Read More >>"> Metamorfosis (Dilema Gadis Remaja) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Metamorfosis
MENU
About Us  

 

Buku tebal menghempas mejaku. Wajah tampan Awan tampak kesal. Sekar yang duduk di sebelahku sampai mengurut dada. Bulan langsung berbalik karena penasaran. Aku menaikkan alis, meminta penjelasan. 

“Kenapa kamu langsung pergi? Aku ditinggal begitu aja! Padahal mau pulang bareng.” Aku berpikir sejenak untuk kemudian menepuk kening.

“Ya ampun, Wan. Maaf banget, kupikir kamu pulang sendiri.”

“Pulang sendiri apanya? Aku sudah bilang sama kakakku tidak usah dijemput. Untung saja, dia mau balik lagi ke sekolah.”

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal untuk kemudian menangkupkan kedua tangan di depan dada. Kupasang wajah paling memelas. Awan masih mendengkus kesal. Kali ini, aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca yang tentu saja dibuat-buat agar lebih memberi kesan iba.

“Beneran, lho, Wan. Aku nggak sengaja.” Wajah Awan melunak. Aku merasa sedikit lega meskipun tahu masalah sebenarnya baru saja dimulai.

“Ya sudah, lain kali jangan asal nyelonong aja, La.” Aku menyengir lebar. “Aku pergi dulu, sepulang sekolah kayak biasa ‘kan?"

Aku hanya mengangguk. Bulu kuduk terasa berdiri semua. Dua pasang mata menyorotku bagaikan lampu sorot di atas panggung konser bintang ternama. Aku menelan ludah. Tatapan kepo Bulan dan Sekar menodongku.

“Ayo cerita!” desak keduanya hampir bersamaan. 

Aku mengembuskan napas berat. Tak punya pilihan lain, kuputuskan untuk menceritakan aktivitas “rahasia” sepulang sekolah. Bagaimana aksi penyelamatan Awan dari cewek-cewek anarkis hingga anak itu bersedia jadi model komik terbaru. Aku bergidik ngeri melihat mata keduanya yang berbinar-binar.

“So sweet banget, La. Terus nanti kalian jadian.” 

Aku menggeleng. Cih, memangnya ini sinetron. Bulan dan Sekar melongo untuk kemudian menatap tak percaya. 

“Nggaklah. Awan nggak mungkin suka sama cewek biasa-basa aja kayak aku. Terus, Aku juga nggak mau pacaran sama cowok ganteng!”

“EHHH?” Sekar mengerutkan kening. “Kenapa, La?” Aku menganggkat bahu.

“Entahlah. Aku selalu merasakan firasat buruk kalau lagi dekat cowok ganteng."

“Apa karena dulu pernah dibully gara-gara Satria?”

Sekar menatap Bulan dengan wajah tak percaya. Dia pasti tak menyangka kami mengenal bahkan satu SMP dengan artis keturunan tionghoa idolanya itu. Aku dan Satria memang sahabat sejak kecil. Wajar saja, karena rumah kami bersebelahan.

Keakrabanku dengan Satria memang menimbulkan rasa tak suka cewek-cewek di SMP-ku dulu. Aku memang sering di-bully dengan kata-kata sinis. Bulan tersenyum riang sebelum memulai cerita tentang Satria. Sesekali aku ikut menimpali.

...

“Ria!” 

Panggilan seorang anak perempuan berseragam putih biru membuat siswa berseragam sama merengut. Kawan akrabnya itu menyengir jail. Kulit putih Satria merona karena kesal bercampur malu. 

“Woyyy, Lala! Berhenti memanggilku Ria! Emangnya aku cewek?” protes Satria cepat. Tawa gadis berambut pendek di hadapannya pecah.

“Nggak papalah muka kamu, ‘kan, memang cantik.”

Satria mengacak-ngacak rambut Lala. Dia langsung menurunkan tangannya dengan gelisah. Beruntung, panggilan guru membuat suasana canggung sedikit mereda. Satria permisi meninggalkan Lala dengan rasa herannya. 

Bulan yang mengintip dari balik tembok tampak kaget. Dia mengepalkan jemari. Seringaian aneh terbit di sudut bibir.

Lala pergi ke kantin. Semangkuk bakso mengepulkan asap dan segelas es jeruk sudah membayang di otaknya. Namun, perasaan langsung tak nyaman ketika memasuki kantin.

“Eh, Lihat deh si Lala centil!”

“Caper mulu sama Satria!”

“Jijay sama cewek murahan kayak gitu!”

Lala berusaha keras bersikap riang meskipun hatinya terbakar amarah. Nafsu makan sudah hilang. Dia memutuskan kembali ke kelas setelah membeli sebungkus roti selai strawberi. 

“Kalian keterlaluan!” 

Lala mengerutkan keningnya ketika gadis paling cantik di sekolah berdiri di depannya, menatap nyalang pada kawan-kawan bermulut pedas itu. Pembelaan gadis bernama Bulan itu membuat Lala merasa terbang ke angkasa. Selama ini, dia memang tak memiliki teman cewek. 

Sejak kawan-kawannya memasuki masa puber, obrolan mereka jadi tidak nyambung. Perlahan, Lala mulai menjauhi mereka. Bermain gundu atau nyolong mangga tetangga bersama anak laki-laki lebih menyenangkan dibandingkan mengobrol masalah cowok ataupun fashion.

...

“Aku dulu berasa jahat sekali lho. Waktu itu, aku mendekati Lala untuk menjauhkannya dari Satria.”

“Tapi, akhirnya kita, ‘kan, jadi teman beneran, Lan,” sahutku.

“Habisnya aku kasihan sama Lala. Saking tomboinya, dia nggak bisa bedain lipbalm sama permen.” 

Aku mendelik. Awas saja kalau dia menceritakan peristiwa memalukan itu. Tapi, Bulan tak peduli dan tetap bercerita.

...

Bulan memperlihatkan sebatang lipbalm pada Lala. Aroma strawberi membuat Lala mendekatkan hidungnya. Batangan pink itu pun digigit dan diemut. Dia seketika muntah.

Bulan hanya bisa melongo, menatap Lala tak percaya. Hampir saja seekor lalat masuk ke mulutnya yang ternganga. Sementara itu, potongan lipbalm berbalut air liur tergeletak di atas rumput. 

“Permennya, kok, rasanya aneh, Lan. Padahal baunya enak.”

Bulan menepuk keningnya. Dia mendengkus-dengkus tak jelas saking gemasnya. Lala menatap kawan barunya dengan wajah polos. 

“Lala ... itu lipbalm bukan permen,” jelas Bulan dengan gemas. 

Dia mengeluarkan lipbalm lainnya dengan warna peach dan mengoleskannya di bibir. Lala membulatkan bibirnya sembari mengangguk-angguk paham.

“Kamu coba deh!”

Lala mengoleskan lipbalm dengan bekas gigitannya di bibir. Bulan mengeluarkan cermin kecil. Lala menatap wajahnya tak percaya. Hanya polesan lipbalm ternyata membuat penampilan terlihat berbeda.

...

“Sejak saat itu aku mengajari Lala untuk jadi lebih cewek.”

“Enak aja memangnya aku cewek  jadi-jadian!” sungutku. “Aku cuma belum puber waktu itu. Bahkan, aku baru dapat tamu bulanan pertama pas mau lulus SMP.”

“Makanya kamu menolak Satria, ‘kan?” 

Sekar menatap tak percaya. Mungkin heran, bagaimana bisa makhluk biasa banget, berani menolak cowok sepopuler Satria. Kufur nikmat kata teman-teman sekelasku dulu.

“Iya, Kar. Satria nembak dia tapi dia malah marah-marah," timpal Bulan sebelum kembali bercerita kronologis penyataan cinta dari Ria.

...

Satria menarik tangan Lala, membawanya ke belakang sekolah. Lala menatap kawan karibnya heran. Anak lelaki itu memang tengah membuatnya tersudut di tembok sekolah. Istilahnya, 'Kabedon' dalam manga atau anime bergenre romantis.

“Aku nggak suka kamu jalan sama Bulan terus. Aku mau kamu jalan sama aku.”

“Kamu kenapa sih, Ria?”

“Aku suka kamu, La. Aku mau jadi pacar kamu.” 

Mata Lala mendelik tajam, menatap penuh amarah. Satria tampak tersentak. Bulan yang mengintip hampir menjerit karena digigit serangga. Untung saja, dia sempat menutup mulut.

“Nggak mau! Teman-teman aku semuanya berubah! Kamu kenapa jadi berubah juga, Ria? Aku nggak suka Ria yang begini!”

Wajah Lala muram. Matanya berkaca-kaca. Lala mendorong Satria untuk kemudian berlari menjauh. Cowok tampan itu hanya bisa menatap nanar punggung kawan sejak kecilnya. Sementara itu, Bulan memutar otak untuk mendamaikan keduanya.

...

“Habis kejadian itu aku dan Ria menjadi canggung. Setiap berpapasan, saling membuang muka. Itu semua sangat menyakitkan. Persahabatan kami hampir hancur jika saja Bulan tak ada di sampingku saat itu," cetusku.

“Untung aja, aku bisa nyadarin Lala. Satria pindah sekolah karena ayahnya kerja di ibukota. Mereka berhasil berdamai di bandara persis kayak di sinetron-sinetron," timpal Bulan sambil tergelak. 

Aku mencubit lengannya. Sekar terkagum-kagum. Bintang tak acuh, sibuk membaca buku seperti biasa. Cerita tentang masa SMP kembali mengalir.

...

Bandara tampak ramai. Lala mempercepat langkah. Wajahnya semakin panik. Dia menelan ludah berkali-kali sembari mencari-cari sosok Satria. Bulan menyentuh lembut bahu Lala, berusaha menenangkan. 

Lima belas menit berlalu, langkah Lala terhenti. Cowok manis berkulit putih dengan mata sipit itu berdiri terpaku di hadapannya. Suasana mendadak terasa sepi. Lala tanpa sadar berlari memeluk Satria dan menangis di dada kawan karibnya. 

“Maafin aku, ya, La,” bisik Satria lirih.

“Nggak, Ria. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku tidak menghargai perasaan kamu.” Hening beberapa jenak. “Tapi, aku juga tidak bisa membalas ....” 

Satria melepaskan pelukannya, tersenyum lembut dan bergumam, “Aku tahu.” Lala membulatkan mata. Senyuman jail terbit di bibir Satria. “Tipe cowok yang kamu suka, ‘kan  tipe-tipe ibu peri kayak Kak Langit.”

“Apaan sih!” Lala refleks mencubit lengan Satria. Makhluk jail itu tertawa lepas. “Sudah pergi sana! Malas aku melihat muka kamu!” bentak Lala.

...

Aku mendelik pada Bulan yang tega sekali menceritakan bagian Kak Langit juga. Sekar menjadi menatapku dengan mata  berapi-api penuh semangat. Bulan menyengir lebar. Sekar mulai memasang wajah anak kecil merengek minta cerita sebelum tidur.

“Jadi kamu suka Kak langit, La?”

“Itu ‘kan jelas banget, Kar. Lihat saja muka Lala yang memerah kalau ada Kak Langit,” celetuk Bintang dengan wajah tanpa dosanya. 

Aku mulai menyerang Bulan dan Bintang dengan anarkis. Sementara itu, Sekar masih menatapku dengan wajah berseri-seri. Huh! Dasar korban drama Korea!

***

Aku memgembuskan napas lega begitu menyelesaikan gambar. Ada kepuasan sendiri setelah berjibaku menggambar Awan dalam berbagai pose dan ekspresi semingguan ini. Cowok idola satu sekolahan itu bangkit dari kursi. Mata elangnya mengintip hasil kerjaku.

"Tak menyangka diriku bisa sekeren ini," celetuknya, membuatku hampir mengacak-acak muka songongnya itu.

Sabar, Lala, sabar. Bagaimanapun kesediaan Awan menjadi model, telah banyak membantuku. Figur dengan karakter kuat sepertinya, membuat tokoh komikku nanti akan memiliki ciri khas yang lain dari biasanya. Aku bangkit dan menepuk pelan bahunya.

"Syukurlah, bisa selesai, makasih, ya, Wan," ucapku sambil mengulurkan tangan.

"Sama-sama," sahut Awan menyambut uluran tanganku.

"Btw, aku pulang duluan, ya. Hari ini dijemput kakak."

Aku berbalik dan hampir melangkah pergi. Namun, pergelangan tangan digenggam kuat. Satu sentakan, tubuhku tertarik ke belakang dan mendarat dalam dekapan Awan. Dua pasang mata beradu. Lah, kenapa jadi kayak adegan film romance begini?

Jantungku berdebar kencang. Meskipun tak memiliki perasaan spesial, menatap wajah super ganteng dengan jarak begitu dekat, tentu menggetarkan hati. Situasi menjadi kacau ketika para siswa yang seharusnya pulang mendadak berkumpul. Kebun sekolah mulai ramai. 

"Lala, aku suka kamu, mau jadi pacarku?" cecar Awan.

Bisikan tak sedap mendengung bagai lebahm Argh! Sialan! Cowok ini pasti ingin menjadikanku tatuhan atau mainan. Mana mungkin dia suka beneran.

Aku hanyalah cewek rata-rata, hampir tak memiliki keunikan atau ciri khas yang spesial. Potongan rambun pun istiqamah sejak kecil, begitu-begitu saja, rambut sebahu dengan poni ke kanan. Gaya berpakaian juga hanya mengikuti tren remaja kebanyakan. Kalau tidak cantik, cewek yang mendapat kehormatan menjadi pacar sang idola, pastilah memiliki keistimewaan.

"Lala?" desak Awan.

Argh! Otak cepatlah pikirkan alasan yang tepat. Apa bilang sudah punya pacar saja? Ah, tidak bisa! Para penonton di sini rata-rata tahu soal kejomloanku. Atau bilang tidak dibolehin Bunda. Sial, juga tidak bisa! Habislah nanti aku diledek sebagai anak mami. Aduh, mata elang itu semakin menodong.

"Jika kamu tidak mau juga tidak apa-apa ...." gumam Awan lirih. Mata elang tampak sendu.

Cerdas! Gerutuan terdengar dari kerumunan oenonton. Mulai dari ucapan sok jual mahal sampai kufur nikmat ditujukan padaku. Aku semakin terdesak.

"Aku mau." Ya, aku menyerah. 

Awan menarikku dalam dekapan. Tatapan-tatapan sinis menghunjam. Tuhan, kenapa aku harus terperangkap dalam jaring laba-laba si Awan? 

Aku beruntung karena mendadak ada guru. Awan buru-buru melepaskan pelukannya. Bemesraan di skeloah tentu melanggar aturan. Para penonton pun bubar teratur.

"Lala, bagaimana kalau kit-"

Bunyi ponselku menghentikan obrolan. Nama Kak Kus tertera di layar. Aku menerima panggilan. Ini pertama kalinya aku senang sekali ditelepon olehnya.

"Biang Kerok, udah di depan nih! Buruan!"

"Iya, iya!" Aku memutuskan pangililan. 

Aku menghadapa Awan dan bergumam, "Wan, aku pulang duluan, ya. Udah dijemput kakak."

"Eh, tunggu! Aku mau kenal sama kakak kamu."

"Jangan!" Awan memgerutkan kening. "Kakaku itu galak dan nggak suka adiknya punya pacar," kilahku cepat.

Awan mengangguk-angguk paham. Aku bergegas menuju gerbang sekolah. Tak lupa melambaikan tangan beberapa kali ke arahnya. 

***

Aku menggayut manja pada Tante Bunga. Siapakah tante h
yang cantik dan baik hati, juga tidak sombong ini? Beliau adalah mamanya Kak Langit alias calon mertua, sekali-kali diriku ngaku-ngaku. Sejak peristiwa memalukan enam tahun lalu, kami menjadi akrab. Aku kerap kali berjam-jam nonkrong di rumah ini untuk curhat.

Seperti hari ini, pagi minggu yang cerah, aku melipir ke rumah Kak Langit. Tentu saja mau curhat soal pernyataan cinta dari cowok paling keren di sekolah. Mana berani cerita sama Bunda, bisa disemprot tujuh hari tujuh malam. Bunda paling nggak suka remaja pacar-pacaran. Buang-buang waktu, ujung-ujungnya bikin malu orang tua, begitu pemikiran beliau.

"Jadi, Lala galau, Tante. Kayaknya dia cuma jadiin Lala taruhan. Tapi mau nolak nggak mungkin."

"Kasian banget sih kamu, Nak. Padahal Tante ngarep kamu sama adiknya Langit."

Aku ingat adiknya Kak Langit ada di sekolahku. Entah kenapa  selalu lupa menanyakan namanya. 

"Mama jahat, daripada sama adik, lebih baik Lala sama aku aja," celetuk Kak Langit. Pipiku seketika memanas. 

"Ish, Kak Langit! Nanti Lala geer nih," protesku.

Kak Langit hendak bicara ketika ponselku berdentang. Kau mengeluarkab benda persegi itu dari tas. Pesan masuk dari Awan. 

[Lala, kamu nunggu di mana? Aku  sudah hampir sampai di mall.]

Aku menepuk kening. Argh! Kenapa bisa lupa kalau hari ini ada janji kencan? Setelah berpamitan pada Tante Bunga dan Kak Langit, aku bergegas kembali ke rumah. Nggak usah dandan yang penting bawa tas isi dompet dan hape.
***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
Letter hopes
888      496     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Run Away
6667      1493     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Rinai Hati
488      258     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
I have a dream
270      221     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
School, Love, and Friends
16491      2589     6     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Hati Yang Terpatahkan
1839      833     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Kisah yang Kita Tahu
5107      1446     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...