Sore itu benar-benar sepi, kecuali suara langkah kaki kecil yang tergesa-gesa menuju satu ruangan di ujung gedung pusat penelitian kota.
Tok…tok…tok…
“Masuk!” teriak seseorang didalam
Joe membuka pintu berwarna silver itu. Yang dia tahu, pintu itu semacam pintu besi berlapis aluminium tapi ringan, dan untuk membukanya tidak bisa dengan cara didorong, karena harus digeser.
Di dalam ruangan, seorang laki-laki paruh baya memakai kacamata bulatnya itu. Ditatapnya Joe dengan mengernyitkan dahi. Sepertinya, profesor berambut putih itu tengah berpikir keras mengingat-ingat wajah yang tak asing lagi baginya.
“Hey, sudah kuduga, kau lagi. Bagaimana dengan keputusan bodohmu kemarin?”
“Aku sudah memutuskan dengan matang-matang, prof. Aku siap.”
“Kau yakin akan melakukan ini? Ini bukan semata-mata kesalahanmu, Joe. Gadis itu meninggal dalam perjalanannya pergi menuju kampus.”
“Bukan karena itu prof. Sebenarnya, sehari selepas pemakamannya, Aku menemukan selembar catatan miliknya di laci meja, dan Aku telah membacanya”
“Apa yang merisaukanmu?”
Joe menghela nafas dalam-dalam “dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa membaca sedikitpun gerak-gerikya yang menunjukkan dia suka padaku. Tolonglah prof, Aku hanya ingin dia mati dalam keadaan cintanya terbalaskan”
“baiklah, tapi ingat, mesin waktu ini tak akan mengubah takdir si gadis itu, dia akan tetap mati. Tapi kau bisa mencegah apa yang kamu lakukan sendiri di masa lalu, sebelum hari-hari terakhir hidupnya. Kau bisa menambah kenangan didalamnya. Dan penting untuk kamu ketahui,kau boleh bertemu dengan siapapun, tapi kau tak boleh bertemu dengan dirimu sendiri di masa lalu, dan jika kau mati dalam perjalanan mesin waktu ini, kau akan menghilang selamanya tanpa diketahui oleh siapapun. Kau akan dianggap tak pernah ada. Bagaimana?”
Glek
“Baiklah, Aku siap”
“Oke, mesin waktu ini akan membawamu menuju 100 hari ke belakang. Kau harus kembali ke sini tepat hari ini juga Tepat di jam yang sama. By the way, Kau bawa catatan gadis itu?”
“Kuletakkan kembali di laci, Aku tak berhak membawanya, bahkan harusnya Aku tak berhak membacanya”
“bagus kalau begitu, bawa ini”
Profesor berkumis itu menyerahkan alat semacam remot yang tombolnya hanya ada satu. “Ini kau gunakan kalau kau benar-benar dalam keadaan mendesak saja. Ini akan mengembalikanmu secara paksa ke masa sekarang”
Joe mengangguk paham.
“Masuklah ke ruangan itu, duduk dengan tenang dan pakai sabuk pengamanmu”
Ruangan kecil itu, benar benar kecil. Hanya berukuran 1x1 meter. Tak ada apa apa didalamnya keuali sebuah kursi empuk lengkap dengan sabuk pengaman dan helm. Ruangannya tidak kedap suara. Di pintunya, terdapat semacam jendela kaca sehingga Joe tahu persis apa yang di intruksikan oleh profesor.
“Pejamkan matamu”
Joe mengambil nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memejamkan matanya. Hanya gelap dan hening yang dia rasakan. Sementara profesor mulai menekan tombol-tombol di remot yang dia bawa.
Joe mulai merasakan kursinya bergerak-gerak. Helm di kepalanya hilang. Ia bisa merasakannya meskipun dalam keadaan terpejam. Tak henti-hentinya ia mengucap doa di dalam hati.
Kini ia merasakan tak ada apapun di sekelilingnya selain kursi. Sabuk yang ia kenakan pun tak terasa lagi. Ini seperti mimpi baginya. Matanya tak mau terbuka, kepalanya berputar-putar, kursi yang didudukinya kini menghilang juga. Ia rasakan tubuhnya melayang-layang di ruang hampa, dan tak sadarkan diri.