Loading...
Logo TinLit
Read Story - Delilah
MENU
About Us  

BAB 5

Fabian sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Sekarang jam baru menunjukkan pukul 05.30 WIB. Fabian keluar dari rumah megahnya dan langsung masuk kedalam mobil yang sudah disiapkan oleh supir keluarga.

Fabian sudah duduk dibelakang kemudi, memasang seatbelt dan setelah semua dirasa lengkap Fabian mulai memacu kendaraannya membelah jalanan kota yang sudah mulai ramai.

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, Fabian berhenti di depan rumah yang tak kalah mewah dari rumahnya.

Fabian keluar dari dalam mobil dan memencet bel yang tersedia dipojok bagian sebelah kanan dari pintu ganda bercat putih gading yang besar.

Pintu ganda itu terbuka dan nampaklah seorang perempuan dengan rambut yang dikuncir serta memakai baju daster yang sudah terlihat lusuh.

“Ehhh ada den Bian, ayoo masuk den” kata Mbak Ana.

“Iya makasih ya Mbak.. Oh iya sekalian panggilin Delilah yaaa! Bilang ajah saya udah nunggu dibawah”

“Iya den, sebentar yaa Mbak panggilin non Delilah dulu” Mbak Ana pun meninggalkan Fabian di ruang tamu.

“Bian....” panggil Devan sambil mengerutkan keningnya bingung karena Fabian ada di rumahnya pagi-pagi buta seperti ini.

“Ehh Bang Bro! Delilah mana, bang?” tanya Fabian tersenyum lebar.

Devan berjalan mendekat dan duduk disamping Fabian.

Fabian memerhatikan wajah Devan yang terlihat pucat dan lelah.

 “Wuihh itu muka apa baju yang belom disetrika, bang? Lecek amat” ledek Fabian sambil terbahak.

Pletakkkk....

“Aduhhhhh... sakit gila!” gerutu Fabian sambil mengusap kepalanya yang baru saja terkena jitakan maut Devan.

Devan hanya tersenyum mengejek melihat Fabian yang sedang menatapnya tajam. “Apa lo liat-liat gue! Mau gue jitak lagi” kata Devan sambil tertawa.

“Delilah kayaknya ga sekolah dulu Fab” Devan berujar tiba-tiba.

“Lah kenapa, bang? Delilah sakit emangnya? Perasaan gue kemaren ga kenapa-kenapa deh. Tuh...kan emang yang patut diwaspadai itu elo! Bukannya gue!” kata Fabian yang tersenyum geli menahan tawa.

“Gue semaleman ga tidur. Delilah mimpi buruk dan histeris lagi semalem, jadi kayaknya hari ini ga memungkinkan kalo dia masuk sekolah, gue takut emosinya belum stabil” jelas Devan dengan wajah sendu menunduk kebawah.

Fabian yang tadinya ingin tergelak pun langsung memasang wajah datar saat mendengar perjelasan dari Devan.

Kekhawatiran mulai terlihat jelas diwajah Fabian. Fabian sangat tahu dengan jelas mimpi seperti apa yang sering kali mampir di dalam tidur Delilah.

Fabian pikir karena sudah hampir beberapa bulan belakang ini, Delilah sudah tidak pernah bermimpi. Mimpi itu tidak akan pernah hadir lagi. Namun dugaannya salah.

“Gue mau liat Bine, boleh bang?” tanya Fabian dengan nada khawatir.

“Boleh, Cuma lo jangan sampe bangunin dia. Tadi abis sholat subuh Dia sempet histeris dan langsung tidur gitu ajah” ujar Devan dengan wajah lelah.

Fabian hanya menganggukan kepala patuh dan mulai berjalan menuju kamar Delilah yang terletak di lantai 2 rumah megah keluarga Zabine.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

“Keenannnnnn....” panggil seorang wanita dengan suara cemprengnya yang menggema di koridor sekolah yang ramai.

Lelaki yang merasa dipanggil itu hanya menghela nafas berat, dan berhenti berjalan kemudian menoleh kebelakang untuk melihat orang yang memanggilnya.

Wanita itu pun langsung melesat menghampiri Keenan saat berhenti berjalan.

“Ada apa lagi sih Claudie!” sergah Keenan kasar.

Claudie hanya tersenyum manis. Yang terlihat sangat konyol dimata Keenan.

“Aku hanya ingin barengan sama kamu ajah masuk kelasnya” ujarnya masih mempertahankan senyuman yang menurutnya sangat manis itu.

“Setelah kamu berteriak sekeras itu dan benar-benar membuatku malu. Hanya itu yang ingin kamu sampaikan?” Keenan bertanya dengan wajah tak percayanya. Claudie hanya menganggukan kepala.

Keenan membalikan badannya dan melanjutkan jalannya menuju kelasnya yang terletak di lantai 2.

Claudie pun menyusul Keenan dan mulai mensejajarkan langkahnya. Ketika tangan halus Claudie ingin mengamit lengan Keenan, Keenan menghentikan langkahnya dan mendelik tajam “Jangan coba-coba untuk melakukan kesalahan yang sama Claudie! Aku tidak main-main dengan ucapanku tempo hari!” desis Keenan tajam. Claudie memasang wajah malas dan berujar “Baiklah-baiklah aku enggak akan mengamit tangan kamu”.

Keenan kembali melanjutkan langkahnnya yang terhenti.

“Kalo bukan karena lo anak orang kaya dan cowok populer juga gue ga mau diginiin sama elo! Mending gue cari cowok yang bisa lebih perhatiin gue daripada cowok beku kayak elo!” gumam Claudie sebal.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Pencil, penghapus, dan sebuah sketchbook terhempas dengan pelan diatas rumput dari genggaman seorang lelaki berperawakan tinggi. Ia duduk diatas rumput taman belakang sekolah yang terdapat danau buatan.

Lelaki itu membuka sketchbook dan membuka lembaran demi lembaran mencari halaman yang masih kosong. Ia mengambil pensil yang biasa digunakan untuk menggambar dan mulai membuat sketsa diatas lembaran putih itu.

Tangan terampilnya itu dengan sangat telaten menghasilkan sebuah gambar sketsa yang nyaris selesai seorang gadis berjilbab yang sedang memainkan gitar, sang lelaki itu menggambar tampak belakang sehingga wajah gadis tersebut tidak telihat.

Keenan masih terus memainkan jemari terampilnya untuk menyelesaikan gambar yang nyaris sempurna. Entah kenapa Keenan tiba-tiba ingin sekali menggambar sosok perempuan yang sudah beberapa kali Ia lihat dibawah sebuah pohon beringin yang rindang dan sepi dengan sebuah gitar dipangkuannya, namun sayang Keenan tak pernah melihat seperti apa wajah gadis itu. Dan Keenan sangat penasaran dengan gadis itu.

“Yes. Selesai juga gambar gue” serunya senang dan tersenyum puas melihat gambarnya entah untuk yang keberapa kalinya.

“Andai gue tahu siapa cewek ini, gue pengen banget ngeliat dia!” gumam Keenan.

“Tapi kenapa gue ga pernah ngeliat Dia selain di tempat biasa gue lihat ya? apa nih anak hantu ya? tapi masa iya hantu pake kerudung” Keenan tertawa sendiri dengan pemikirannya. Keenan seperti dimakan rasa penasaran yang begitu besar, dan rasa penasarannya itu semakin menjadi karena sudah hampir satu minggu ini, Keenan tak pernah melihat gadis itu dibawah pohon beringin yang rindang.

“Ah udah ah makin lama disini bisa makin gila gue mikirin tuh cewek” menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, Keenan membereskan perlengkapan menggambarnya dan kemudia Ia bangkit dan berjalan menuju parkiran.

^^^^^^^^^^^^^^

Setelah pulang dari sekolah Fabian menyempatkan diri mampir ke rumah Delilah untuk mengecek keadaan gadis itu. Tadi pagi Fabian merasakan hatinya mencelos saat melihat Delilah terlelap tidur dengan sisa air mata yang masih menempel dipipi gembilnya. Guratan kesedihan dan takut terlihat jelas diwajah Delilah yang sedang memejamkan matanya.

Fabian memasuki halaman luas rumah keluarga Zabine, dan memarkirkan mobilnya ditempat yang sudah disediakan khusus untuk para tamu.

Fabian melangkahkan kaki panjangnya yang terbalut celana seragam sekolah memasuki pekarangan kediaman Delilah yang dipenuhi berbagai macam bunga. Saat ingin menekan bel yang terletak di samping pintu, Fabian mendengar suara orang yang sedang bersenda gurau di halaman samping rumah yang terdapat ayunan besi disana.

Karena dilanda rasa penasaran yang begitu kuat, Fabian pun berjalan dan begitu melihat pemandangan disana kedua sudut bibirnya tertarik keatas membentuk senyum lebar yang manis.

Delilah yang sedang duduk di atas ayunan dan Devan yang sedang mendorongnya sambil tertawa bahagia.

Fabian tersnyum kecil melihat pemandangan di depannya. Sahabat terbaiknya sudah bisa tersenyum bahkan tertawa sudah cukup baginya.

“Duhh main ayunan berduaan ajah, gue ga diajak nih?” celetuk Fabian sambil berjalan dengan cengiran lebarnya.

Ayunan Devan pada Delilah pun terhenti.

Devan dan Delilah pun mengalihkan pandangan mereka dan menatap Fabian yang sedang berjalan kearah mereka sambil bersedekap dan tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putih dan rapi miliknya.

Delilah tersenyum lembut melihat kedatangan Fabian. Berbeda dengan Devan yang justru mendengus sebal karena acara bermain bersama adiknya terganggu.

“Bee... Kangennn” ujar Delilah dengan manja pada Fabian. Fabian tersenyum lembut dan mengusap puncak kepala Delilah.

“Ciee kangen sama gue. Gimana udah baikan, Bine?” balas Fabian masih menatap lembut Delilah. Delilah hanya tersenyum tipis dan menganggukan kepala singkat.

“Ehh kutu kupret! Ganggu ajah lo, gue kan lagi mengenang masa kecil yang indah sama Sugar!” seloroh Devan sambil menjitak Fabian. Fabian mengaduh saat merasakan jitakan maut milik Devan.

“Ahh elo sirikan ajah sih Bang! Sakit tau!!” jawab Fabian sebal sambil mengusap dahinya yang menjadi korban jitakan Devan.

“Bang Dev, Bee. Udah deh jangan kayak anak kecil!” ujar Delilah yang bosan mendengar perdebatanya yang terjadi oleh dua orang di depannya.

“Tau tuh Bang Dev-nya ajah yang sirik Bine!” kata Fabian yang langsung dihadiahi pelototan tajam dari Devan.

“Eh iya Bine, mau main kerumah ga? Mamah tanyain elo terus tau. Katanya kangen sama elo!” sambung Fabian tanpa memperdulikan tatapan tajam Devan.

“Oh ya? boleh deh Bee. Kayaknya  gue juga udah lama ga ketemu Tante Hana. Bentar yaaa gue siap-siap dulu, jangan kemana-mana! Dan jangan berantem lagi sama Bang Dev!” ujar Delilah penuh peringatan diakhir kalimatnya.

“Bang Dev ikut ya, Sugar?” tanya Devan meminta persetujuan adiknya.

“Ehh mau ngapain? Enggak ah! Lagian Mamah kan mau ketemu sama Bine, bukan sama elo Bang!” sergah Fabian cepat.

“Tuh kan baru ajah Aku ngomong. Bang Dev sama Bian udah berantem lagi! Bang Dev mau ngapain ikut? Udah mending dirumah ajah ya jagain Mamih. lagian Aku juga Cuma mau ketemu sama Tante Hana ajah kok!” kata Delilah berusaha mencegah pertengkaran yang sebentar lagi akan terjadi kembali.

Fabian tersenyum penuh kemenangan kearah Devan. Devan hanya menatap tajam Fabian dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Delilah kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

“Gue Cuma mau ngajak Bine refreshing kok bang, yaaa itung-itung biar dia bisa sedikit ngelupain mimpi-mimpi sialan itu!” kata Fabian menyusul Devan yang berjalan masuk kedalam rumah. Devan yang sudah berjalan di depan Fabian pun berhenti dan membalikan badannya lantas mengacungkan jempolnya pertanda Dia setuju.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Delilah sudah duduk dengan manis di dalam mobil sedan Audi A4 Fabian. Ia sedang bersenandung kecil mendengarkan lagu Taylor Swift yang terputar di tape yang ada di dalam mobil Fabian.

Fabian melirik Delilah dengan ujung matanya yang sudah mulai ceria dan ada sedikit rona kemerahan diwajahnya, berbeda dengan keadaannya tadi pagi yang tampak seperti mayat hidup saking pucatnya.

“Duilehhh nyanyi ajah Mbak. Berasa jadi patung hidup deh gue dianggurin gini” sindir Fabian sambil memasang wajah jutek.

Delilah terkekeh kecil mendengar sindiran Fabian. “ Duilehhhh Bang sensian ajah! Pengen banget yaa gue ajak ngobrol! Lagian ga boleh liat orang seneng dikit ajah sih lo, Bee!” balas Delilah dengan jenaka dan pura-pura sebal diakhir perkataannya.

Fabian hanya tertawa mendengar balasan Delilah.

“Yuk turun! Udah sampe nihhhh!” celetuk Fabian.

“Kok cepet banget sih Bee, perasaan tadi kita baru jalan deh.”

“Yaa dari tadi kan elo asik sendiri Bine! Jadi mana sadar kalo kita udah mau sampe” balas Fabian ketus. Delilah hanya cengengesan ga jelas sebagai balasan.

Fabian dan Delilah turun. Pak Toni selaku supir yang siap siaga segera menghampiri Fabian dan kemudian Fabian memberikan kunci mobilnya kepada Pak Toni agar mobil kesayangannya itu disimpan di Carport.

Fabian melangkah kedalam rumahnya yang nampak sepi disusul Delilah yang berjalan dibelakangnya.

“Maaaa... Bian pulang nihhh!! Bawa pesanan Mamah!” teriakan Fabian menggema diruang tamu.

Pletakkkkkk...

“Awwwww... Ya Tuhannnn! Gak abang! Gak adeknya doyan banget jitak kepala orang yak!” gerutu Fabian sambil mengelus kepalanya.

“Lagian emangnya gue barang apa Bee.. pake bilang pesanan segala!” ucap Delilah sebal sambil mengerucutkan bibirnya.

Fabian berbalik dan menatap Delilah sambil mengangkan dua jarinya membentuk ‘peace’ sambil cengengesan. Delilah hanya mendengus pendek.

Terdengar ketukan sepatu dengan lantai marmer menggema. Delilah melihat seorang wanita berumur sekitar 40 tahunan yang tetap cantik meski telah memasuki usia kepala empat dengan senyuman lebar.

Tante Hana menghampiri Fabian dan Delilah yang sedang duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan senyuman hangat.

“Aduhhhh akhirnyaa anak gadisnya Tante kesini juga, kangen deh Del sama kamu” ucap Tante Hana setelah  duduk disamping Delilah dan memeluk Delilah sayang.

Delilah membalas pelukan Tante Hana. “ Hehehehe iya Tante.. Delilah juga kangen banget sama Tante. Maaf baru bisa main lagi kesini” kata Delilah sambil melepas pelukan Tante Hana.

“Duhhh berasa nyamuk dehh.. caw ke kamar ajah deh kalo gini” celetuk Fabian melirik sinis Ibu dan Delilah yang sedang temu-kangen.

“Sirik ajah bilang ajah pengen, bweee” ejek Delilah. Tante Hana hanya terseyum kecil melihat tingkah anaknya dan Delilah.

“Ssstttt.. udah dong! Bian kamu ini kan udah setiap hari ketemu Mama, emang masih kurang? Jadi yaa wajar dong kalo Mama sekarang sama Delilah dulu” Fabian memberengut kesal mendengar perkataan sang Ibu.

“Del.. makan yuk! Kamu kok kayaknya kurusan ya dari terakhir kita ketemu” ujar Tante Hana meneliti wajah dan badan Delilah. Delilah hanya tersenyum kecil menanggapi.

“Dihhh.. kurusan mananya sih Ma? Jelas-jelas tuh pipi makin tembem kayak bakpao yang dijual di depan sekolah anak SD” celetuk Fabian sambil menarik pipi Delilah gemas dan tertawa yang langsung dihadiahi pelototan maut Delilah.

“Apa melotot-melotot gitu?! Gak suka!” balas Fabian memasang wajah garangnya. Delilah memberenggut kesal, menatap Tante Hana meminta bantuan. Tante Hana yang mengerti pun langsung berujar “Bian! Kamu ini ishhh!! Udah yuk kita makan.” Tante Hana bangkit dan disusul Delilah kemudian kedua wanita beda generasi tersebut melangkah menuju ruang makan yang telah tersedia berbagai macam makanan rumahan meninggalkan Fabian yang masih asik duduk di sofa ruang tamu.

“Bee... Gak laper apa? Sini makan dulu ishhh!! kalo mau marah sama kesel ke gue nanti ajah dilanjutin lagi abis makan. Nyesel lohhh, Tante Hana masak banyak nihhh. Enak lagi!” teriak Delilah dari ruang makan.

Fabian tersenyum kecil mendengar celotehan cerewet Delilah yang telah kembali.

“Setidaknya untuk saat ini, Delilah kembali menjadi Delilah kami yang dulu. Terimakasih Ya Allah.” Gumam Fabian.

Fabian pun bangkit dari duduknya dan menyusul Delilah di ruang makan yang sedang melahap puding mangga.

^^^^^^^^^^^

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    fresh story, good job author

    Comment on chapter Bab 1 : Skyscraper
Similar Tags
Konstelasi
896      469     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Hati Langit
8071      2169     7     
Romance
Ketika 2 orang teman yang saling bertukar pikiran mengenai suatu kisah sehingga terciptalah sebuah cerita panjang yang berwujud dalam sebuah novel. Buah pemikiran yang dikembangkan menjadi suatu kisah yang penuh dengan inspirasi dan motivasi dalam menghadapi lika-liku percintaan. Persembahan untuk mereka yang akan merengkuh jalinan kasih. Nani Sarah Hapsari dan Ridwan Ginanjar.
Cinta Untuk Raina
5122      1681     2     
Romance
Bertahan atau melepaskan? Pilihan yang sulit untuk Raina sebenarnya karna bertahan dengan dengan Adit tapi hati Adit sudah bukan milik Raina lagi hanya akan menyakitinya, sedangkan melepaskan Raina harus rela kehilangan sosok Adit di hidupnya yang selama ini menemaninya mengarungi cinta selama hampir 2 tahun dan perjalanan cinta itu bukan hal mudah yang di lalui Raina dan Adit karena cinta merek...
Premium
The Secret Of Bond (Complete)
6344      1455     1     
Romance
Hati kami saling terikat satu sama lain meskipun tak pernah saling mengucap cinta Kami juga tak pernah berharap bahwa hubungan ini akan berhasil Kami tak ingin menyakiti siapapun Entah itu keluarga kami ataukah orang-orang lain yang menyayangi kami Bagi kami sudah cukup untuk dapat melihat satu sama lain Sudah cukup untuk bisa saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan Dan sudah cukup pul...
Cowok Cantik
13948      2166     2     
Romance
Apa yang akan kau lakukan jika kau: seorang laki-laki, dianugerahi wajah yang sangat cantik dan memiliki seorang ibu dari kalangan fujoshi? Apa kau akan pasrah saja ketika ditanya pacarmu laki-laki atau perempuan? Kuingatkan, jangan meniruku! Ini adalah kisahku dua tahun lalu. Ketika seorang laki-laki mengaku cinta padaku, dan menyebarkannya ke siswa lain dengan memuat surat cintanya di Mading...
Attention Whore
240      197     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
No, not love but because of love
3514      775     2     
Romance
"No, not love but because of love" said a girl, the young man in front of the girl was confused "You don't understand huh?" asked the girl. the young man nodded slowly The girl sighed roughly "Never mind, goodbye" said the girl then left "Wait!" prevent the young man while pulling the girl's hand "Sorry .." said the girl brushed aside the you...
Good Art of Playing Feeling
404      298     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
A Tale of a Girl and Three Monkeys
200      113     6     
Humor
Tiga kakak laki-laki. Satu dapur. Nol ketenangan. Agni adalah remaja mandiri penuh semangat, tapi hidupnya tak pernah tenang karena tiga makhluk paling menguji kesabaran yang ia panggil kakak: Si Anak Emas----pusat gravitasi rumah yang menyedot semua perhatian Mama, Si Anak Babi----rakus, tak tahu batas, dan ahli menghilangkan makanan, dan Si Kingkong----kakak tiran yang mengira hidup Agni ...
ALL MY LOVE
554      380     7     
Short Story
can a person just love, too much?