“Hah capek,” Ujarnya seraya mengambil guling dan memeluknya erat.
Aku menyimpan kembali ponselku pada nakas dan menghampirinya yang kini sedang memejamkan mata. Aku berkacak pinggang dan menatap kesal padanya.
“Farhan diem, ya? Ayu capek,” Gumam Ayu sambil berguling memunggungiku.
“Lo tahu gue nunggu lo semaleman cuman buat mastiin lo selamet sampe rumah?” Tanyaku garang.
“Ah! Farhan berisik!” Ayu melemparkan bantal kecil ke sembarang arah dan kembali menyembunyikan wajahnya di antara bantal dan guling yang masih berada dipelukkannya.
“Terus kenapa masih di sini? Balik sana!”
“IH! FARHAN! AYU ITU CAPEK!” Teriak Ayu sambil menyingkirkan guling. Aku menutup telinga dan menghalau suara melengking Ayu dari jangkauan telingaku.
Ayu mendudukan tubuhnya di atas kasur dan bersidekap dada. Ia memalingkan wajahnya ke arah balkon. Aku berdecak melihatnya yang malah marah padaku. Aku berjalan mendekatinya. Dan duduk di sampingnya.
“Ayu,” Panggil seseorang di belakang kami. Aku dan Ayu langsung menoleh pada sumber suara.
“Kenapa tadi teriak, sayang?” Tanya bunda sambil mendekati kami.
“Farhan gangguin Ayu,” Adu Ayu yang sudah meniru kelakuan anak kecil yang baru saja dijahili.
Bunda mengangkat ke dua halisnya dan bertanya melalui isyarat matanya. “Farhan kesel bun. Ayu bilang bakalan pulang malem. Eh nongolnya tengah hari.”
Bunda tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan. “Kalian ini kelakuannya masih…aja kayak anak kecil.”
“Bukan Ayu yang mulai, bun,” Bela Ayu.
“Enak aja yang kayak anak kecil di sini itu lo ya bukan gue,” Sangkalku.
“Ya kan tadi Farhan marah marah gak jelas.”
“Jelas kok. Gue punya alesannya.”
“Tapi kan Farhan gak usah marah-marah dong.”
Saat aku akan membalas ucapannya, bunda berdehem dan mengintruksi agar kami berhenti berdebat. Aku memalingkan tatapanku ke kanan. “Salaman.”
Aku mengerutkan kening. Aku melirik bunda yang kini sedang bersidekap dada di hadapan kami. “Salaman,” Ulang bunda.
Dengan masih kesal aku melirik Ayu yang juga tengah melirikku. Aku langsung membalingkan tatapan kembali. “Kalian bukan anak kecil yang harus bunda ajarin buat salaman, kan?”
Aku kembali melirik Ayu yang kini tengah menatapku dengan wajah masamnya. Dengan ogah aku mengulurkan tanganku tanpa melihatnya. “Farhan,”
Aku berdecak sebelum menghadapkan tubuhku sepenuhnya pada Ayu yang kini sedang menatap sinis kepadaku dengan tangan yang menyalamiku. Aku tak kalah menatap sinis ke arahnya.
Aku tersentak saat sebuah tangan menyapu wajah kami dengan cepat. Aku menatap ke arah bunda. “Minta maaf.”
Aku menatap Ayu. “Maaf.”
“Yang ikhlas,” Ucap bunda cepat.
“Ayu, gue minta maaf ya udah marahin lo tadi?” Ulangku dengan nada yang lebih ramah dari tadi.
Ayu diam tak menyahuti ucapanku. Ia masih menatapku sinis. “Ayu.”
“Iya iya Ayu maafin,” Ayu melepas tangannya dan memilih memeluk bantal.
“Udah, jangan berantem lagi,” Kami mengangguk kecil. Bunda berjalan keluar dari kamar meninggalkan kami berdua.
~
Aku duduk di kursi meja belajar dan menatap Ayu yang kini sudah terlelap nyenyak di atas kasurku. Aku menghela napas lelah. Tadi Ayu mengatakan alasannya pulang telat. Ia bilang jika ia ke kurangan ongkos untuk pulang karena orang tuanya tiba-tiba tidak bisa mengantarnya pulang. Dan lebih miris lagi tadi ia berjalan kaki dari rumah temannya karena ketika ia pulang sudah nyaris larut malam hingga memaksanya menginap. Aku sedikit merasa lega saat melihatnya pulang tadi. Jujur saja aku sudah mulai berpikiran negatif saat Ayu tak memberiku kabar dan pulang terlambat.
Aku bangkit dan meraih sebaskom air hangat yang tadi digunakan untuk merendam kaki Ayu yang pegal. Aku meletakkan baskom itu di dalam kamar mandi dan berlalu kembali ke dalam kamar. Kutarik selimut untuk menyelimuti tubuh Ayu yang tengah meringkuk memeluk guling. Kubenarkan sedikit posisi kepalanya di atas bantal agar lebih nyaman dan tidak menyebabkan lehernya sakit.
Aku keluar dari kamar dan membiarkan Ayu mengistirahatkan tubuhnya. Aku berjalan menuju dapur dimana bunda sedang mengemasi beberapa makanan pesanan. Aku mengambil sebuah mochi dan memakannya.
“Farhan, kebiasan kamu tuh, ya.”
Aku menarik kursi dan mendudukinya. “Abis menggoda, bun.”
Bunda menggeleng dan kembali membungkusi mochi. “Beruntung bunda bikinnya lebih dari jumlah pesanan.”
“Untung deh kalo gitu,” Aku bangkit dan hendak mengambil kembali mochi namun bunda sudah menepis tanganku terlebih dahulu.
“Bunda bikin lebihnya cuman satu.”
“Yah..bunda,” Aku kembali duduk di kursi.
“Kalo gak gitu nanti bunda rugi.”
“Bunda lebih mentingin untung daripada aku,” Aku memasang wajah cemberut.
“Terserah kamu deh, Han.”
Aku melipat kedua tanganku dan menompang dagu, menatap bunda di hadapanku. “Ayu tidur?”
“Heem,” Gumamku menjawab pertanyaan bunda.
“Kenapa tadi bawa baskom segala?” Tanya bunda sambil menyimpan mochi yang lebih terlihat seperti menjauhkannya dari jangkauanku.
“Buat kaki Ayu, katanya pegel abis jalan.”
“Oh,” Bunda kembali dengan setumpuk karton untuk bungkus makanan. “Dia udah cerita sama kamu?”
Aku mengangguk. “Kuat juga Ayu jalan sambil bawa tas besar.”
“Tas besar?”
“Iya tas besar. Tuh tasnnya ada di ruang keluarga. Tadi Ayu tiduran di sana. Katanya kalo di rumah pasti sepi mangkanya dia ke sini.” Aku bangkit dari dudukku dengan cepat. Bunda mengerutkan keningnya bingung. “Mau kemana, Han?”
“Mau ngebobol tas Ayu siapa tahu dia bawa oleh-oleh,” Jawabku semangat.
“Itu namanya gak sopan, Farhan,” Aku memanyunkan bibirku. “Gimana kalo di sana ada barang pribadi dia atau nanti ada barang yang hilang dan malah nyalahin kamu karena ngebongkar barang orang tanpa izin.”
~
Aku berdiri di depan gerbang rumah Ayu. Masih menggunakan seragam lengkap, aku memandangi jalan dimana Ayu biasa berjalan melewatinya. Sesekali aku bersiul menghilangkan kebosanan karena Ayu yang tak kunjung datang. Aku melirik jam tangan yang menunjukkan sekarang sudah jam satu siang.
Aku mengerutkan kening dan memandang ke arah jalanan. Aku tersenyum saat melihat tubuh mungil itu sedang berjalan menuju ke arahku sambil menundukkan kepalanya. Namun perlahan senyumku menghilang saat sosoknya sudah jelas terlihat. Sekujur tubuhnya nyaris basah. Belum lagi bau yang begitu menyengat.
Aku menutup hidungku saat Ayu berada satu meter di depanku. Ayu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku mengerutkan kening dan kembali menilai penampilan Ayu. Rambut yang acak-acakan, baju dan rok setengah basah, belum lagi sepatu yang sudah tidak bisa dikenali.
“Kamu kenapa?” Tanyaku masih dengan menutup hidungku.
Ayu mulai terisak. Aku ragu-ragu mendekatinya. Kutarik tangannya dan membawanya menuju rumahku. Aku berhenti tepat di depan garasi. Kulepaskan tanganku dan meraih selang yang biasa ayah gunakan untuk membersihkan mobil.
“Simpan tas kamu di tempat yang kering sama lepas sepatu kamu,” Ujarku. Ayu melepas sepatunya dan menyimpan tasnya di teras depan rumah. Ia kembali berjalan di tempat ia berdiri tadi.
~
TBC
BY L U T H F I T A
Nope!!!
1290
570
3
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan?
Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu.
Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya.
-Ra-
Drapetomania
9676
2283
7
Action
Si mantan petinju, Theo Asimov demi hutangnya lunas rela menjadi gladiator bayaran di bawah kaki Gideon, laki tua yang punya banyak bisnis ilegal. Lelah, Theo mencoba kabur dengan bantuan Darius, dokter disana sekaligus partner in crime dadakan Theo. Ia berhasil kabur dan tidak sengaja bertemu Sara, wanita yang tak ia kira sangat tangguh dan wanita independensi. Bertemu dengan wanita itu hidupnya...
Golden Cage
441
244
6
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Renjana
397
298
2
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian?
"Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Aku Biru dan Kamu Abu
572
325
2
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
Po(Fyuh)Ler
787
413
2
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?
Young Marriage Survivor
2620
905
2
Romance
Di umurnya yang ke sembilan belas tahun, Galih memantapkan diri untuk menikahi kekasihnya. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan, Galih merasa ia tidak bisa menjalani masa pacaran lebih lama lagi. Pilihannya hanya ada dua, halalkan atau lepaskan.
Kia, kekasih Galih, lebih memilih untuk menikah dengan Galih daripada putus hubungan dari cowok itu. Meskipun itu berarti Kia akan menikah tepat s...
Army of Angels: The Dark Side
29817
4495
25
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic.
~Sinopsis ~
Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku?
Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian"
Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...
Love and Pain
540
315
0
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.
Perahu Waktu
368
247
1
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu