BAB 4 MOVE ON
Welcome kelas X11 Bahasa. Yeah, akhirnya aku benar-benar berada di kelas tiga SMA. Sekian lama aku menantikan agar aku cepat-cepat bisa kuliah di luar negeri. Inilah kesempatan emasku, aku tidak akan menyia-nyiakan waktu belajarku. Tentang mereka berdua, aku sedikit melupakanya. Ya. Aku memang bodoh dalam hal cinta, tapi ku yakin otak ku masih bisa untuk berfikir jernih dan merajut masa depan. Biarlah mereka merajut masa depanya sendiri. Bahagia atau tidak, aku sudah tidak peduli tentangnya lagi. Aku hanya perlu fokus agar nilaiku bertambah baik dan masalah ku akan berkurang di tahun ini. Ini adalah bagian dari harapan kecilku.
Hari ini pelangi berwarna-warni menghias diriku. Seketika aku bangun dari tidur suasana hatiku kian membaik. Aku tidak merasa sakit karena nya lagi. Aku sudah mengikhlaskan mereka berdua dan memutuskan hubungan dengan keduanya. Tapi, ada satu hal lain yang membuat pelangiku muram. Ganjalan di hatiku belum sembuh secepatnya. Aku masih memikirkan hal lain yang sebenarnya tidak harus ku pikirkan. Robin Brown, bagaimana mungkin aku memikirkanya? Aku benar-benar sudah gila memikirkan lelaki gila itu. Acara temu kangen minggu lalu masih terbesit menjadi memory yang tersimpan begitu saja di dalam benakku. Aku gelisah. Cemas. Karena memikirkan yang pantas tidak harus ku pikirkan.
Ah. Bisa-bisanya dia berani sekali menggodaku di depan Charlie dan teman-temanya. Bukankah dia sudah memiliki wanita lain di sisinya? Tunggu! Tapi seperti apakah wanita pujaan seorang Robin Brown? Bukankah dia yang ku kenal adalah lelaki yang sok cool dan sangat cuek di hadapan semua wanita? Termasuk aku sendiri. Bahkan, selama enam tahun kami duduk di bangku SD tak pernah sama sekali saling sapa sama lain. ah, apakah wanita pujaan Robin Brown sangat cantik? Ataukah berkulit putih, kalem dan ramah di depan orang-orang? Kenapa aku harus memikirkan sedalam itu? Apa untungnya bagi diriku? Aku benar-benar sudah gila karena lelaki dingin itu.
Cukup. Aku tidak ingin diganggu olehnya, Robin Brown. Biarlah dia memiliki segudang wanita sexy ataupun berkulit putih salju aku tak akan peduli. Sekarang tugas ku adalah belajar, belajar, belajar dan fokus merajut masa depan. Memikirkan Robin Brown hanya membuang-buang waktuku saja. Bahkan dia juga tidak pernah mau untuk membayar semua waktuku. Satu hal lagi, tugas ku adalah Move On dari semua yang menyakitiku, mantan dan sahabat ter-brengsekku. Aku juga bersumpah tidak akan bertemu dengan mereka lagi. Aku ingin menikmati masa-masa indahku, welcome kelas xii !!
*******************
Robin Brown, Pemuda bermata sipit berkulit bersih bagi kalangan teman-temanya. Dia memang banyak berubah semenjak ia beranjak dewasa. Kesibukan lain, hanyalah terus bersenang-senang di setiap waktu. Ia hanya ingin kebebasan tanpa ada ikatan. Dunia benar-benar miliknya.
“Hei, apa yang kau lamunkan?” Charlie mengagetkan Robin yang sedang melamun di dalam kelas.
“Aku hanya sedang berpikir keras. Bagaimana mungkin Alice bisa berubah menjadi mengagumkan,” Robin blak-blakan di depan Charlie. Charlie merasa cemburu dengan ucapan blak-blakan Robin yang tidak seharusnya dilontarkan di depan lelaki berkulit putih itu.
Charlie menatap tajam Robin. Ia terbakar api cemburu,”sungguh, kau seharusnya tidak memikirkan Alice-ku.” Charlie membatin keras di dalam hatinya.
Robin menatap Charlie yang tiba-tiba diam sejenak. Ia faham apa yang sekarang dipikirkan oleh teman karibnya.
“Ha-ha-ha... apa yang kau pikirkan Charlie. Sekarang ini aku hanya sedang bercanda. Semua yang ku katakan adalah gurauan saja, kau jangan menanggapi terlalu serius. Apa kau sedang merasa cemburu?” ungkap Robin menenangkan kegelisahan Charlie.
“Aku akan membunuhmu jika kau menyukai Alice,” Charlie menimpali dengan gurauan.
Robin sedikit beringsutan, ia tak setuju dengan ungkapan Charlie barusan. Bagaimana Robin bisa menyukainya jika dirinya sudah memiliki Angel. Robin hanya tertawa dalam hati menyikapi apa yang Charlie barusan diungkapkan. Namun, ada kesalahan yang muncul di hati Robin. Lelaki berkulit bersih itu masih tidak menyangka dengan perubahan Alice.
Dari kejauhan, segerombolan anak-anak geng kelas sebelah tiba-tiba beranjak masuk kelas XII-RPL. Salah satu gadis yang berjalan paling depan adalah Angel. Robin yakin pasti Angel sedang mencari dirinya.
“Hai,” ucap Angel memanggil lirih kekasihnya. Robin menengok ke arah Angel.
“Apa yang kau inginkan? Aku sedang tidak mood,”
“Aku harus berbicara padamu, kau ikuti aku.” Lauren memanggil Robin dengan keras tepat di pintu depan kelas. Robin berganti menengok ke arah Lauren dan mengikutinya.
Angel dibuat marah oleh Robin. Ia semakin geram, tanpa pikir panjang lagi ia mengungkapkan bahwa Robin adalah pemuda yang tidak dapat diandalkan dan tidak bisa membelikan barang yang diinginkanya di dalam kelas Robin. Teman-teman Robin terus menggeleng-gelengkan apa yang diucapkan Angel barusan. Mereka sedikit aneh dengan sikap Angel yang kelewatan.
******************************
Robin berlari keluar kelas membuntuti sepupunya Lauren. Jika Lauren sudah memanggilnya untuk bertatap muka secara langsung berarti ia membawa informasi penting untuk Robin.
“Kau, apa kau menyukai Angel?”
“Aku menyukai karena dia sangat pintar dan bisa mengajariku belajar,” ungkap Robin jujur.
“Kau sebaiknya berhenti saja menyukai Angel. Kau sudah disakiti gadis matre itu,” balas Lauren geram.
“Bagaimana mungkin kau melakukanya? Kau bahkan teman satu geng dan satu kelas bersamanya, apa ini yang harus kau beritahu?” Robin mengelak perkataan sepupunya.
“Aku bahkan tidak berniat merusak kalian berdua, tapi faktanya sahabat karibku itu sangat matre kepadamu dan kau masih tidak sadar,”
Robin menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia hanya menganggap apa yang diinginkan Angel adalah suatu keinginan wajar gadis seusianya.
“Kau, ikuti aku lagi.”
Lauren berlari lari kembali menuju kelas Robin. Ia hanya tidak ingin sepupunya disakiti oleh Angel. Meskipun Angel adalah teman geng sekaligus teman sekelasnya. Robin sedikit bingung dengan sikap Lauren yang tidak biasanya. Namun, ia tetap mengikuti dimana Lauren akan membawanya dan menunjukkan sesuatu padanya.
“Kau tahu, Robin benar-benar tidak pernah membelikanku sesuatu. Padahal aku selalu mengajarinya belajar dengan baik,” ucap Angel memelas.
“Apa kau pernah diberi tumpangan pulang denganya?” sahut Stefanus teman sekelas Robin.
“Haa.. tumpangan? Aku yang menolak karena motornya tidak keren seperti yang lain. Oopss,”
Robin melihatnya dengan jelas apa yang dikatakan Angel barusan. Ia geram dengan tingkahnya yang kelewatan. Padahal, selama ini Robin bersikap baik kepada Angel. Lauren memandang ke arah Robin dengan tatapan menyesal memiliki sahabat matre seperti Angel.
“Kau, “ Robin berjalan ke arah Angel berada.
Angel diam. Tak memberi sahutan apapun kepada Robin.
“Aku bahkan sekarang tidak bisa memanggil namamu lagi. Kelakuanmu benar kelewatan dan aku baru menyadarinya sekarang. Kuharap hubungan kita sampai disini saja,” Robin mengutuk Angel dengan kata putus di depanya.
“Baiklah, aku juga ingin mengakhiri hubungan denganmu.” Angel menjawab dengan tegas lalu meninggalkan kelas Robin dengan sikap yang angkuh.
Stefanus, Charlie, James dan Samuel datang menghampiri Robin yang masih penuh amarah. James memegang pundak Robin, berharap ada ketenangan di lubuk hatinya.
“Bro, kau jangan terlalu serius dengan masalah ini. Kita masih kelas xii bukan? Kau hanya perlu bersenang-senang untuk hidupmu,” ucap James menenangkan.
“Ya, kau betul. Apa sih indahnya pacaran selain sakit hati? Angel benar-benar gadis yang tidak terduga. Kalau tahu dia matre dari awal, harusnya kita menghentikanmu.” Stefanus menambahkan.
Robin sangat kecewa dengan tingkah Angel. Ia hanya menyukainya karena dia memang sangat pintar. Namun, mengetahui dia bersikap seperti ini. Robin muak.
“Hai gengs, ada satu hal yang harus ku lakukan,” Robin menimpali.
“Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Ku harap kau tidak patah hati,” Samuel membalas ucapan Robin dengan penasaran.
“Aku hanya perlu Move On darinya dan bersenang-senang bersama kalian.”
@yurriansan Thanks kak sudah dibaca. Ikuti terus ya tiap episode nya
Comment on chapter 1