Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

Medan, Agustus 2011.

     "Tolong letakkan makanan ini ke meja makan, ya, Bi!" kata seorang wanita dengan perlengkapan masaknya di dapur. Rutinitas yang sangat ia gemari setelah melahirkan anak pertamanya, berbeda sekali saat ia masih muda. Suatu alasan bisa mengubah seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya

     Wanita ini bernama Sri Asriyani, kembang desa yang memiliki paras cantik. Wanita keturunan Jawa yang lahir di kota Medan. Hidungnya mancung, bibirnya semerah delima, alisnya terukir indah seperti gerombolan semut hitam yang saling terjalin, sikapnya anggun, dan aura keibuannya sangat dominan.

      "Mas!" panggil Bu Asri pada seorang pria di dalam kamar, "kamu sudah selesai? Anak-anak sudah nungguin tuh, sarapan sudah aku siapkan di meja makan."

      Di dalam kamar seorang pria yang terlihat gagah sedang sibuk melilitkan dasi di kerah bajunya. "Iya, sebentar lagi selesai!" jawabnya. Achmad Fauzi Prasetya, salah satu pria paling beruntung di dunia. Setelah ber-transmigrasi dari Jawa ke Sumatera, dia bertemu bidadari surganya di kota ini -- Medan.

     Bu Asri membantu suaminya melilit dasi. "Sudah rapi!" lalu bibirnya tersenyum manis. Warna merah klasik dari lipstik di bibirnya dan susunan gigi putih yang rapi, sangat menggoda.

     "Wajahmu terlihat sangat bersemangat, kamu mau kemana hari ini?"

     "Ada pertemuan ibu-ibu murid di sekolah Shandy. Setelah mengantar Maliq, aku akan menuju ke sana."  

     "Aku bisa tenang, pasti tidak ada pria di sana. Mereka pasti tak berkedip jika melihat kecantikanmu," kata Pak Fauzi. Bu Asri tersenyum mendengar gombalannya. Senyuman yang selalu menyemangatinya untuk memulai hari.

      Di meja makan, anak-anak sudah menunggu mereka dengan berbagai tingkah. Shandy Prasetya yang berumur 17 tahun, sedang sibuk memainkan ponselnya. Stevi Prasetya yang berumur 14 tahun, sedang bercermin melihat tampilan barunya. Sherly Prasetya yang berumur 12 tahun, sedang menggoda Stanno Maliq Prasetya yang berumur 11 tahun.

     "Bang Shandy ... Tolong aku!" teriak Maliq yang bersusah payah melepaskan gelitikan tangan Sherly di pinggangnya. Kakinya menendang meja makan sehingga gelas dan piring kaca bergetar.

     "Berusahalah sendiri!" jawab Shandy sambil terus memainkan ponselnya.

     "Hei, Sherly. Hentikan! Kalian bisa menumpahkan minuman ke bajuku!" teriak Stevi.

     Sherly langsung melepas tangannya dari pinggang Maliq dan kembali menyambung membaca novel.

     "Menurut kalian, bagaimana dengan model rambutku kali ini?" tanya Stevi sambil menyisir poninya dengan jari-jarinya yang lentik.

     Sherly melihat ke arah rambut Stevi yang tergerai melewati bahunya. "Cukup bagus! Setidaknya Kakak tidak terlihat seperti singa pagi ini," jawab Sherly yang disambut dengan tawa Maliq. Shandy hanya melirik dan cekikik saja melihat tingkah Stevi yang duduk di sebelahnya.

     "Baiklah! Komentarmu dan tertawaan kalian cukup membahagiakanku!" Stevi menghela napas mendengar komentar ketiga saudaranya. Dengan penuh rasa percaya diri, dia meletakkan cermin itu kembali ke tasnya. Rambut model baru ini pasti patut untuk dipamerkan di sekolah.

     Setelah keluar dari kamar dan melihat pemandangan keempat anaknya akur dengan bercanda dan tertawa bersama di meja makan, sangat membahagiakan kedua orangtua itu. "Pagi, Sayang!" sapa Bu Asri sambil mengelus rambut Maliq, "apa tidur kalian nyenyak?"

     Keempat anak itu dengan kompak menjawab, "Nyenyak, Ma!"

     "Ayo kita mulai sarapannya!" perintah Pak Fauzi setelah selesai membaca doa.

     Hal paling menyenangkan bagi keluarga ini adalah saat mereka berkumpul di meja makan. Semua hal baik selalu mereka bicarakan di tempat itu, seperti memuji satu sama lain, berbicara tentang rencana mereka, dan tentu saja meminta sesuatu yang mereka inginkan.

     "Papa, bisakah aku membawa mobil ke pesta ulang tahun temanku malam Minggu ini?" kata Stevi memulai pembicaraan.

     "Kita lihat ketika malam Minggu tiba. Jika langit hujan, maka kamu harus ditemani supir," jawab Pak Fauzi sambil mengoleskan selai coklat ke atas rotinya.

     Warna wajah Stevi berubah hijau, ini adalah jawaban yang tidak menguntungkan dan tidak merugikan untuknya.

     Bu Asri melihat perubahan warna wajah Stevi sehingga dia memujinya, "Stevi, kamu cantik sekali hari ini dengan model rambut barumu itu."

     Warna wajah Stevi kembali merah merona dan bibirnya melengkung indah. "Terima kasih, Ma. Mama memang yang terbaik."

     "Mama, bisakah menemaniku membeli buku Biologi?" tanya Sherly.

     "Kamu ingin membeli buku Biologi atau novel cinta?" sambung Stevi.

     "Buku Biologi, Kak. Kami memiliki tugas praktek mencangkok tanaman. Jika diperjalanan aku melihat novel terbaru, bukannya itu keberuntungan."

     "Dasar labil!" ejek Stevi kembali.

     "Sudah, Stevi! Jangan mengejek Sherly!" kata Bu Asri sambil menggelengkan kepalanya ke Stevi, "setelah menjemput Maliq, Mama akan menjemput kamu dan kita pergi ke toko buku hari ini," sambung Bu Asri ke Sherly.  

     "Kamu jangan merusak perjalanan, ya, Maliq," kata Sherly sambil mencolek Maliq.

     "I-ya, Kak," jawab Maliq dengan susah payah karena sedang mengunyah makanannya.

     "Papa, ini berita buruk!" Shandy mulai berbicara.

     Pak Fauzi yang saat itu sedang membaca koran, langsung menoleh ke arah Shandy. "Berita buruk tentang apa?" tanggapnya.

     "Ponsel merek ini mengeluarkan produk terbaru, bisakah aku mendapatkannya?" kata Shandy sambil tersenyum.

     "Aku kira berita apaan!" sambung Stevi yang sedikit menyesal karena sudah khawatir sebelumnya.

     Pak Fauzi membaca korannya kembali, dia tidak heran dengan permintaan anaknya yang satu ini. Shandy adalah anak yang selalu ingin menjadi nomor satu di mana saja dia berada. "Bukankah ponsel yang kamu miliki sekarang, baru saja dibeli dua bulan yang lalu?"

     "Tapi, Pa. Ponsel ini memiliki aplikasi terkini, kamera bagus dan sudah tahan air. Jadi aku tidak akan takut saat pergi menyelam atau terkena hujan jika membawa motor," kata Shandy membujuk.

     Pak Fauzi hanya diam tanpa menanggapi perkataan Shandy.

     "Jika Abang mendapatkan ponsel baru, ponsel lama Abang untukku, ya," kata Maliq dengan semangat.

     Shandy merasa beruntung pada posisi ini. "Kamu akan mendapatkannya, untuk itu bantu Abang mendapatkan ponsel baru."

     "Boleh, ya, Pa. Bang Shandy mendapatkan ponsel baru. Ponsel lama Bang Shandy akan diberikan ke Maliq, jadi Maliq bisa menghubungi Papa melalui video jika ada musuh yang datang," bujuk Maliq dengan tingkah kekanakannya.

     Semua orang di meja makan terdiam sejenak melihat tingkah lucu Maliq.

     Pak Fauzi tidak bisa menolak permintaan anaknya yang paling kecil itu. "Anak seumuran kamu jika memakai ponsel yang canggih, akan mengakibatkan imajinasimu semakin tinggi," Pak Fauzi tertawa dan disusul dengan tawa yang lain. Dia melihat Maliq juga ikut tertawa, tawa yang selalu membuatnya bahagia. "Papa akan mengirim uang ke rekening kamu pagi ini. Kamu bisa mendapatkannya sendiri?" katanya ke Shandy.

     "Bisa, Pa!" seru Shandy penuh semangat. Shandy melihat Maliq yang ikut senang karena dia akan mendapatkan ponsel baru. Dia lalu berjanji pada Maliq, "Setelah Abang mendapatkan ponsel baru, Abang akan memberikan ponsel lama ini ke Maliq!"

     Maliq langsung tersenyum bahagia. Maliq sangat mengagumi Shandy sebagai abangnya, jadi entah kenapa dia selalu senang memakai barang bekas milik Shandy. Menurut Maliq, Shandy adalah orang yang kuat, kreatif, pintar, dan semua yang dilakukan Shandy selalu membuat Maliq berdecak kagum.

     Sewaktu Maliq kecil, Maliq pernah kalah bermain gambaran (1) dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu seumuran dengan Shandy. Berhubung Maliq selalu bermain dengan Shandy dan teman-temannya, jadi teman Shandy adalah teman Maliq juga. Saat itu Maliq mempunyai banyak permainan gambaran yang baru saja dibelikan papanya, jadi dia berniat mengajak bermain salah satu anak laki-laki yang tinggal di luar komplek rumahnya. Maliq pernah melihat kekalahan anak laki-laki itu saat bermain tepokan (2) gambaran melawan Shandy, karena itu Maliq berniat mengasah kemampuannya. Anak laki-laki itu bersama satu temannya menerima ajakan Maliq bermain tepokan gambaran. Syarat permainan itu adalah bagi pemain yang kalah harus membayar lima lembar gambaran sekali tepokan. Setelah bermain selama setengah jam, Maliq mengalami kekalahan. Maliq terus bermain karena desakan anak laki-laki itu, walaupun yang tersisa hanya satu gacok di tangannya. Akhirnya Maliq terhutang gambaran sebanyak dua puluh lembar atas kekalahannya. Maliq bingung, tapi karena anak laki-laki itu mengancamnya untuk terus bermain atau Maliq harus membayar kekalahannya dengan jam tangan robot yang dia gunakan. Karena merasa terintimadisi, Maliq berniat untuk melarikan diri. Tapi anak laki-laki itu bersama satu temannya berhasil menangkap Maliq. Maliq menjerit meminta tolong. Untungnya tak jauh dari tempat mereka bermain, Shandy baru saja pulang dari rumah eyang. Mendengar suara teriakan yang familiar, Shandy langsung berlari ke tempat Maliq dan dua anak laki-laki itu.

     "Apa yang kalian lakukan pada adikku?! Lepaskan dia!" gertak Shandy pada kedua anak laki-laki itu.

     "Adikmu telah kalah bermain tepokan gambaran dengan kami. Jadi dia harus membayar dengan jam tangan miliknya," kata salah satu anak laki-laki.

     "Kalian berani bermain dengan anak kecil, lawan aku jika kalian berani!" tantang Shandy.

     "Kau berani menantangku? Apa tantangannya?" gertak anak laki-laki itu.

     "Kita bermain tepokan gambaran. Yang kalah harus memberi gambaran sebanyak lembar yang kau punya. Aku akan pulang ke rumah untuk mengambil gambaran milikku!"

     "Baiklah. Aku terima tantanganmu dan aku akan menunggumu di sini, tapi adikmu tetap kami tahan!"

     Shandy berlari ke rumah mengambil gambaran yang dia miliki dan langsung kembali ke tempat sebelumnya. "Kau punya berapa banyak gambaran di tanganmu?" tanya Shandy.

     Anak laki-laki itu menghitung gambaran miliknya dan berkata, "Di tanganku ada dua ratus tiga puluh lembar ditambah dengan hutang adikmu, totalnya dua ratus lima puluh lembar. Bagaimana?"

     Shandy berpikir sejenak, mulai bingung karena gambaran yang dia miliki hanya berjumlah dua ratus lembar. Shandy memutar otaknya, dia melihat gacok untuk bermain curang di tumpukan gambaran miliknya. Gacok ini adalah dua gambaran kembar, tapi direkatkan satu sama lain. Shandy hanya perlu memasang wajah mengejek dan menantang anak laki-laki itu dengan sedikit godaan hadiah. "Aku hanya memiliki dua ratus lembar gambaran. Jika aku kalah, aku akan memberikan semua gambaranku dan jam tangan adikku, serta jam tangan milikku. Tapi jika kau kalah, kau harus melepaskan adikku dan memberikan semua gambaran milikmu. Apa kau bersedia?" 

    Anak laki-laki itu menerima tantangan Shandy karena tergiur oleh jam tangan milik Shandy dan Maliq. "Baiklah! Aku bersedia! Kalian bersiaplah melepas jam tangan kalian!" kata anak laki-laki itu dan tertawa sombong.

    Shandy dan anak laki-laki itu bersiap mengambil ancang-ancang dengan gacok mereka di tangan kanan masing-masing. Maliq sangat khawatir, kepemilikan jam tangannya hanya tinggal sebatas sekali tepokan gambaran kedua orang itu. Suara tepokan tangan berdetak kencang. "Plaaakk!!" gambaran itu terbang berayun-ayun akibat hembusan napas mereka berempat dan akhirnya jatuh ke tanah. Mereka berdua seri pada permainan pertama ini. Jantung mereka hampir copot melihat hasil permainan pertama. Mereka berlanjut untuk permainan kedua, kali ini suara tabrakan antara kedua kulit tangan mereka terasa lebih kencang hingga suara yang ditimbulkan juga sangat kuat. "Plaaak!!" Maliq terus melihat ke mana saja arah gambaran Shandy melayang. Sudah pasti Shandy yang akan menang dalam permainan ini, karena dia sudah melakukan kecurangan. Tidak ada di antara mereka yang tahu kalau Shandy bermain curang. Maliq sangat senang sekali atas kemenangan abangnya, dia meloncat kegirangan.

     "Terimalah kekalahanmu! Lepaskan adikku sekarang juga!" perintahnya. Tidak masalah membalas kejahatan dengan kejahatan lainnya.

     "Baiklah!" seru anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu bersama temannya langsung melepaskan Maliq.

     "Gambaran yang kau miliki ambil saja untukmu, aku tidak membutuhkannya! Sekarang pergilah!" kata Shandy.

     Anak laki-laki itu bersama temannya langsung bergegas pergi dari hadapan Shandy dan Maliq. Mereka masih tersenyum puas karena mendapat keuntungan dari gambaran milik Maliq.

     "Tapi, Bang. Aku tidak punya gambaran lagi," kata Maliq kecewa.

     "Kamu lebih mementingkan gambaran yang sedikit itu dibandingkan jam tangan dan nyawamu?"

     Maliq tidak dapat menjawab pertanyaan ini. Mulutnya membisu, warna wajahnya berubah putih, dan dia tidak berani untuk melihat wajah Shandy.

     "Kamu harus memilih mana yang lebih prioritas dalam hidupmu. Tidak peduli besar atau kecil, berharga atau tidak berharga!" Shandy kemudian memberikan setengah gambaran miliknya, "ini untukmu, tidak usah sedih lagi!"

     Maliq memasang senyum dan warna wajahnya berubah lebih merah. Semenjak saat itu, Maliq masih menyimpan gambaran yang diberikan Shandy padanya dan menyimpan barang bekas yang tidak digunakan lagi oleh Shandy.

 

 

Gambaran (1) : permainan sejenis kertas dengan dua sisi, satu sisi memiliki gambar dan sisi lainnya kosong.

Tepokan (2): Permainan ini harus dilakukan dua orang. Masing-masing meletakkan gambaran di sebelah telapak tangan, lalu menepuk telapak tangan ke lawan. Gambaran yang menunjukkan sisi bagian gambar adalah pemenangnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (29)
  • ditastar

    Kenapa aku sangat bodoh?! (pakai tanda tanya di depannya, Bung).

    Comment on chapter Prolog
  • ddherdi

    Sobat, boleh kasih saran? Coba pelajari lagi tentang kalimat bercetak miring. Dan dialog tag.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Terima kasih @TaniaWahab Siap, saya akan pelajari lagi.

    Comment on chapter Prolog
  • TaniaWahab

    Ceritanya bagus. Saya suka. Sarannya adalah pelajari lagi tentang partikel, awalan, dan akhiran. Dan penulisan kata apa pun ditulis terpisah. Bukan apapun.

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @lanacobalt semangat terus Kak. Anjing menggonggong, biarin aja. Nanti kalau capek juga diam. Hehe. I like your story. Good luck.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Terima kasih @SusanSwansh nanti aku koreksi lagi penulisannya.

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @Limlaui kata siapa jelek. Bagus, kok. Inspiratif. Diksinya juga bagus. Cuma ada beberapa kata yang tidak sesuai dengan KBBI. (fikiran--pikiran) Novel jelek itu, novel yang ditulis tidak dengan hati. Tapi ini feelnya dapet, kok. Mungkin, selera kamu saja Kawan yang berbeda. Tapi, ya, nggak perlu mindikte karya orang juga. Itu tidak baik. Dan seburuk-buruknya orang itu adalah yang suka mencela.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Terima kasih supportnya

    Comment on chapter Prolog
  • Limlaui

    Novelnya jelek

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Letter hopes
1025      566     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Hanya Untukku Seorang
1013      545     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
Sisi Lain Tentang Cinta
760      422     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Kebaikan Hati Naura
608      338     9     
Romance
Naura benar-benar tidak bisa terima ini. Ini benar-benar keterlaluan, pikirnya. Tapi, walaupun mengeluh, mengadu panjang lebar. Paman dan Bibi Jhon tidak akan mempercayai perkataan Naura. Hampir delapan belas tahun ia tinggal di rumah yang membuat ia tidak betah. Lantaran memang sudah sejak dilahirikan tinggal di situ.
Akselerasi, Katanya
598      327     4     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Niscala
329      216     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Dramatisasi Kata Kembali
689      356     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
AILEEN
5691      1241     4     
Romance
Tentang Fredella Aileen Calya Tentang Yizreel Navvaro Tentang kisah mereka di masa SMA
Journey to Survive in a Zombie Apocalypse
1285      612     1     
Action
Ardhika Dharmawangsa, 15 tahun. Suatu hari, sebuah wabah telah mengambil kehidupannya sebagai anak SMP biasa. Bersama Fajar Latiful Habib, Enggar Rizki Sanjaya, Fitria Ramadhani, dan Rangga Zeinurohman, mereka berlima berusaha bertahan dari kematian yang ada dimana-mana. Copyright 2016 by IKadekSyra Sebenarnya bingung ini cerita sudut pandangnya apa ya? Auk ah karena udah telan...
KASTARA
405      334     0     
Fantasy
Dunia ini tidak hanya diisi oleh makhluk hidup normal seperti yang kita ketahui pada umumnya Ada banyak kehidupan lain yang di luar logika manusia Salah satunya adalah para Orbs, sebutan bagi mereka yang memiliki energi lebih dan luar biasa Tara hanya ingin bisa hidup bebas menggunkan Elemental Energy yang dia miliki dan mengasahnya menjadi lebih kuat dengan masuk ke dunia Neverbefore dan...