Read More >>"> My Sweety Girl (Seperti Bukan Kamu ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Sweety Girl
MENU
About Us  

Aku adalah ombak di lautan lepasmu

Aku adalah badai di gurun asirmu

Dan, aku adalah bahagia diantara lukamu

***

Maisha datang ke sekolah beriringan dengan Rega yang kebetulan bertemu di koridor utama. Cowok itu sempat menanyakan kabarnya dan hanya dibalas dengan senyum sekilas. Rega menghela nafas, bukan ini yang ia mau. Maisha benar-benar bersikap berbeda padanya dan malah lebih dekat Dean. Apa karena cewek itu tahu bahwa dirinya yang membantu Ken agar bisa pacaran dengan Wulan? Rega menggelengkan kepala, bukankah Maisha terlihat biasa saja dengan hubungan mereka?

"Cha?" Maisha menghentikan langkah, begitupun dengan Rega. Namun, melihat kedatangan Ken akhirnya cowok itu kembali bejalan menuju kelas, meninggalkan mereka yang sepertinya butuh waktu berdua.

"Kamu gak papa? Maaf waktu itu ak-"

Ken terdiam saat jari Maisha menggelengkan kepala, "Aku baik-baik aja kok. Lihat?" Maisha memutar badannya, "Kemarin aku cuma lagi butuh waktu buat renungin semuanya."

"Tapi kenapa harus ikut sama Dean?" tanya Ken terlihat tak terima. Maisha tertawa dengan sikap overprotektif sahabatnya yang sudah lama tak keluar, "Kenapa juga aku gak boleh ikut dia? Dean sahabat kamu, dan aku rasa kamu juga tahu gimana dia."

Mengangguk, Ken membuang nafasnya. Dean memang termasuk cowok badung di sekolah, tapi dibalik itu semua cowok itu memiliki hati yang baik dan Ken dapat melihat bagaimana kepeduliannya terhadap Maisha. Hanya saja kejadian kemarin malam membuat Ken merasa dinomor duakan. Biasanya ia yang menjadi orang pertama untuk cewek itu.

Terdiam sejenak, Ken menggenggam tangan sahabatnya, "Lain kali kamu bisa nunggu aku di rumah kalau lagi gak ada."

Maisha menjawab dengan deheman, "Ken, kalau aku pergi. Apa yang bakal kamu lakuin?"

Cowok itu malah tertawa, "Kalau kamu pergi, kamu bakal kehilangan aku."

Bukannya sekarang aku juga udah kehilangan kamu? batin Maisha membalas candaan Ken. Akhirnya mereka memasuki kelas yang sudah ramai karena jam pelajaran akan segera dimulai.

"Cha, sini!" Maisha tersenyum mendapati Rana melambaikan tangannya, menghampiri cewek itu yang langsung mempersilahkan duduk tanpa menanyakan kejadian lusa. Sepertinya ia cukup paham untuk tak membuat mood nya memburuk.

Maisha mendongkak ketika sebuah buku mendarat di mejanya. Ken yang sudah membalikan badan memamerkan senyum manisnya, "Tugas Indonesia yang harus dikumpulin hari ini." ucapnya, padahal Rana baru saja mengeluarkan bukunya untuk memberitahukan. Akhirnya cewek itu kembali. Melihat sahabatnya yang malah melamun, Ken menempuk bahunya, "Ayo kerjain, Cha. Mumpung belum ada guru. Tugasnya lumayan banyak loh."

Seperti biasa, meskipun telah disakiti berkali-kali Maisha tetap patuh. Ia menyalin tugas milik Ken dengan terburu-buru. Akan tetapi aktivitasnya terhenti saat menangkap sosok Dean yang muncul di pintu kelas. Cowok itu terlihat berantakan dengan wajah mengantuknya. Belum sempat dahinya menempel pada meja, Maisha menarik baju belakangnya membuat Dean mengumpat.

"Anjawss," cowok itu mengusap kepalanya yang terpentok dinding akibat toyoran Ken. Ia meringis menatap tajam sang pelaku, "Lo apaan sih? Main dorong aja."

"Lo yang apaan, bisa-bisanya bilang gitu di depan Chacha." Ken menyahut tak terima. Dean menghembuskan nafas, lupa dengan peraturan sahabatnya yang tak boleh mengumpat atau bicara kasar di depan Maisha.

"Sorry, refleks." belanya kemudian melirik Maisha yang hanya menatap keduanya dalam diam, "Ada apa?"

"Lo udah ngerjain tugas Bahasa Indonesia?" tanyanya membuat Ken mengernyit. Sejak kapan cewek itu perhatian pada Dean?

"Gue gak-"

"Ya udah yuk ngerjain bareng," ajaknya dengan ceria. Maisha melirik Ken yang masih termangu, "Ken tukeran tempat duduk dulu, aku mau ngerjain bareng sama Dean."

Masih dalam kebingungan Ken akhirnya berdiri dan duduk di bangku Maisha. Memperhatikan sahabat kesayangannya yang kini tanpa ijin membuka tas Dean, mengambil buku lepek cowok itu untuk ikut menyalin tugasnya. Dean sendiri terlihat enggan, berkali-kali hendak menutup bukunya. Namun, Masiha malah memukul lengannya dengan keras agar mau menurut.

***

"Cha, kamu gak papa kan pulang sendiri? Aku mau nganterin Wulan dulu."

Maisha melirik Ken yang meminta persetujuan, di belakangnya ada Wulan yang menunggu cowok itu. Satu anggukkan kepalanya  menciptakan seulas senyuman di wajah keduanya.

Akhirnya Ken pamit diikuti Wulan yang kini mensejajarkan langkahnya. Tentu Maisha tak berdiam diri di sana. Ia terus berjalan pelan membayangi langkah mereka. Sampai di dekat tangga depan koridor yang lumayan rendah, Maisha menunduk. Ada lima undakkan tangga di depannya. Ia tersenyum, jenis senyuman sinis juga pedih yang menyatu. Kemudian mengangkat sebelah kakinya, memejamkan mata sambil menghitung mundur.

Tiga, dua, sat-

Brak

"Aws!" teriakannya membuat dua orang yang sudah berjalan agak jauh langsung menengok. Ken yang mendapati sahabatnya jatuh dalam keadaan mengenaskan langsung berlari, diikuti Wulan yang tak kalah kagetnya. Beruntung keadaan sekolah sudah lenggang sehingga tidak terlalu menjadi pusat perhatian.

"Kenapa bisa jatuh kayak gini?" bentak Ken dengan penuh khawatir. Cewek itu hanya meringis, merasakan ngilu dilututnya yang berdarah.

"Ken lebih baik kita bawa dia ke UKS." sahut Dean yang entah sejak kapan sudah berada di sana bersama Rega.

Ken yang sedikit kesulitan membawanya seorang diri, akhirnya dibantu Rega. Sedang Dean hanya mengikuti di belakangnya dengan wajah memerah seperti ingin memuntahkan amarah. Wulan sendiri ikut membawakan tasnya.

Sampai di UKS, Ken berlalu untuk mencari penjaga kesehatan bersama kekasihnya.

"Ga, beliin minum buat dia." suruh Dean dengan nada tak biasa. Maisha yang tengah mengusap sikunya sempat melirik Rega yang menatapnya berbeda lalu cowok itu berlalu.

"Puas?" Pertanyaan tersebut membuat Maisha mengernyit bingung. Ia kembali memilih menekan lukannya dengan tisu. Namun, tarikan di lengannya membuat Maisha kesal, "Lo apaan sih, Yan? Gak tau apa badan gue lagi luka-luka?"

"Bukannya ini yang lo mau?" tegas Dean semakin membuatnya tak mengerti. Cowok itu kembali melanjutkan ucapannya, "Lo sengaja lukain diri lo cuma biar dapat perhatian Ken? Lo bego apa gimana?"

Perkataan Dean begitu menohoknya. Selama ini cowok di depannya tak pernah mengucapkan hal kasar semenjengkelkan apapun dirinya. Matanya tiba-tiba berembun, berusaha untuk tak berkedip agar tak ada yang jatuh dari sana. Maisha mengeratkan pegangan pada seprai yang didudukinya. Ia tidak tahu kalau Dean akan melihat aksi nekatnya.

Pintu yang terbuka mengalihkan keheningan mereka. Rega berjalan tergesa-gesa sambil membawa segelas teh hangat. Cowok itu menyodorkan padanya. Namun, Maisha tak merespon sama sekali.

"Minum!" suruh Dean penuh intimidasi. Rega sendiri masih belum mengeluarkan suaranya. Malah semakin mendekatkan gelas ke mulutnya. Dengan lesu ia membiarkan air tersebut membasahi tenggorokannya yang terasa kering semenjak mendapati kemarahan Dean. Jujur saja, Maisha merasa sangat takut. Dean yang ia kenal tak pernah semarah ini. Cowok itu yang selalu terlihat paling santai dan masa bodoh.

"Gue-," Maisha menatap Rega yang sudah berjongkok di depannya. Ada tatapan kecewa di sana, "apa sesakit itu?"

Maisha tahu kalau Rega juga melihat semuanya. Ia mengalihkan tatapan ke arah pintu, di mana Ken tak kunjung tiba. "Gue bukan anak kecil lagi, ini gak ada apa-apa nya."

Cowok itu mendesah, "Apa karena ini juga alasan lo jadi beda sama gue?"

Maisha memutar bola matanya, tak mengucapkan apapun. Membiarkan Rega meresapi perasaan bersalahnya. Tak lama kemudian pintu terbuka, Ken masuk bersama salah satu anggota palang merah. Tanpa kehadiran Wulan karena cewek itu pulang terlebih dahulu.

Setelah selesai diobati, Ken membantu membawakan tas dan merangkul bahunya. Tentu saja untuk mengantarnya pulang. Dalam kesakitannya Maisha tak dapat menahan rasa bahagia karena berhasil membuat Ken khawatir. Tak peduli tatapan beragam kedua cowok di sampingnya, Maisha melangkah pelan mengikuti intruksi Ken menuju parkiran sekolah.

***

Kedua cowok itu masih tak bergeming di tempatnya dengan pikiran berkelana jauh. Masih berusaha mencerna bahwa apa yang mereka lihat bukan sebuah halusinasi.

"Sekarang lo taukan hal yang sejak dulu lo pertanyain? Ini akibatnya. Dan lo mungkin bisa paham apa yang dia rasain sampe nekat nyelakain dirinya sendiri."

Rega menunduk dalam, memperhatikan ujung sepatunya. Dean mungkin tak menyalahkannya, tapi ia sendiri yang merasa ikut andil dengan perubahan sikap dari cewek manja yang notabennya adalah sahabatnya sendiri.

"Gue kira tadi gue salah liat," lirihnya. Namun, tak dapat menghilangkan kekagetannya saat melihat dengan kedua matanya sendiri. Kebetulan dirinya meminta Dean mengantar kembali ke kelas karena kunci motor yang ketinggalan. Lalu di depan koridor utama melihat Ken bersama Wulan dan hendak ia sapa. Hingga pandangannya tak sengaja tertuju pada Maisha yang berdiri menatap keduanya dengan pandangan nanar. Cewek itu menunduk seperti tengah menghitung undakkan tangga di depannya.

Saat itulah jantungnya terasa berhenti seketika mendapati Maisha sengaja menjatuhkan dirinya. Ia sampai tertegun beberapa saat kalau saja tak mendengar umpatan Dean yang langsung meleset ke arah cewek yang sudah meringis kesakitan.

"Gue kira juga, Chacha gak bakal sampai nekat seperti ini." tambahnya dengan nanar.

"Dan lo udah mengira sebelumnya kan kalau dia pasti bakalan sakit hati?" serang Dean terdengar sinis, "sekarang terserah apa yang mau lo lakuin. Bilang sama Ken tentang ini dan ngebuat mereka semakin jauh, bahkan itu semakin nyakitin Chacha atau nyari cara buat hentiin dia." Setelah mengatakan itu Dean beranjak, meninggalkan Rega merenungi keteledorannya.

Dean menuju parkiran untuk mengambil motornya. Memberhentikan di tempat tongkrongannya seperti biasa. Sebuah asap mengepul setelah dirinya menghidupkan pemantik dan menghisap rokok yang terselip di saku seragamnya. Ramainya perbincangan orang-orang tak membuat dirinya terganggu. Pikirannya penuh dengan nama Maisha.

Ingatannya tiba-tiba kembali pada suatu pagi saat ia mendapati Maisha melempar botol isotonik. Wajah cewek itu terlihat berbeda bahkan saat dirinya menceritakan tentang Wulan yang terkena siraman air, Maisha melenggang begitu saja. Lalu minggu kemarin, rahasia yang Dean sembunyikan dari orang-orang. Menganai tugas makalah Ken yang hilang sampai mendapat hukuman. Keesokan harinya ketika Dean hendak meminjam bolpoin Maisha, ia mendapati makalah dengan nama Kenarya berada di sana. Tadinya ia tetap berusaha berpikir positif, tapi setelah kejadian ini rasa semua memang benar adanya. Kalau Maisha diam-diam melakukan cara kotor.

Tergantung, seberapa pandai kita manfaatin peluang itu.

Kalimat yang pernah Maisha ucapkan tiba-tiba melintas dibenaknya. Dean membuang rokok yang masih tersisa banyak tersebut dan beranjak untuk kembali mengemudikan motornya. Ia menghentikan lajunya di depan sebuah rumah minimalis. Mendapati kendaraan tak asing yang terparkir di sana, Dean sengaja sedikit menjauh. Menunggu sampai seseorang pergi dari rumah tersebut.

Sampai setengah jam berlalu barulah sosok itu keluar dan mengendarai motornya. Merasa aman Dean mendekat, turun dari alat transportasinya. Mengetuk pintu di depannya beberapa kali.

"Loh, Dean? Tadi Ken baru aja pergi." ujar Sonya yang membukakkan pintu.

"Iya, Tan." Dean tersenyum canggung, "Dean ke sini mau liat keadaan Chacha."

Wanita itu mengangguk dan mempersilahkannya masuk. Setelah mengatakan keberadaan keponakannya, Dean langsung meleset menuju kamar Maisha. Ketika dirinya mendorong pintu di depannya, tampaklah cewek itu tengah merapihkan selimutnya, hendak beristirahat. Namun, tak jadi mendapati kedatangannya.

Maisha menyandarkan punggungnya dan memilih melemparkan pandangan ke arah jendela. Dean menghembuskan nafas lalu berjalan mendekat, duduk di pinggiran tempat tidur untuk menghandap cewek itu. Tangannya terangkat, menyentuh jemari Maisha yang saling bertautan, "Dek, sorry gue gak maksud ngomong kasar sama bentak-bentak elo."

Tak ada sahutan, Dean kembali melanjutkan ucapannya, "Gue, cuma terlalu kaget. Rega juga merasa bersalah banget sekarang."

Cewek itu masih tak mau menatapnya. Namun, Dean yakin kalau Maisha mendengarkannya, "Dek, lo mau berhenti kan?" Barulah ia meliriknya, itupun dengan tatapan tajam. Dean tak mau kalah, "Gue bakal anggap gak pernah tau apapun. Kalau lo mau Ken, kita bakal bantuin asal lo gak ngelakuin hal-hal aneh kayak tadi."

Maisha tertawa hambar lalu menghempasakan tangan Dean, memberikan tatapan sinis, "Lo siapa, Yan?" tanya Maisha, "lo gak berhak ngatur-ngatur hidup gue."

Dean terhenyak, sosok di depannya bukan seperti Maisha yang ia kenal. Cewek manis dengan segala tingkah manjanya tak ia temukan lagi. Akan tetapi satu hal yang tak luput dari perhatiannya, ada banyak luka di mata itu.

"Apa sakit banget?" Dean malah melempar pertanyaan yang membuat Maisha ingin menjatuhkan air matanya seketika. Kata sakit saja tak cukup mewakili perasaannya saat ini. Seseorang yang selama ini menganggap dirinya berharga kini malah meninggalkannya demi perempuan lain. Maisha benar-benar merasa dibuang untuk kedua kalinya.

"Nangis dek, kalau elo merasa udah gak sanggup lagi. Kenapa harus terus berpura-pura? Keluarin semua unek-unek lo jangan dipendam sendirian atau itu bakal ngebuat lo sakit sendiri." Entah mengapa Maisha malah kesal mendengar ucapan sok bijak cowok itu, "Gue gak ngerasa sakit, malah dengan ini gue bisa ngerasa bahagia. Lo liat sendirkan gimana paniknya Ken tadi? Dia bahkan rela biarin Wulan pulang sendiri demi gue."

"Terus mau berapa banyak lagi hal buruk yang lo lakuin? Lama-lama lo bakal bunuh diri cuma demi seseorang yang hatinya aja bukan buat lo."

"Apapun bakal gue lakuin buat pertahanin cowok yang gue cintai," teriak Maisha dengan wajah memerah. Nafasnya terdengar memburu.

Dean menggelengkan kepala, "Lo gak cinta sama dia, dek." Cowok itu memegang kedua bahu Maisha, "lo cuma udah terbiasa sama kehadiran dia."

"Enggak!" Maisha berusaha menghalau tangan Dean, menutupi kedua telinganya, "lo gak ngerti, Yan! Gue cinta sama Ken, makanya gak mau kehilangan dia. Gue gak suka liat dia sama cewek lain. Gue cemburu."

"Dek, please dengerin gue," Dean merangkum wajah cewek itu agar mau menatapnya, "ok, lo emang cemburu tapi sebagai sahabat yang takut diabaikan sahabatnya. Suatu saat lo bakal ngerasain cemburu yang sebenarnya sama cowok yang lo cinta, tapi bukan Ken. Percaya sama gue."

Maisha tetap keukeuh pada pendiriannya, "Gue cinta sama dia, gue cinta, gue hiks," Akhirnya air mata itu luruh juga. Namun, sebelum Maisha sempat menghapusnya, Dean sudah menarik kepala cewek itu untuk bersandar di dadanya. Menepuk punggungnya berkali-kali, "Menangislah, lo gak bakal jadi cewek cengeng cuma karena nangis. Lo itu cewek kuat yang sebenar-benarnya. Buktinya lo bisa lewatin beberapa tahun ini dengan baik."

Cewek itu malah semakin tergugu.

"Maishanya kita yang manja harus jadi cewek baik. Biar gue aja yang nakal, lo jangan ikut-ikutan kayak di sinetron jadi cewek jahat. Nanti kalau kena azab gimana? Double lagi azabnya, kan gue yang bakal malu sebagai sahabat lo."

Maisha yang sedang menangis sontak memukul bahu cowok itu membuat Dean terkekeh. Meski sedikit tak yakin Maisha akan menuruti permintaannya, ia akan berusaha untuk memantau. Maisha masih begitu labil, dan kenekatannya selama ini karena cewek itu tak pernah berpikir panjang atas akibat yang dilakukannya.

***

Luka di kaki Maisha perlahan membaik. Ken juga beberapa hari terakhir mengantar jemputnya sekolah tanpa cewek itu minta. Hal tersebut membuatnya tak rela untuk menuruti permintaan Dean, tapi hati kecilnya juga tak menginginkan sikap jahatnya. Cewek itu menghela nafas, menidurkan kepalanya di atas meja. Semenjak kejadian itu Rega dan Dean tak pernah menyinggung tingkahnya. Namun, Maisha tahu bahwa keduanya selalu mengawasi gerak-geriknya membuat tak nyaman.

"Dek," sapaan tersebut tak membuatnya menoleh. Cewek itu hanya berdehem sebagai jawaban. Dean berjongkok menghadap Maisha yang tidur menyamping, "Kantin Yuk! Yang lain udah pada ke sana." ajaknya melihat sekeliling kelas yang kosong. Rana tadi sempat mengajak Maisha, tetapi ia menolak dengan alasan tidak lapar.

"Nanti gue traktir," tawarnya memaksa cewek itu berdiri. Maisha menggelengkan kepala dan bersikukuh pada pendiriannya sampai seseorang datang ke kelasnya untuk menyusul.

"Lama amat sih lo?" ujarnya. Namun, Dean langsung memberikan kode membuat cowok itu terdiam. Rega mendekat dan membantu Dean menyeret keluar kelas, "Ayolah Cha, gue bakal bantu lo asal makan dulu ya?"

Tak menjawab, Maisha hanya mengikuti tarikan keduanya yang tak membiarkan dirinya lari. Di kantin, Ken sudah duduk berdampingan dengan Wulan. Sedang sahabatnya Rana menampakkan raut betenya karena merasa menjadi obat nyamuk. Dean mendudukan badannya secara paksa, Rega sendiri memesankan makanan untuknya. Sapaan Ken hanya dibalas dengan seulas senyuman.

"Nih minuman kesukaan lo," Maisha menggeleng,  biasanya cewek itu dengan cepat menerimanya. Hal tersebut membuat Rega kebingungan, "Kenapa? Bukannya ini minuman favorit lo?"

"Gue sekarang gak suka susu vanila dan gak akan pernah mau minum lagi." tegasnya sedikit keras hingga Wulan yang tengah menyeruput minuman yang sama langsung terhenti. Merasakan tatapan tak suka yang diarahkan padanya, cewek itu menyimpan minumnya, menatap Ken yang seperti tertegun atas ucapan sahabatnya.

"Yah padahal gue udah beliin ini buat lo, Cha." Rega menatap susu kotak di tangannya dengan sendu. Namun, tak bertahan lama karena Dean mengambil alih, "Biar gue tuker."

Tak lama kemudian Dean kembali dengan minuman yang berbeda, "Nih, yogurt gak kalah bagus buat kesehatan lo. Rasanya juga lebih enak dari susu vanila."

Tanpa mempedulikan tatapan Ken, ia mengambil yogurt tersebut dan meminumnya.

"Gimana enak?"

Maisha mengangkat kedua jarinya, "Thanks, Yan. Lo emang paling ngerti gue." ucapnya dengan keras, sengaja memancing Ken yang lagi-lagi menghentikkan kunyahannya.

Ken berdehem membuat Maisha menaikkan sebelah alisnya dan memilih memakan bakso di depannya dengan lahap.

"Mm, besok kan hari minggu. Gimana kalau kita jal-"

"Yuk kita jalan-jalan!" potong Maisha dengan cepat. Dean dan Rega langsung saling melempar pandangan. Menduga-duga apa yang akan dilakukan Maisha nanti.

"Yah, gue belum bisa ke mana-mana. Masih harus jagain yang sakit." keluh Rana dengan wajah sedihnya. Maisha berdecak, meski kemudian menepuk lengan sahabatnya sembari memberikan senyuman hangat, "Gak papa, lo bisa ikut lain kali."

"Gue juga gak bisa ikut, mau ada acara sukuran di rumah kakak gue." sambung Rega menyesalkan. Lewat bawah meja kakinya menendang Dean yang langsung meringis.

"Gue bisa dateng kok. Nanti biar si adek gue boncengin. Kalian gak mungkin satu motor bertiga kayak cabe-cabean kan? Lagian gak mungkin juga Ken bonceng si adek terus nyuruh Wulan naik gojek." Maisha menyunggingkan senyumnya mendengar candaan Dean. Sedang Ken langsung melotot tak terima. Entah mengapa Wulan jadi merasakan perasaannya yang tak enak. Namun, ia tetap berusaha berpikiran positif.

***

Hari berikutnya mereka sudah siap dengan pakaian kasualnya. Ken dan Wulan yang memakai baju dengan warna senada membuat Maisha mendengus tak suka. Cewek itu sejak tadi terus saja memperhatikan keduanya sambil memutar otak mencari cara.

Merasakan tangannya yang mengepal digenggam seseorang Maisha pun menoleh, mendapati Dean yang berdiri di sampingnya dengan tatapan lurus ke depan. Memperhatikan berbagai stand yang memperjualkan barang berbeda. Kebetulan mereka tengah mengunjungi sebuah festival.

Setelah melakukan sesi foto di area yang disediakan, mereka memutuskan menghampiri panggung kecil di mana acara hiburan tengah berlangsung. Maisha lagi-lagi menatap kesal pada pasangan sejoli yang saling menautkan jemarinya. Hal tersebut tak luput dari perhatian cowok di sampingnya. Namun, Dean tetap membiarkan karena tugasnya hanyalah mengawasi dan mencegah cewek itu agar tak berbuat hal buruk.

"Haus gak?"

Maisha sontak mendongkak, pertanyaan yang harusnya dilontarkan padanya. Melihat Wulan hendak menjawab, ia langsung berseru, "Aku juga haus Ken!" Ia menarik lengan sahabatnya diiringi raut lugu andalannya, "Biasanya kalau sama aku, kamu langsung beliin tanpa nanya dulu."

Melihat itu Dean berdecak, tatapannya beralih pada Wulan yang kembali mengatupkan bibirnya. Cewek itu hanya memperlihatkan senyum tipis lalu menunduk. Dean jadi merasa tak tega.

Ken sendiri terlihat kikuk, tapi kemudian mengajak menyingkir ke stand minuman. Maisha menerima milk shake pemberian Ken dan menyeruputnya sampai habis. Namun, melihat Dean yang berkali-kali menyipitkan mata, ia langsung membuka tas untuk mengambil sesuatu lalu menyodorkannya pada Dean yang mengernyitkan alis. Lain lagi dengan Ken yang menatap tak asing pada barang digenggaman sahabatnya.

"Nih, pake!" suruhnya pada sebuah topi yang merangkap. Maisha mengambil satu dan memakainya. Dean malah menatap kedua topi tersebut bergantian, "Elo sengaja beliin ini buat gue, dek?"

Maisha langsung tertawa, "Ya enggaklah. Tadinya mau gue kasih sama Ken, tapi ya kayaknya dia udah gak butuh ini. Jadi daripada gue buang mending buat lo aja." ujarnya dengan nada sedikit ketus, ujung matanya menatap sesuatu yang menutupi rambut kedua pasangan di sampingnya. Padahal dirinya yang sudah menyimpan barang itu lama, tapi Ken malah menerima pemberian dari Wulan.

Ucapan Maisha membuat Ken teringat beberapa waktu lalu saat sahabatnya memberikan barang tersebut, tapi tak ia tanggapi. Perasaan menyesal muncul begitu saja, terlebih mendapati sorot sendu di mata itu. Ia melirik Wulan yang memberikan tatapan tak enak.

"Cha, ma-"

"Cepet pake ih! Pagel nih tangan gue." Maisha menatap Dean tak sabar. Bahkan perkataan Ken yang sengaja ia potong tak dipedulikannya.

Mendengus, Dean mengambil dan memakainya. Sekarang ia tahu kalau ternyata Maisha lebih pintar dalam masalah siasat. Berhenti melakukan hal nekat dan beralih menyerang kedua pasangan itu dengan perkataannya. Membuat mereka dihinggapi perasaan bersalah.

Akhirnya Dean menggaruk kepalanya. Bingung melakukan apa karena kenyataannya di sela kebahagiaan Maisha ada luka di sana. Cewek itu hanya mencoba mempertahankan Ken dengan segala kegamangannya.

"Omongan lo ngena banget, dek." bisik Dean yang kini merasakan hawa kecanggungan. Maisha hanya tersenyum kemenangan, jenis senyum yang tak Dean suka karena Maisha nya harus tetap menjadi cewek manis.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
injured
1216      655     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
14558      1700     4     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
Warna Rasa
10842      1861     0     
Romance
Novel remaja
Ballistical World
8910      1702     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Pisah Temu
904      487     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Frekuensi Cinta
232      197     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
When I Found You
2659      883     3     
Romance
"Jika ada makhluk yang bertolak belakang dan kontras dengan laki-laki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan." Andra Samudra sudah meyakinkan dirinya tidak akan pernah tertarik dengan Caitlin Zhefania, Perempuan yang sangat menyebalkan bahkan di saat mereka belum saling mengenal. Namun ketidak tertarikan anta...
NI-NA-NO
1331      602     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...
TAKSA
362      278     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.