Jika kau didatangi dua orang asing berpakaian ala aktivis lingkungan, kusarankan untuk segera pergi. Menjauhlah sebisa mungkin dari mereka. Kalau perlu, usir kedua orang aneh itu. Lempari dengan sandal, kerikil, atau apa pun yang berada dalam jangkauanmu.
Jangan pernah memercayai ocehan-ocehan mereka, sekalipun itu menyangkut bencana, kehancuran, dan keselamatan alam. Jika kau sampai percaya, apalagi bersedia bergabung dalam perjalanan bodoh yang mereka sebut "Ekspedisi Penyelamatan", kau akan menyesal.
Kenapa aku bisa bilang begitu? Kau tidak perlu mengetahui alasannya sekarang. Terlalu berbahaya, memusingkan, dan ... terdengar agak gila. Bahkan, kau mungkin akan menganggapku sama sintingnya dengan dua aktivis itu dan menelepon rumah sakit jiwa. Aku jelas tak akan mengambil risiko tersebut.
Oke, lupakan tentang rumah sakit jiwa. Itu tidak penting. Yang harus kau lakukan sekarang adalah mendengarkan perkataanku. Percayalah, aku kawanmu. Aku hanya ingin mencegahmu dari mengambil jalan yang salah.
Lain halnya dengan kedua aktivis gila itu. Mereka ... berbeda. Mungkin benar, orang-orang tersebut bukanlah musuhmu. Namun, kau juga tidak dapat menyebut mereka sebagai kawan. Mereka berencana memanfaatkanmu saja. Menjerumuskan orang yang tidak tahu apa-apa sepertimu dan aku ke dalam masalah "keluarga" yang teramat rumit.
Aku tak akan mengatakan "keluarga" mana dan masalah apa yang kumaksud. Kalau aktivis-aktivis tadi benar mencari dirimu, cepat atau lambat kau bakal mengetahuinya. Baik kau berhasil kabur maupun tidak. Seandainya kau bukan orang yang mereka cari pun, akan jauh lebih aman bila informasi ini tidak kau ketahui.
Kuharap nasib baik berpihak kepadamu. Menggiringmu menuju pilihan kedua yang kudamba-dambakan. Jadi, kau tidak perlu berurusan dengan anggota-anggota "keluarga" dan konflik tak berkesudahannya sepanjang hari seperti diriku.
Namaku Micko Alfansyah. Umurku empat belas tahun. Dan, ya, aku telah kehilangan kehidupan normalku gara-gara dua orang pegiat lingkungan sinting.