Apartemen Kepedulian
Test
Tiiit...
Tiiit...
Mas Dhani. Mohon maaf. Maryam seperti rasa menggigil. Apa sebaiknya yang Maryam lakukan ya?
Dhani membuka pesan singkat dari Maryam. Masih jam 10.00 wib.
Dhani menarik nafas panjang. "Semoga kau baik-baik saja Maryam." bisiknya dalam hati
Mas Dhani...
Masuk lagi pesan singkat kedua.
Dhani semakin khawatir dan mencoba menghubungi Maryam. Tapi Hp itu mati. Dhani panik dan langsung berlari kedua dari ruang kerja kantornya. Jarak kantornya lebih dekat ke rumah Maryam dibanding menjemput Sabrina dahulu.
Sesampai dirumah Maryam. Dilihatnya pintu tidak terkunci. Maryam terkulai disudut ruang diatas sofa. Diangkatnya langsung tubuh Maryam menuju pembaringan dikamar. Maryam sadar akan kehadiran Dhani. Direngkuhnya leher Dhani saat Dhani mengangkatnya. "Maryam sudah sadar? Aku segera hubungi Sabrina untuk menemani ya?" Bisik Dhani.
"Mas Dhani. Jangan. Aku mohon maaf mas. Aku mohon maaf. Aku kangen mas. Semalaman aku tak tidur memikirkan mas Dhani. Sepertinya itu yang memicu demam dan gigil ini." Lemah suara Maryam.
Dhani mengurai tangan Maryam dan meletakkan ditempat tidur. "Maryam. Apa kata orang. Semua tau kau sendirian. Tiba-tiba aku ada disini. Itu akan merendahkanmu di mata mereka." Dhani mencoba mengingatkan Maryam.
"Mohon maaf. Aku tidak akan bisa lama disini." Dhani bersikap tegas.Dia ingat Sabrina dan pandang masyarakat sekelebat.
"Mas Dhani tega?" Maryam meneteskan air mata.
Tak kuasa untuk tidak prihatin Dhani atas kondisi Maryam.
"Maryam. Tempat ini tidak sehat bagimu. Sebaiknya Pindah ke tempat yang lebih baik ya. Apartemen temanku kosong. Mungkin kita bisa menyewanya sementara waktu ya." Bisik Dhani.
"Bersiaplah. Kita pindah sekarang." Dhani tak ingin menunda.
Dia bantu Maryam merapikan semuanya. "Bagaimana dengan rumah sewa ini?" tanya Maryam.
"Sementara dikunci saja." Ucap Dhani.
"Aku tadi bawa bubur ayam dan sop iga. Makanlah sebagai tambahan tenaga. Aku harus meninggalkanmu sekarang. Bersiaplah. Sekira 1 jam aku akan pesankan Taksi. Maryam berangkat ke Apartemen tersebut sendiri dulu ya. Aku tunggu disana. Biar aku bereskan prosesnya dulu." Entah apa yang ada dalam pikiran Dhani. Semua dituruti Maryam.
Tak sampai satu jam setelah kepergian Dhani. Ada seorang perempuan paruh baya hadir.
"Assalamualaikum, bu Maryam. Saya diminta Bapak Dhani membantu ibu siap-siap pindah ke apartemen." Sapa lembut perempuan itu sambil menyerahkan kartu nama Dhani.
"Ya, Waalaikumussalam bu. Silahkan masuk. Terima kasih ya bu." Ucap Maryam menyambut tamunya.
Setelah 1,5 jam berberes Maryam pun pergi meninggalkan rumah sewanya. Bersama ibu utusan Dhani. Ada beberapa tetangga menyapanya. Dijawab sekenanya mau menginap sementara ditempat saudara berhubung masih tahap pemulihan.
Setelah sampai diapartemen. Dhani menyambutnya. "Ibu Tumini akan membantumu, menemanimu temporary ya Maryam. Sambil melihat kesehatanmu juga." Papar Dhani.
"Maksud mas Dhani?" Maryam tak mengerti.
"Bu Tum. Tinggal sekitar sini. Setiap pagi jam 8 sampai jam 10 akan menemanimu. Membersihkan rumah, pakaian dan segala peralatan keperluanmu serta menyiapkan makanan untukmu, tapi jam 10 harus pulang karena bu Tum masih punya keluarga." Papar Dhani.
"Oya mas. Alhamdulillah." Maryam begitu terpesona pada perhatian Dhani.
"Bu Tum, bisa pulang bu. Cukup untuk hari ini. Besok lagi ya bu." Dhani mempersilakan Bu Tum pulang. Bu Tum tersenyum, menanggapi sekenanya. Lalu pamit pulang. Tak lupa ia membawa kunci khusus agar bisa bebas akses ke apartemen Maryam.
Maryam segera mendekat ke arah Dhani.
"Aku bahagia dengan semua ini mas. Terima Kasih.”
“Aku harus segera membereskan semua di kantor, hati-hati, jaga diri baik-baik. Semoga kau lebih cepat pulih, Maryam.”
Hari selanjutnya di apartemen merupakan sebuah perenungan semenjana. Aktifitas menulis kembali dilakoninya, banyak hal ia tuangkan dalam buku hariannya.
Rinduku adalah sekelumit rasa yg rumit. Tak sesederhana bila aku tuang dalam jajaran alfabet. Sekali menjentikan ujung jari serasa aku berforeplay ria dlm senandung rindu sampai menjumpa titik klimaksnya dan berakhir. Belum...rinduku masih menyala, diam mencari jalan bertandang, menyudahinya bersamamu. Rinduku tak sederhana : sebab cinta akarnya kesukaran, menumbuhkan kambium rindu, lalu menuai buah hati pada masanya nanti.