Saat yang paling dinanti Igo itu akhirnya terjadi. Sepekan lebih satu hari Igo menahannya, sebab Maryam datang bulan paska pernikahan mereka. Igo harus bersabar untuk mengejar malam pertamanya dengan Maryam yang telah halal sebagai mahramnya untuk terwujud kali pertamanya.
Kejadian di tengah malam merapat ke dini hari. Ketika semua penghuni rumah mungkin sudah terlelap dalam tidur di kamarnya masing-masing. Tubuh Igo bergetar kegelian karena helai-helai rambut Maryam terasa menggelitik, ketika Maryam saat itu sedang bergelung manja di atas dada telanjangnya. Jari-jari lentik perempuannya itu bermain-main di atas tubuhnya, menyentuh, mengeksplorasi, membelai-belai jejak lembab keringat yang disebabkan oleh permainan penuh rahasia yang mereka lakukan beberapa saat sebelumnya. Oh, betapa nyamannya situasi ini. Rasanya tepat sekali mendapat cinta pertamanya tidur-tiduran dengan damai di sisinya.
“Kasih tahu aku, Maryam” ujarnya, sementara jari-jarinya terus membelai rambut perempuan dalam pelukannya. “Ini mimpi atau bukan?” Maryam tidak menjawab sepatah kata pun. Tapi sejurus kemudian, dia memukul pelan lengan atas lelaki suaminya kini.
“Ouch! Ngaapain kamu mukul aku segala?!
“Sakit nggak?” Perempuan itu mengangkat kepalanya sedikit, lalu memiringkanya hingga bisa melihat ekspresi di wajah Igo ketika dia berkata :
“Kalau sakit, berarti ini jelas bukan mimpi dan kalau mimpi, nggak mungkin juga kan terjadinya berkali-kali-tiga, empat kali?” Perempuan itu begitu memiliki stamina yang prima. Staminanya seperti nggak ada habis-habisnya. Tentu saja dia mengganggap ini hal yang buruk. Satu-satunya yang dia komplain tentang percintaan mereka sejak tadi adalah fakta bahwa sekarang punggungnya terasa ngilu kayak mau encok. Note to her self, habis ini harus lebih banyak lagi berolah raga.
“Kamu kan bisa nyadarin aku, untuk pake cara lain...yang lebih romantis gitu...”
Maryam tertawa saja, sampai akhirnya Igo menariknya mendekat dan memberinya ciuman dalam dan lama. Setiap gerakan tubuh mereka, helaan dan sentuhan mereka, bertemu dengan harmonisnya seperti ketukan melodi yang teramat indah. Igo mendapati dirinya sekarang kecanduan. Sekali mencium belahan jiwanya itu ternyata nggak pernah terasa cukup. Dia menginginkannya lagi, lagi, dan lagi.
Untuk sejenak Lelaki Flamboyan itu terpesona untuk beberapa saat karena memperhatikan betapa indah helai-helai rambut indah Maryam jatuh di atas bantal dan lengan atasnya, ketika rebah di sisinya. “Maryam, kamu cantik sekali,” jari telunjuk lelaki itu bermain di hidung bangir istrinya. Mata perempuannya itu menatap Igo yang hanya berjarak beberapa centimeter di depannya. Sepasang tangan milik Maryam kemudian menangkup kedua belah pipi Igo, merasakan bagian kasar bekas cukuran di wajah suaminya itu dengan telapak tangannya. Sentuhan spontan dan luar biasa. Mereka sangat menikmati malam yang membersamai mereka.
Sementara itu di lain kamar...
Di antara lelap tidurnya, Ufairah terjaga saat perempuan itu mendengar ketukan dari sisi lain pintu kamar. Awalnya, perempuan itu tidak langsung menjawab. Menguap sebentar sembari menunggu sampai si pelaku menyebutkan jati dirinya. Tiba-tiba smartphone-nya yang tergeletak di atas meja kamar tepat di sisi ranjang bergetar. Ufairah, bukain pintu dong... Tiktok dari Huzain, suaminya.
Karena satu dan lain hal di Norwegia, Pasangan muda yang telah menikah dua bulan sebelumnya, Ufairah dan Huzain baru bisa datang di pernikahan Maryam dan Igo selang 3 hari setelah pesta pernikahan berakhir.
Saat ini mereka masih stay di rumah Maryam sebagai tamu. Purwokerto dini hari begitu dingin. Huzain yang tertidur di sofa ruang TV terbangun karena gigil menyergap tubuhnya yang tanpa selimut. Jantung Ufairah berdetak satu ketukan lebih cepat. Perempuan itu mencelat dari atas tempat tidur, lalu mendekatkan wajahnya ke pintu. Pergi sana!´bisiknya kasar. Oh God, oh god, oh god!
Ceritanya Ufairah lagi kesal terhadap suaminya itu, semenjak tadi sore sebab saling olok - olokan yang nggak jelas ujung pangkalnya. Namanya hati perempuan kan sensitif, saling ejek itu berakhir dengan perempuan itu ngambek.
“Aku pengen masuk.”
“Nggak!”
“Please? Aku phobia guling, Aku cuma mau nganter guling ini.”
“Hah! Phobia guling!” Mulai kapan suaminya phobia hal gituan. Phobia itu sama ketinggian, phobia gelap, nah ini... Ada-ada saja si Huzain ini. Tadinya, pengen benar-benar membiarkan laki-laki itu terus berada di luar. Tidur di sofa ruang TV. Tapi gerakan tangan Ufairah bertentangan dengan pikirannya. Handle pintu bergerak, pintu membuka. Huzain langsung nyelonong masuk kamar. Ufairah tersadar baru saja kena akal-akalan suaminya itu, Huzain tidak sedang membawa guling. Huzain itu tidak phobia guling beneran.
Rambut Huzain berantakan dengan piyama yang membuka memperlihatkan dada bidangnya, di balik kaus kutang putih dan tali celana karetnya yang menggantung, “Aku kangen”
Setelah benar-benar menutup pintu, entahlah Ufairah malah menghela napas lega. Lega karena suaminya sudah kembali ke dalam kamarnya. Perempuan itu aneh, begitu pandai menyimpan keinginannya. Terkadang begitu angkuh hanya untuk tidak terlihat lemah di depan pasangannya. Termasuk menyembunyikan keinginannya.
“Kangen gimana?” tanya Ufairah, berusaha keras nggak tersipu. “Jelas-jelas aku mendampingi terus sepanjang hari ini.”
Huzain mengiyakan. “Tapi aku nggak bebas menyentuh kamu, kayak gini”. Daripada disebut menyentuh, lebih tepat di bilang menarik Istrinya yang cantik itu hingga menempel didadanya. Memberi akses perempuannya itu untuk merasakan betapa lentur sekaligus liat otot-otot telapak tangannya. Sontak, perempuan itu menahan napas karenannya.
“Dan aku juga nggak bisa bebas mencium kayak gini”, katanya lagi, lalu mendaratkan ciuman nakalnya ke Ufairah. “Rasanya menderita banget, Istriku”.
“I know, i know”. Ufairah merasa dirinya mulai lemah. Oh, dasar ya lelaki itu. Bisa banget membuat dirinya menyerah dan pasrah di bawah kendalinya. Di bawah kehendak egoisnya. Tidak mengenal situasi dan kondisi. Dalam keadaan darurat sekalipun lelaki paling pintar mencari jalan untuk memuluskan keinginannya.
Ufairah terus protes di dalam hati, tapi tak kunjung melakukan sesuatu. Sekarang, yang ada, dia malah membalas memeluk suaminya. “Jangan berisik ya”, nggak enak kalau sampai ketahuan dan kedengaran sebelah kamar. Kata-kata Ufairah hilang di tengah cairnya kebekuan mereka.
I want to be inside of you. I miss you, so muach... Mulut Ufairah mendadak sekering sahara dan Huzain menjelma seperti oase di hadapannya.
**********************************
“Wait, aku mau ambil air minum. Mau?”
Tanpa menunggu persetujuan, Huzain sudah keluar kamar. Terlihat membungkuk di depan kulkas, mengambil buah apel dan sebotol air dingin. Huzain berbalik badan menuju ke kamar ketika Igo terlihat keluar dari kamar dengan celana karet dan telanjang dada yang terlihat basah dengan keringat.
" Igo, habis olah raga malam loe ya ?"
"Push up...loe sendiri?" dua lelaki dewasa itu tertawa kecil. Igo meneruskan langkah kakinya menuju kamar mandi. Huzain kembali masuk kamar.