Bingkai Renjana Di Suatu Resort
Gaun putih tile dengan bagian bawahan model kembang sangkar perkutut membuat Sabrina sangat cantik senja itu. Ia tambahkan pernik titanium segitiga sebesar biji sawi, berikut renda putih liris tipis dari lengan baju hingga pergelangan tangan sampai menuju bagian tumit kaki. Kerudung model siria hoodie warna cream dengan aksen kembang melati putih beras membuatnya tampak sangat cantik. Apalagi alas kaki model wedges sebagai pilihannya, juga dekat dengan warna tumitnya ke arah cream senada jilbab yang dipakainya, walau tinggi akan tetapi sangat menyamankannya dalam gerak. Paduan yang sangat pas. Sabrina memang memiliki cita rasa berpakaian sederhana namun elegant. Semua yang menikmati penampilannya sore itu sangat terpesona. Cantik.
Keluarga besar Sabrina memang sedang dalam sebuah perhelatan yang dinanti. Mempertemukan anak gadisnya dengan seorang Laki-laki yang kalau dilihat dari foto memang sangat gagah. Keturunan Ningrat. Raden Mas Galih Seno Arthawiatmaja, ayahnya lelaki tersebut. Yang juga merupakan pengusaha batik sangat sukses di Jogya, selain juga keturunan Sultan. Anaknya yang dijodohkan pada Sabrina merupakan pewaris harta dan tahtanya kelak. Walau menurut ibunya Sang pemuda tersebut adalah seorang arsitek tamatan luar negeri, yang sedang menangani beberapa projek di beberapa kota besar di Indonesia. Bisa saja bahkan ia tak begitu peduli akan warisan bisnis tersebut. Sabrina pun tak begitu menggubris hal itu. Yang ia yakini bahwa, jika ia menerima konsep perjodohan itu, hanyalah sebuah pembuktian baktinya, wujud sholehah dirinya pada kedua orangtuanya, ayah ibunya. Betapa ia sangat mencintai orangtuanya dan menghormati pilihan ayah ibunya. Mengingat betapa berartinya keduanya melahirkan, membesarkan dan mengawal tumbuh kembangnya. Walau dirinya amat sangat hancur berkeping karena sudah ada pemuda lain jauh hari selalu bermain dalam relung hatinya. Yang saat inipun mungkin tengah dalam keadaan remuk redam. Tak tau dimana rimbanya.
Disebuah resort yang cukup mewah dikalangan masyarakat Jogja. Akhirnya pertemuan pertama mereka terlaksana. Pada meja makan bundar, ayah Sabrina mengenalkan Raden Mas Dhani Abimanyu. Kemeja slim fit tangan panjang putih, corak kotak partikular cream. Dengan celana khakis dan brogue shoes coklat. Sangat senada semuanya dengan yang dikenakan Sabrina. Entah siapa yang mengatur semua ini. Yang pasti baju yang dikenakan Sabrina merupakan pilihannya sendiri. Pasti ada yang membocorkannya sehingga laki-laki itu bisa mengenakan padanan yang sama persis dengan dirinya. Tapi jika diperhatikan diam-diam dalam curi pandang, laki-laki itu memang sangat gagah. Tinggi tubuhnya berkisar 185 sentimeter, serta bersih tampilan kulitnya cukup membantu penambah nilai dalam pandang Sabrina. Ia sempat begitu tertegun melihat penampilannya. Ya tertegun, tak mau hatinya mengakui menyebut ia cukup terkesima.
Setelah serangkaian perkenalan dan pembahasan, akhirnya sampailah mereka diberi kesempatan mengenal berdua. Mereka memilih berkeliling resort. Menuju kolam renang, menimati kecipak air yang masih dinikmati beberapa anak dan keluarga. Sengaja mencari sudut untuk dapat lebih tenang dan bercerita lebih dekat. Suasana mewah depan kolam terasa menyamankan. Masih ada beberapa turis berpasangan juga menikmati beberapa bangku dengan temaram lampu bersama minuman penghangatnya.
"Mau ikut Sabrina?" Dhani mencoba memecah kebisuan, yang dari tadi terbentuk, sejak mereka berjalan meninggalkan ruang pertemuan, dimana para keluarga mereka saat ini masih menikmati gamelan dan dagelan khas yogyakarta. Sabrina menggeleng tanpa sedikitpun menoleh pada Dhani. Dhani menghela nafas. Sepertinya ia harus banyak sabar menghadapi gadis cantik yang parasnya bak artis Bollywood, Kareena Kapoor itu. Kikuk. Selama ini iapun tak banyak mengenal teman wanita dan tak mengerti bagaimana baiknya menghadapi wanita. Konsentrasinya pada pelajaran cukup menyita waktu. Sehingga kalau tidak ultimatum ayahnya yang sudah ingin menimang cucu mungkin ia pun tak sama sekali memikirkan tentang sebuah rencana pernikahan dan upaya mendekatkan diri dengan wanita.
Beruntung ayah ibunya punya kerabat yang punya stok anak gadis selembut hati seperti Sabrina. Ya, sangat lembut hati menurutnya karena sejak tadi seekor kucing persia putih bermata coklat kehijauan dibawanya dengan memangku dalam dekap lengan. Tampak nyaman terayun-ayun dalam mengikuti langkah kecil Sabrina. Tiada mungkin ada binatang bisa senyaman itu jika tidak diasuh seorang wanita lembut hati. Setidaknya begitu pikir Dhani.
Mengambil posisi duduk di atas sebuah kursi putih selonjor dibawah payung taman sekitar kolam sambil memberi isyarat pada Sabrina untuk duduk, Dhani mencoba membuka pembicaraan lagi. "Siapa nama makhluk persia yang menggemaskan ini Sabrina?" Tanyanya.
"Ziko." Jawab Sabrina sekenanya.
"Andai bisa memilih. Aku ingin jadi Ziko saja sebenarnya. Bisa bebas dalam pelukanmu, duduk diatas pangkuanmu. Walau tidak diajak bicara tapi tak berhenti terus mendapat belai lembut seorang Sabrina yang cantik rupawan." Dhani masih mencoba mencairkan suasana.
Sabrina masih hanya diam. Belum bergeming. Suasana hatinya masih sulit diajak kompromi.
Dhani masih terus berpikir bagaimana cara menjadikan komunikasi diantara mereka bisa mengalir lepas. Sajak. Ia teringat bersajak. Tak ada salahnya mencoba.
Ziko, tentu kau tak pernah tau bagaimana hebatnya petualangan hidup orangtua mu. Melakukan perjalanan jauh dari Persia, melewati ribuan mil laut hingga akhirnya dapat berlabuh pada sebuah kehidupan seorang gadis yang mungkin besok hari akan menjadi istriku.
Ziko, bila waktu itu segera sampai ku mohon kau takkan mengambil porsi perhatiannya lebih lagi ya. Bukankah selama ini kau sudah membersamainya.
Aku bakal cemburu Ziko. Saat ini sajapun sudah. Aku tersiksa melihat mu dibelai lembut sementara aku. Diacuhkan pun tidak. Aku tak ingin harus berkompetisi dengan mu Ziko.
Ku mohon pengertianmu ya Ziko. Ku harap kau sangat mengerti dan sadar diri Ziko. Atau apa perlu kucarikan seekor betina yang tak kalah rupawan untuk mendampingi hidupmu? Agar aku bisa bebas bersama calon istriku. Tapi ada syarat khusus. Kau harus membujuk calonku untuk jatuh cinta padaku ya. Sepenuhnya. Seluruh jiwa dan hatinya.
Jika kau setuju tawaranku Ziko, please beri tanda persetujuan. Bersuaralah Ziko. Aku takkan mengulang tuk meminta. Bersuaralah Ziko atau kau bisa ku laporkan ke polisi karena sebuah perbuatan tidak menyenangkan untukku. Kau benar-benar mencoba mengambil hati calon istriku sehingga tak ada satu sisipun bisa ku masuki. Bagaimana Ziko? Masih belum juga kau mau bersuara?
Duhai Ziko, tega sungguh kau padaku.
Sekonyong-konyong Ziko bersuara "meong, meong..." Ziko bergerak.
Sabrina terperangah. Dhani tertawa ngakak dan berkata "Yes, kau mengerti maksudku Ziko? hahahhaa."
"Dahsyat, kau telah sejiwa denganku Ziko." Dhani menggeliat jarinya ke arah perut Ziko.
Ziko pun melompat ke pangkuan Dhani. "Ziko..." Sabrina terhenyak. Dhani semakin tertawa girang. "Hahaha, jika Ziko bisa ku taklukkan tentu si empunya sebentar lagi bisa kukuasai hatinya, benarkan cinta?" Dhani berbisik sesumbar ke dekat telinga Sabrina. Sabrina mati kutu. "Kembalikan Ziko, mas Dhani." Sabrina masih dalam wajah membrengut meminta kucingnya. "Aku mau Sabrina senyum memintanya. Sambil berkata. Mas Dhani sayangnya Sabrina kembalikan Ziko padaku." Dhani setengah memaksa sambil tersenyum penuh kemenangan
Sabrina masih diam. "Gak mau nih? benar gak mau? Mas akan bawa Ziko ini ya ke kamar mas dan takkan dikembalikan lagi ya."
Sabrina masih cemberut dan menatap lurus saja ke depan. "Baik. Jika dalam hitungan 3 Sabrina masih diam. Mas Dhani pergi, saaaatu.... duu....aaa, ti.."
"Mas Dhani sayangnya Sabrina, kembalikan Ziko pada Sabrina ya mas." akhirnya Sabrina bersuara panjang sesuai mau Dhani seketika akan dalam proses hitungan awal tiga Dhani mulai berjalan membelakangi Sabrina. Wajah Sabrina persis petakan Marsmellow saat kesal dan sedih jadi satu.
Dhani pun kembali tertawa penuh kemenangan. "Masyaallah betapa bahagianya malam ini. Bidadari surga yang ada didekatku menyatakan hasrat hatinya menyayangiku." penuh kemenangan Dhani berkata serasa ledekan jutaan orang rasanya bagi Sabrina. Sabrina cuma bisa mangkel dan menggerutu dalam hati dengan semua tingkah Dhani. Dhani mengembalikan Ziko kepada Sabrina dan berkata.
"Sabrina, mas Dhani memahami apa yang Sabrina rasakan. Tapi ketika kita berdua sudah menyetujui apa yang menjadi keputusan orang tua kita. Maka kita harus melakukannya dengan ikhlas. Semua karena Allah. Kita serahkan sepenuhnya kepada Allah. Kekuatan pembuktian cinta dan sayang kita pada orangtua kita adalah proses yang kita jalani di bumi tapi itu semua demi mengharap ridho dalam catatan Allah di langit. Mas Dhani sangat berharap Sabrina bisa menghayati itu ya dinda." Dhani berkata penuh bijak. Mencoba menyentuh sisi hati gadis yang sangat menawan hatinya sejak dari pandang dalam sebuah figura foto yang diserahkan orang tuanya.
"Iya mas. Insyaallah. Sabrina mohon maaf. Sabrina minta waktu ya mas. Sabrina bermohon mas Dhani sabar." Tangis Sabrina pecah dihadapan Dhani. Tangis menuju pemakjulan diri pada apa yang disampaikan Dhani. Ikhlas karena semua apa yang harus mereka hadapi dan jalani adalah sebuah keputusan yang sudah menjadi garis kehidupan yang dipercayanya sebagai Takdir Allah.
Dhani tersenyum dan memberikan sapu tangan kotak gading warna senada bajunya dari saku celananya pada Sabrina. "Jangan nangis ya dindaku. Insyaallah mas Dhani sabar. Tapi jangan lama-lama juga kita tentukan tanggalnya ya. Soalnya ayah mas Dhani sudah tak sabar menimang cucu. Kalau mas Dhani mah... 1000 tahun lagi pun tahan menunggu kesiapan dinda kanjeng ratu. Tapi kalau itu yang harus terjadi mas Dhani takut dipecat jadi anak. Allah nanti tidak ridho. Iya kan Sabrina sayang?" Dhani mencoba merayu lebih menyentuh. Sabrina tersenyum miris dengan kata-katanya dan sekenanya berkata. " Iyah, mas…" ia sambil tertawa geli dalam hati membayangkan kata-kata Dhani tadi. Dhani tertawa lepas.
Setelah itu percakapan mereka mengalir lepas. Tentang bintang yang tersebar indah diangkasa malam. Tentang purnama yang sangat bundar penuh dan juga mempesona. Hingga tentang Merapi yang menancapkan kaki dengan kokoh dalam pandang makhluk bumi. Semua indah, segalanya mengalir bak renjana yang terperangkap dalam tangkup bejana, hingga larut menjelang pagi barulah menyeret kaki mereka kembali ke peraduan masing-masing.
"Jangan lupa ya Sabrina sayang. Malam ini mimpikan mas Dhani dalam tidurmu. Semoga bisa membantu Sabrina memikirkan tanggal yang lebih cepat ya. Mas Dhani takut kena cambuk omel terus nih kalau misal lama menaklukkan hati Sabrina." Dhani kembali mencoba menggoda Sabrina setiba didepan kamar sesaat sampai menghantarkan Sabrina.
Sabrina hanya tersenyum simpul. "Insyaallah mas." Jawabnya ringan. Entah mengapa 4 jam bersama tadi dia merasakan kenyamanan juga akhirnya bersama Dhani. Mungkin tak ada salahnya ia harus segera berdamai dengan takdir. Ikhlas karena Allah, untuk membahagiakan orangtuanya. Semoga. Hatinya tiba-tiba membatin.