BAB 5 AWAL BARU
Sore ini seperti biasa aku dan Karin jogging bersama, sekedar melepas penat seharian berjam-jam karena pengap di area sekolahan. Ya, kami juga perlu untuk mengistirahatkan otak. Kami menghabiskan waktu jogging di taman dekat kompleks perumahanku.
“Sepertinya kau harus istirahat,” ucap Karin melihat dahiku yang bercucuran keringat segar sore hari.
Aku menunduk. Mengambil minuman jus apelku. Lalu ku teguk dengan satu tegukan, aaahh.. sungguh segarnya.
“Hai, “
Karin menoleh setelah seseorang menyapanya dari kejauhan. Aku masih sibuk meneguk jus apelku yang segar. Ku lihat karin berjalan melangkah menuju sebuah suara berasal. Aku menengok, gleekk. Aku tersedak minumanku sendiri.
“Hai, apa yang kau lakukan disini?” ucapku memandangnya dengan tatapan kesal.
Raut wajahnya hanya tersenyum, lalu mengangkat sebuah raket yang dibawanya.
“Aku? Jadi, apa yang ku lakukan disini bro?” dia membalas ucapanya sembari menatap teman-temanya.
“Mungkin kita sedang mencari suasana baru di perumahan ini,” ucap James salah satu teman Robin.
Karin menggandeng tanganku pelan, “Kau harus berkenalan denganya,” ia mengarahkan tanganku kepada Robin.
“Haruskah aku berkenalan denganya, atau aku sudah pernah mengenalnya? Walau aku sebenarnya tidak yakin. Ku rasa kau saja yang kenalan denganya.” balasku jujur dihadapan mereka.
“Alice, aku hanya tidak yakin itu adalah kau. Kau benar-benar berubah belakangan ini, kau sudah terlalu cerewet dan juga cantik.” tantang Robin.
Aku benar-benar sudah memutuskanya untuk tidak bertemu dengan lelaki menyebalkan itu. Bahkan untuk menatapnya saja juga sudah tidak sanggup, dia benar-benar menyebalkan meskipun dia lebih tampan sekarang.
“Hai, kita akan ketinggalan jika hanya berdiri diam disini. Bukankah kita akan segera main satu babak?” ucap Charlie yang lari terbirit-birit mengejar Robin dan teman-temanya yang masih mengerumuni keberadaanku dan Karin.
“Kau, sebaiknya ikut kami.” ucap Charlie menambahkan.
Aku? Apa sebenarnya yang ada di pikiran Charlie. Sudah sangat jelas aku sangat tidak menyukai Robin belakangan ini. Kali kedua kami bertemu sungguh dia masih saja sangat menyebalkan. Ingin rasanya aku menghindar saja dan tak usah bertemu denganya.
“Hai.. Alice?” ucap Karin dengan gemas memandangku.
“Apa yang kau lamunkan?” Karin menambahkan.
“Ahhh ... apa yang ku lamunkan, aku hanya mengingat aku belum memberi makan Betty kucing kesayanganku,” balasku gugup kepada Karin. Ku lihat segerombolan Robin sudah meninggalkan kami berdua di taman ini.
“Sebaiknya kita pulang saja,”
“Baiklah.” Karin membuntutiku.
****
Jam 19.15 aku baru saja selesai mandi dan sudah memberi makan Betty kucing kesayanganku. Rasanya aku masih terngiang-ngiang oleh suara Robin yang mendengung di telingaku. Kenapa aku terus terpikir olehnya, padahal aku sungguh berharap aku tidak bertemu denganya.
Kata-katanya sungguh sulit dipercayai, apakah dia benar-benar Robin. Dia benar-benar tumbuh dengan sangat baik di usia sama denganku. Darimana dia dapat bentuk tubuh yang sangat bagus walau hanya terlihat dari luar saja. Mata sipitnya kadang membuatku gugup. Alice? Apa yang kamu pikirkan? Sadarlah dia hanya lelaki berkedok playboy saja. Ia bahkan pacaran dengan siapa saja, batinku.
Aku sadar banyak tugas yang belum ku selesaikan. Ku ambil beberapa buku tugas di dalam tas ranselku lalu aku mengingat ada yang salah dengan buku tugas English ku. Ahh.. ku cari-cari lagi dimana saja agar aku mengetahui keberadaan buku pentingku.
Satu jam berlalu. Ku rasa aku sudah mulai letih karena mencari buku tugasku yang menghilang begitu saja. Aku mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi seharian ini.
“Alice, apa kau menyalin tugas English hari ini?” ucap Karin membisikiku pelan ketika aku berhasil melewati gerbang sekolah.
“Ya, aku memang sudah menyalin soal nya tapi jawabanya sudah ku simpan baik-baik di otakku.” balasku kepada Karin.
Aku mengingat sesuatu terjadi di laciku, ahhh kenapa aku melupakanya.
“Karin, tunggu sebentar. Kau hanya perlu menungguku di sini. Aku akan kembali sebentar lagi,” ucapku mengingat sesuatu dengan tergesa-gesa.
Karin tampak kebingungan dengan sikapku. Ia hanya mengangguki ku pelan.
“Bagaimana jika tas ranselmu ku bawakan saja, kau bisa lari secepatnya. Dan aku akan menunggumu di depan gerbang sekolahan.”
“Baiklah,” timpal Alice lalu berlari terbirit-birit.
Baiklah. Itulah kata terakhir tadi yang ku ingat ketika Karin menunggu ku di depan gerbang sekolah. Sejak kapan aku menjadi pelupa dan lemah ingatan? Aku baru menyadari bahwa buku tugas English ku dibawa Karin sejak pulang sekolah. Aku harus segera menemuinya.
***
Malam ini benar-benar terasa dingin. Ku lihat angin mulai mengombang-ambingkan dedaunan yang sudah mulai menua dengan warna nya yang kelihatan berubah. Apa dayaku gadis kecil yang hanya menginginkan buku tugasnya dikembalikan tapi Karin bahkan lupa membawa buku englishku. Ahhh.. aku mulai geram sendiri.
Jalanan perumahan Blok C No 256 akhirnya aku menemukan rumah Karin yang begitu mewah. Nafasku sedikit tersengal karena setengah perjalanan aku berlari dengan sekuat tenaga agar aku cepat sampai di kediaman sahabatku.
Begitu aku menemukan rumah Karin, aku terkesiap oleh hal lain yang tak terduga. Bagaimana mungkin lelaki playboy itu berada di bawah pohon rindang yang tak jauh dari kediaman rumah sahabatku. Apa yang ia coba lakukan selarut ini? Ia benar-benar tak disangka jika dia bukan hanya seorang playboy tapi kini menjelma menjadi seorang penguntit di malam hari.
“Apa yang kau lakukan di sini?” ucapku memergoki lelaki playboy itu.
Matanya terbelalak melihatku, ku rasa jantungnya sedikit guncang karena aku memang membuatnya kaget.
“Astaga. Ku kira kau hantu penunggu pohon rindang ini, kenapa kau ada di sini?” balasnya kaget.
“Apa maksudmu aku berada di sini, aku hanya sedang menuju rumah kediaman sahabatku karena aku perlu mengambil buku tugasku. Lalu apa yang sudah dilakukan penguntit ini malam-malam larut dan sungguh dia melakukan tidak jauh di rumah Karin, apa kau sedang mencoba menguntit sahabatku?” balasku geram tak mau kalah denganya.
“Ha ha ha.. “ ia tertawa terbahak-bahak sembari menatapku dengan tatapan aneh.
“Kenapa kau malah tertawa, aku sedang tidak menghiburmu.”
“Kau benar-benar sangat berbeda dengan Alice yang ku kenal dahulu. Bagaimana mungkin aku menjadi penguntit sahabatmu? Kau ini benar-benar tidak sopan mengataiku begitu,”
“Kalau kau bukan penguntit, lalu apa yang kau lakukan di malam selarut ini?” timpalku mulai tak sabar.
“Sebaiknya kau hanya berada di sini bersamaku,” ucapnya lembut.
Aku benar-benar tidak mengira dia tidak membalas pertanyaanku. Lagi pula aku harus mengambil buku tugasku sebelum pukul sebelas malam. Sebelum Mama menungguku di rumah.
Aku berjalan meninggalkan Robin yang terdiam saja. Baru saja aku melangkah pelan, Robin sudah mencegahku dengan sedikit keras.
“Apa yang kau lakukan Robin, kau tidak berhak memegang tanganku. Jadi, aku minta lepaskan selagi aku meminta pelan.” aku sedikit mengeraskan suaraku kepada Robin, ku kira dia sudah keterlaluan denganku.
“Tenanglah, aku tidak akan melakukan apa-apa kepadamu atau bahkan melukaimu. Aku hanya perlu mencegahmu agar kau hanya berada di sini,”
Aku benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan Robin kepadaku. Bagaimana mungkin dia harus mencegahku bahkan aku tidak berbuat kasar padanya. Sungguh, aku benar-benar tidak harus diam diri dan mendengarkan ucapan lelaki penguntit itu.
Ku lepas tangan Robin dengan kasar, lalu ku abaikan dia yang berusaha mencegahku dengan maksud konyolnya. Aku hanya perlu bergegas, bertemu Karin dan pulang ke rumah.
Baru beberapa langkah saja, aku dikejutkan oleh hal yang tak terduga. Bagaimana mungkin Karin bersama dia? Lelaki yang ku kenal sekian lama. Namun, Karin? Bahkan ia hanya sahabat pendengarku tentang segala rasaku. Namun, kini mereka berdua? Apa yang mereka bicarakan? Lalu kenapa Karin berdiam diri tanpa memberitahuku?
Dari belakang Robin membuntutiku. Ia meraih tanganku pelan, lalu membawaku bersamanya. Aku benar-benar terkejut oleh keberadaan mereka.
“Sudah ku bilang kau hanya perlu bersamaku disini, sampai mereka selesai.”
@yurriansan Thanks kak sudah dibaca. Ikuti terus ya tiap episode nya
Comment on chapter 1