud. Kamu harus segera pergi." Tikus itu terlihat panik.
"Aku ingin bertanya. Apakah aku sedang bermimpi?" tanya Ara lagi.
"Anggap saja begitu."
"Apa arti dari mimpi ini?"
"Sebaiknya kamu bergegas. Tangga itu sudah mulai pudar." Tikus itu mendorong Ara.
"Pertanyaanku—"
"Cepat!" teriak tikus itu.
Ara pun memanjat tangga itu sambil bertanya-tanya. Mengapa dia berteriak? Apakah memanjat tangga ini sangatlah penting? Ara memutuskan untuk terus memanjat .
????????????
Hah hah
Napas Ara tersengal-sengal. Mimpi tadi serasa sangat nyata.
"Apa maksud mimpi itu? Kenapa sampai berulang dua kali?"
Cit
"Diam, tikus kotor," gumam Ara. Tiba-tiba tersadar olehnya sesuatu.
Tikus itu berlari dengan sangat cepat ke tempat persembunyiannya. Ara yang sangat penasaran mengikutinya. Tikus itu berlari dengan panik. Sampailah mereka di rumah tikus itu. Dengan penasarannya, Ara mengintip ke dalam. Dilihatnya tikus itu sedang menggigil ketakutan sambil memeluk sebuah kunci.
Tunggu ... kunci?
????????????
"Akhirnya setelah sekian lama dapat kubuka juga peti tua ini. Rasa penasaranku akan lenyap," senyum Ara. Dibukanya peti tua itu dengan kunci yang ditemukannya.
Ceklek
Dibukanya peti itu dan dikeluarkannya isinya.
"Apa ini? Hanya diari dan album foto?" Ara merasa sangat kesal.
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella