Seminggu setelah putus dengan Gio, komunikasiku dengan Aftar semakin dekat dan akrab. Dan sesekali ternyata aku merindukan Gio. Disinilah aku benar-benar merasa bodoh dan dibodohi oleh keputusanku. Karena aku mengambil keputusan dengan begitu cepat. Mengapa? setelah usai hubunganku dengan Gio dan usia hubunganku dengan Aftar sekitar 2 Minggu, Tuhan menunjukkan sesuatu kepadaku bahwa dia benar-benar tidak baik untuk aku. Dan ketidakbaikannya itu membuat aku menjadi kaget dan benar-benar tidak percaya kalau dia seperti itu. Selain aku sudah pernah mendengar penjelasan langsung dari Gio tentang Aftar, sahabatku sendiri Vino juga pernah memberi tau kepadaku tentang Aftar tapi aku tak percaya, dan ditambah lagi akhir-akhir ini sebuah kenyataan aku sering melihat dia bercumbu dengan wanita lain ketika usai perkuliahan atau bahkan di cafe ketika aku sedang mengerjakan tugas kelompok bersama beberapa teman, namun aku tak bisa marah dan hanya bisa melihat dia dari jauh. Dan karena aku semakin penasaran tentang satu wanita yang sering keluar dengan Aftar itu, aku cari tau dari beberapa temannya Gio di fakultas dan ternyata banyak yang bilang kalau wanita itu adalah pacarnya tapi di jurusan Manajemen. Lantas aku siapa baginya jika wanita itu dikenal sebagai pacarnya Aftar?. Tentu setelah mengetahui hal ini, menjadikanku sebagai pribadi yang pendiam dan pemurung. Aku tidak bisa bercerita ke siapapun apalagi sahabatku Ila. Karena dia tidak ngekos alias tinggal di asrama Pondok Pesantren, jadi sedikit waktu untuk aku ajak jalan-jalan dan berbagi cerita. Vino pun sudah memiliki pacar, dan aku takut mengganggunya.
Hingga pada akhirnya, Aftar menghubungiku lewat chat personal ponsel.
“Nina sayang, kamu lagi apa kog tumben gak on di line. Vc yuk”. Dan aku tidak menghiraukan ponsel sama sekali, ponsel aku matikan dan aku fokus mengerjakan tugas kuliah, selanjutnya langsung istirahat. Aku berguming dalam hati ketika mau tidur,
“andai Mpok Anis gak jadi ngontrak pasti aku bisa curhat ke dia, hmm”.