Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Pengharapan Kenan serasa runtuh setiap kali wajah Lena yang selalu tersenyum pura-pura kuat terbayang. Ia kehabisan akal untuk bersikap pada Lena, bahkan pada dirinya sendiri. Hidupnya penuh gelimpang harta, sementara dunia Lena adalah kotak sempit rumah sakit dan untuk seumur hidup ia takkan pernah meninggalkan obat, infus, suntikan, dan selang-selang yang makin hari makin bertambah banyak jumlahnya.

Sesakit apapun hati Kenan diiris-iris melihat Lena, ia sudah berjanji tak ada tangisan lagi. Sosok Lena yang hidupnya terpuruk tetapi masih saja sukacita cukup membuat Kenan punya semangat hidup. Kenapa harus sedih? Kenapa harus kalah pada keadaan? Pada keadaan Lena juga pada keadaan saat itu dimana suhu udara menusuk tulang. Ia lelah memikirkan masalah karena segalanya takkan ada habisnya.

Esok paginya sebelum ke sekolah ia menyempatkan diri mampir ke minimart terdekat. Ada sesuatu yang harus ia beli dan tak terlupakan juga susu kotak kesukaannya yang baru ia sadari beberapa saat yang lalu kalau harganya memang mahal sekali.

“Pantas Sam curiga.”

 

“Kau suka sekali sama susu itu ya? Lagi banyak uang?” tanya Sam curiga.

“Tidak juga. Ada satu boks penuh persedian. Kau mau? Besok kubawa.”

Sam menatapnya heran. “Susu itu sudah disiapkan? Kerabatmu itu benar-benar kaya raya, baik, dan perhatian ya. Aku jadi ingin lihat mereka dan tempat tinggalmu.”

“Hanya rumah biasa saja. Tak perlu dilihat karena bisa kugambarkan.”

“Terdengar seperti sarang lebah.” Sam tertawa sambil duduk di bangkunya. “Oh, kau sudah beli harmonika?” tanya Sam. “Asal kau masih ada niat belajar harmonika, kecuali kalau kau setuju menerima violin Melque.”

“Melque serius?” Tangan Kenan memukul dahi. “Ah, aku lupa harmonikanya. Nanti pulang sekolah ingin sekali aku beli. Toko musik dimana?” tanya Kenan.

“Kau mau pergi bersamaku? Aku ingin beli senar baru sekalian.”

Sebelum Kenan sadar kalau ia hendak mengangguk, ia lebih dahulu terkesiap ketika mengingat kalau ia belanja selalu menggunakan kartu kredit atau kartu debit pemberian keluarga Challysto. Juga, ia teringat sesuatu yang tadi sudah disiapkannya.

“Ah, aku lupa pulang sekolah nanti aku harus ke perpustakaan,” elaknya.

“Perpustakaan? Untuk apa?” tanya Sam yang tidak curiga Kenan beralasan.

“Dari dulu aku suka perpustakaan. Baru kemarin aku tak sengaja menemukan perpustakaan sekolah ini. Besar sekali. Luar biasa. Berbagai macam buku ada.”

Sam tertawa. “Jangan konyol. Sekolah ini seperti istana. Sampai sekarang pun aku tak pernah tahu di mana perpustakaannya.”

Bodohnya anak ini keterlaluan juga… “Maaf, aku memilih perpustakaannya.”

“Tidak apa-apa. Lagipula kita bisa pergi sama-sama lain kali,” jawab Sam mengiyakan dengan santai.

Ia memang tidak peka kalau Kenan sedang membohonginya. Satu hal yang membuat Kenan nyaman berteman dengannya dan bukan dengan Melque dkk. Lebih mudah membohongi anak bloon daripada bocah tukang gosip.

 

Seperti ucapannya tadi, sepulang sekolah Kenan langsung pergi ke perpustakaan untuk menjalankan maksudnya sendiri, bukannya membaca.

Di perpustakaan besar yang luasnya seperti pabrik Coca-Cola itu, Kenan mencari buku yang menurutnya lumayan normal apabila dibaca anak sepantarannya. Sekembalinya dari menjelajah, ia meletakkan tumpukan buku itu di meja dengan tidak ada hasrat ingin membacanya sama sekali. Hanya basa-basi.

Kenan mulai iseng membuka-buka halaman buku yang penuh dengan istilah Inggris rumit lalu diletakkan lagi. Dengan sengaja ia mengabaikan larangan untuk membawa makanan dan minuman dan dengan sengaja pula menumpahkan sebotol susu strawberry yang tadi pagi ia beli ke meja. Penjaga perpustakaan menghampiri lalu memarahinya.

Satu jam lebih ia terjebak di perpusatakaan untuk membersihkan ulahnya. Begitu usai, ia dapat bonus hukuman merapikan buku-buku yang berantakan. Percayalah, itu makan banyak waktu dan tenaga tapi memang itulah yang ia harapkan. Berlama-lama dengan cara yang wajar sampai semua murid pergi.

 

Suara pintu terbuka. Kenan tak sempat bersembunyi.

“Sudah kuduga. Ternyata memang kau,” ujar Ryan. Dahinya berkerut.

“Kau langsung lari ke sini begitu mendengarkan suara violinku? Instingmu hebat.” Kenan menoleh. “Jadi, gosip itu sudah sampai ke SMA?” tanya Kenan lagi pada Ryan yang hanya diam memandanginya. “Sampai kau yang anak emas turun tangan.”

 “Tentu saja. Harusnya mereka curiga pada suara yang tiba-tiba muncul beberapa minggu setelah kedatangan murid baru. Kenapa kau jadi ‘The Pernambuco’?”

“Memangnya aku yang menamai diriku dengan nama bodoh itu? Ada yang salah dengan penghuni sekolah ini. Dan mereka saja yang langsung percaya aku tak bisa main musik,” jelas Kenan sewot. “Lalu, kau yang paling mengenal nadaku kenapa kemari? Mau mengiringiku dengan flute atau mau main violin sama-sama?”

Ryan berkacak pinggang. Ekspresinya adalah emosi wajah yang tak pernah Kenan lihat sebelumnya. “Tahu darimana aku bisa main flute? Aku tak pernah bilang apalagi menunjukkannya padamu. Terus, bagaimana kau bisa ambil violin dari ruang kesenian yang selalu terkunci rapat itu?”

 “Tempat itu seperti gudang harta alat musik ya.” Pikiran Kenan memutar kembali memori di saat ia yang sudah tak punya apa-apa menumpang di rumah keluarga Lena yang miskin dulu. “Aku sudah bilang, jangan tanya yang kau sudah tahu jawabannya. Siapa yang tak kenal seluk beluk Ryan Ferliaz Challysto di tempat ini??”

“Jawab sajalah, Ken.”

“Ada satu jendela yang kuncinya longgar. Mudah membukanya dari luar.”

Kaki Ryan melangkah maju untuk mendekati Kenan.

“Kenapa? Kau itu sebenarnya kenapa? Apa yang kau pikirkan? Aku tak mengerti. Aku menghargai mimpi dan tekadmu. Selalu. Tapi dari awal, apa untungnya buatmu jaga jarak dariku? Dari Challysto, Kenan?” tanya Ryan yang akhirnya menumpahkan perasaannya, putus asa untuk mendekatkan diri pada sepupu kecilnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Kenan menyeringai marah. Mata Kenan menyala, melotot melihat Ryan yang warna irisnya sama sepertinya, cokelat madu.

“Jangan bakar amarahku, Ryan Ferliaz Challysto. Aku bukan siapa-siapa yang perlu repot-repot jaga jarak dari kau dan keluargamu. Jangan rusak kesepatakan kita karena emosi sesaat itu. Jadi, aku minta tolong jaga ucapanmu. Tidak pantas.”

Ryan balik memelototi Kenan dan mengabaikan pengusirannya. “Bukan siapa-siapa? Siapa? Aku? Aku sepupumu! Aku kakakmu, Kenan Grace Chall –“

“Diam!!” Kenan melempar bow dari tangannya.

Ryan terlompat kaget karena Kenan berteriak sangat keras. Jeritan penuh emosi yang baru pertama kali ia dengar dari sepupunya yang jadi semakin pemurung setibanya di Inggris.

Ryan menenangkan dirinya sendiri. “Darahmu tak bisa kau tolak, Kenan.” Ryan mulai menguraikan semua yang mengganggu hatinya selama ini. “Dari awal masalah sakitnya Lena, berikutnya rumah, dsb, lama-lama terlihat alasan-alasan yang kau sembunyikan. Kenapa kau menghindari kami? Kenapa kau menolak kami? Apakah sampai saat ini pikiran ‘rasa bersalah, aku hanya anak hilang, aku tidak pantas’ itu masih saja ada di kepalamu sampai kau bisa secara sengaja mengabaikan orang-orang yang sayang padamu? Kenan di hadapanku yang sudah lama kehilangan senyumannya juga sudah kehilangan hatinya ya.”

Kenan diam mematung, menunduk. Wajahnya tertutupi oleh poni.

“Aku tidak peduli pada itu semua, Ferliaz. Dari awal aku memang yatim piatu. Dari awal aku sudah tak punya apa-apa. Hartaku tinggal Lena dan violin.

“Siapapun itu, paman Anderson dan bibi Vani, hanya peduli padaku ketika aku ditemukan mewarisi darah yang sama denganmu. Kalau tidak, aku tetap saja anak yatim piatu yang hidup sebatang kara!” Kenan sudah mendongak dengan gigi gemelatukan. “Satu hal, Ryan. Lebena segalnya bagiku, dia duniaku saat tidak ada siapapun yang dapat kuharapkan. Jadi, hatiku yang ada pada Lena hancur melihat Lena hancur! Kau yang punya segalanya tidak akan mengerti itu!!” Kenan menggertakkan giginya keras-keras. “Uang dan harta keluarga Challysto yang dapat membeli sepertiga Eropa juga tidak dapat menemukan apalagi membeli hatiku yang memang sudah hilang!” ujar Kenan dalam.

Ryan menarik tangan Kenan lalu melayangkan tangannya ke pipinya. Ia menampar Kenan, sepupunya yang ia anggap adiknya sendiri.

“Beli apa katamu!?” tanya Ryan dengan sangat marah. “Otakmu memang makin rusak kena salju Inggris dan obat-obatan rumah sakit yang menguap!”

Kenan memegangi pipinya yang memerah. Ia berhenti bersikap tempramental dan jadi tenang sambil menyusuni semua barang-barangnya. “Ini tempatku, kediamanku, tuan Challysto. Tolong pergilah dengan menutup mulutmu dari Brokeveth, juga Inggris.” Tas di pundak kiri sementara tas violin di lengan kanan, Kenan berjalan pergi menuju pintu. Ia pula masih ingat memungut bow yang ia lempar. Jari telunjuk kirinya menekan-nekan pelipisnya. “Oh iya, kau benar, otakku rusak akibat salju, obat, dan uang-uang yang kalian sodorkan padaku.” Kenan menarik pintu agar tertutup. “Sayangnya uang itu tidak berhasil juga mencari dimana hatiku.”

“Kenan!” seru Ryan sekuat tenaga.

Beberapa detik kemudian ia berlari dan membuka paksa pintu, tapi ia tak mendapati seorang pun di balik pintu itu.

Ryan memegangi keningnya. “Pikiranmu masih saja berbelit-belit. Apa yang salah dengan isi kepalanya? Apa karena terlalu kepintaran makanya anak 13 tahun bisa bicara seperti itu? Mau sampai kamu mau menutup diri, Kenan?” Ryan seperti hendak menahan tangis. “‘The Pernambuco’, sepupuku yang tak mengerti juga disayang.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Chasing You Back
409      287     1     
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya. Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya. Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
1887      968     1     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
Mars
1187      643     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Kenangan Masa Muda
6930      1919     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
Forestee
488      344     4     
Fantasy
Ini adalah pertemuan tentang kupu-kupu tersesat dan serigala yang mencari ketenangan. Keduanya menemukan kekuatan terpendam yang sama berbahaya bagi kaum mereka.
Untuk Navi
1169      649     2     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
Love Never Ends
11825      2488     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Babak-Babak Drama
473      328     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Cinta dan Benci
4894      1493     2     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
Frasa Berasa
66382      7404     91     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...