Sore ini cuaca cukup cerah tidak seperti hari-hari sebelumnya. Kali ini aku tengah menunggu Ayu yang tengah memesan minuman di salah satu pedagang kaki lima. Ayu bilang sore ini ia tidak ingin pergi bermain, hal ini cukup membuat teman-teman yang lainnya kecewa. Akan tetapi aku menjelaskan kenapa Ayu tidak ingin menghabiskan sorenya dengan bermain bersama dan mereka mengerti.
“Farhan, ini minuman coklatnya,” Aku mengangkat pandanganku pada Ayu yang menyodorkan segelas minuman coklat pesananku.
“Terima kasih,” Aku menerima minuman itu dan menusuk kemasannya dengan sedotan yang Ayu berikan dan menyesap isinya.
“Sama-sama,” Jawab Ayu sebelum duduk di sampingku dan melakukan hal yang sama pada minumannya.
Aku menatap kendaraan yang hilir mudik di jalanan tepat di depan kami. sebenarnya kami sedang menunggu sebuah angkot yang menuju daerah rumahku. Namun, setiap kali ada yang berhenti selalu penuh oleh siswa yang lain.
“Farhan, Ayu, duluan, ya,” Kami kompak menatap ke asal suara. Aku menganggukkan kepala dan memberikan senyuman singkat pada Esti yang kini telah berlalu dengan jemputannya.
Aku kembali menoleh pada jalanan. Dari kejauhan aku melihat ada angkot yang kami maksud. Aku segera bangkit dari kursi.
“Ayu buruan,” Aku menarik pelan tangan Ayu dan mengajaknya ke tepi trotoar untuk menghentikan angkot agar tidak kehabisan tempat duduk.
Kami menghela napas lega saat telah duduk di dalam angkot. “Untung kebagian,” Ayu menganggukkan kepalanya setuju.
“Eh, iya Farhan. Kamu udah ngerjain soal matematika yang di buku paket, belum?” Tanya Ayu.
Aku mengerutkan kening, mengingat-ingat tugas yang dimaksud Ayu. “Emm, tugas yang kapan?”
“Its! Itu loh yang bikin diagram koordinat, masa lupa sih,” Gerutu Ayu kesal. Aku menahan senyumku saat melihatnya, jujur itu ekspresi Ayu favoritku.
“Seriusan, gak tahu,” Aku kembali menyeruput minumanku.
“Its! Kan kalo udah Ayu tinggal nyontek,” Gumam Ayu yang masih bisa aku dengar.
Aku menyentil pelan keningnya. “Gak boleh nyontek, gak baik. Makanya kalo di kelas itu perhatiin guru yang lagi nerangin bukan malah tidur mulu,” Ayu berengut kesal sambil mengusap keningnya yang menjadi sasaran sentilanku.
“Heem dek jangan nyontek ke pacarnya, dong, gak baik,” Tiba-tiba seorang ibu-ibu menyaut ucapanku.
Aku refleks mengangkat kedua halisku saat mendengar ucapan ibu-ibu itu. Sedangkan Ayu malah mencubit lenganku yang membuatku refleks meringis.
“Aduh neng, kasian pacarnya tuh,” Sahut ibu-ibu yang lainnya dan membuat ibu-ibu tadi tertawa.
Ayu bergerak dengan salah tingkah dan segera menundukkan kepalanya. Aku terkekeh pelan.
“Ciee salting, ciee,” Aku menggoda Ayu yang masih saja menundukkan kepalanya. Aku menoel-noel pipinya yang merah padam.
“Ish! Farhan!” Ayu mendorong bahuku menjauh dan aku tertawa bersama kedua ibu-ibu yang tadi menggoda kami.
~
Kami turun tepat di depan gapura. Aku membayar ongkos kami pada tukang angkot dan menghampiri Ayu yang tengah berdiri di dekat tiang gapura dengan minuman rasa permen karet di tangannya yang tidak habis-habis sedari tadi. Aku berjalan mendekatinya, “Yuk!”
Kami berjalan beriringan menuju rumah. Mengeluarkan ponselku dari dalam saku dan mengecek kotak masuk whatsapp yang sudah penuh oleh pesan-pesan dari teman-temanku. Aku membuka pesan-pesan dari mereka, kebanyakan menanyakan tugas yang tadi Ayu tanyakan.
“Farhan?”
“Hem?” Sahutku sambil membalas beberapa pesan dari teman-temanku.
“Kalo nanti keluarga Ayu ngejemput Ayu, Farhan bakal kesepian dong?” Aku menghentikan kegiatanku dan langsung menatap Ayu.
“Kenapa nanya kayak gitu?” Aku bertanya dengan nada tidak suka saat Ayu menanyakan hal itu. entahlah mungkin karena beberapa hari yang lalu aku sempat dilanda ketakutan.
“Enggak, Ayu cuman nanya aja,” Cicit Ayu sambil memainkan sedotan minumannya.
Aku menarik napas panjang saat menilat Ayu yang tiba-tiba ketakutan. Ayu sangat sensitif terhadap nada suara, jika menaikan suara sedikit saja dari biasanya Ayu akan langsung menunduk dan berkata dengan pelan. Aku memasukkan ponsel ke dalam saku celana seragamku. Merangkul bahu Ayu dan merebut minumannya agar Ayu mau menatapku. Dan benar saja Ayu langsung menatapku.
“Dengerin ya nona manis,” Ayu langsung mengembangkan senyumnya. “Jangan dulu mikirin apa yang di depan, pikirin dulu apa yang terjadi sekarang dan nikmatin.” Aku mengambil jeda dan menyeruput minuman Ayu. “Jadi, Ayu mau kan ngabisin waktu luang kita sebaik mungkin? Ya walaupun nantinya kita bakalan tetep ketemu di sekolah.”
Aku melapas rangkulanku pada bahu Ayu dan berjalan mundur menghadap Ayu yang menganggukan kepalanya berlahan. Aku kembali menyeruput minuman Ayu dan seketika Ayu langsung melebarkan matanya. Aku mengangkat minuman itu sampai sejajar dengan mataku dan kembali beralih pada Ayu yang telah berkacak pinggang.
“Minuman Ayu!” Teriak Ayu dan mengejar aku. Aku langsung berbalik dan berlari mejauhi Ayu.
“Farhan! Berhenti!” Teriak Ayu yang masih mengejarku. “Balikin minuman Ayu!”
“Gak mau!” Balasku dengan sedikit tawa diujung kalimatnya.
~
Aku dan Ayu sudah duduk di atas karpet dengan beberapa peralatan sekolah kami yang berserakan di sekeliling kami. belum lagi bekas kemasan makanan ringan yang tidak dirapihkan.
Aku mengambil penggaris dan jangka, setelah selesai mengerjalan soalnya. Saat aku hendak membuat garis Ayu memanggilku. “Apa?”
“Yang nomor tiga titik koordinatnya dimana, sih? Kok Ayu gak nemu-nemu dari tadi,” Aku melempar pensilnya ke karpet dan mengambil makanan ringannya.
“Koordinatnya nol koma nol,” Jawabku masih fokus pada diagram yang aku buat.
“Ish! Berarti udah bener tadi, kesel.” Ayu kembali menghapus buku tulisnya.
Aku menatap Ayu yang sedang menggerutu tidak jelas tetapi terus mengerjakan tugasnya. “Gak usah sambil cemberut dong mengerjainnya nanti soalnya nambah susah.”
“Teori apaan?!” Jawab Ayu dengan cepat.
“Emang dari dulu matematika susah!”
“Kalo susah kenapa aku udah selesai?” Tanyaku sambil mengangkat tangan menandakan bahwa aku sudah selesai mengerjakan tugas.
Ayu sedikit membuka mulut dan menatap ke arahku. Aku menaik turunkan halisku berniat membuatnya semikin kesal. Tapi Ayu malah tersenyum senang. “Kalo begitu Ayu udah bisa nyontek!”
Aku segera meraih buku tugas milikku.
“Ih! Gak boleh pelit!”
“Gak boleh nyontek!”
“Ih, Ayu bilangin sama bunda,” Ancam Ayu.
“Bilangin aja,” Ayu menatapku tajam.
“BUNDA FARHAN PELIT!!!”
“BUNDA AYU NYONTEK!!” Teriak kami bersamaan.
“Ih! Kenapa Farhan juga ikut-ikutan!”
“Emang cuman Ayu doang yang bisa ngadu ke bunda, wlee!” Aku menjulurkan lidahku pada Ayu dan segera menjauhkan buku tugasku dari jangkauannya.
“Ini ada apa sih? Malem-malem berisik banget!” Seru bunda yang menghentikan gerakan kami.
Aku langsung refleks menunjuk Ayu dan ternyata Ayu melakukan hal yang sama, menunjuk kepadaku. Bunda menatap kami bingung dan berdecak pelan.
“Farhan pelit, bunda. Masa Ayu mau pinjem bukunya gak boleh,” Ujar Ayu.
“Enak aja, Ayu nih bun mau nyontek kerjaan Farhan,” Balasku tak mau kalah. Ayu menatap tajam ke arahku.
“Kalian itu, ya,” Bunda menghampiri kami berdua.
“Ayu belum selesai tugasnya?” Tanya bunda sambil menepuk lengan Ayu dan dibalas anggukan dari Ayu.
Bunda beralih menatapku. “Kamu udah selesai ngerjainnya?” Aku mengangguk.
“Yaudah bantuin Ayu ngerjain,” Ayu tersenyum kemenangan.
“Tapi bukan berarti Ayu harus nyontek,” Sekarang giliranku yang tersenyum kemenangan.
“Tapi kan Ayu gak ngerti bunda,” Keluh Ayu.
“Ya-“
“Makanya kalo di kelas jangan tidur mulu kerjaannya,” Potongku yang langsung mendatap tatapan tajam dari bunda. Aku langsung mengalihkan tatapanku.
“Ya nanti Farhan ajarin.”
Aku masih menatap ke sekeliling saat bunda dan Ayu masih saling berbicara sampai suara getaran dari ponselku yang aku letakan di atas meja mengalihkan perhatianku. Aku meraih ponselku dan melihat pesan yang masuk, ternyata dari Esti.
Aku melirik Ayu dan bunda yang masih mengobrol dan beralih duduk di kursi. Perlahan aku meninggalkan ruang keluarga menuju dapur. Di dapur aku membuka pesan dari Esti. Ia menanyakan keadaan Ayu. Aku tersenyum mendapat pesannya. Yang aku tahu Esti cukup dekat dengan Ayu dibanding yang lain, terutama saat orang tua Ayu di tangkap.
‘Ayu baik-baik aja kok’
‘Oh, oke. Lo udah ngerjain tugas matematika belum?’
‘Baru aja selesai’
‘Wissh~ hebat banget. Gue aja puyeng ngerjainnya’
Aku terkekeh pelan mendapat pesan dari Esti. Dia adalah salah satu siswa yang pintar di kelas terutama di pelajaran hitung menghitung.
‘Ya dong, gue gitu loh’
‘Songong lo’
Aku kembali terkekeh pelan membaca pesannya.
‘Ajarin dong’
‘Yakin lo mau gue ajarin? Ngerjainnya lumayan banyak loh, lo kan masuk kelasnya selelu tepat waktu. Tepat bel berbunyi maksudnya’
‘Sialan lo’
Aku tertawa pelan saat berhasil membuat Esti kesal.
“Kenapa tu ketawa-ketawa sendiri?” Tanya Ayah yang baru saja masuk ke dapur dan berjalan menuju lemari es.
“Enggak, yah,” Aku menyimpan ponselku ke dalam saku.
“Em, yang bener?”
“Bener.”
“Kok ayah gak yakin, yah?” Aku tertawa pelan sebagai jawabnnya.
“Yaudah yah, aku ke ruang keluarga dulu. Mau bantu Ayu ngerjain tugasnya.”
Aku melenggang keluar dari dapur dan kembali ke ruang keluarga. Bunda sudah tidak ada di sana dan hanya menyisakan Ayu. Aku berjalan mendekatinya dan duduk di samping Ayu.
Ayu terlihat serius dengan tugasnya. “Udah bisa belum?”
Ayu menghentikan kegiatannya dan melirik sebentar ke arahku lalu mengerjakan kembali tugasnya. Aku mengangkat kedua halisku bingung. “Ayu ngambek?”
Ayu tidak menjawab dan masih terus mengerjakan tugasnya. “Ayu?”
Ayu menghentikan kegiatannya. Meletakkan pensil dan mengangkat buku tugasnya. Ia tersenyum tipis dan kemudian membereskan barangnya termasuk bekas kemasan makanan ringan yang berserakan. Aku segera membantu Ayu membereskan ruang keluarga. Setelah beres, Ayu bergegas meninggalkan ruang keluarga tanpa sepatah kata pun.
~
Oleh luthfita A.S
Ps : Jika menemukan pengetikan kata yang salah tolong beri tahu dan maklumi