Loading...
Logo TinLit
Read Story - Delilah
MENU
About Us  

Seorang gadis berseragam sekolah menengah atas lengkap dengan kerudung putih yang menutupi kepalanya, sedang duduk di bawah sebuah pohon beringin yang rindang. Ia memegang sebuah gitar akustik bercat putih dan memiliki motif sulur-sulur bunga yang cantik pada badan gitar tersebut. Jemari lentiknya mulai memetik senar-senar tersebut sehingga terdengar sebuah alunan lagu. Lagu yang selalu memberikannya semangat untuk menjalani kehidupan.

 

Skies are crying

I am watching

Catching teardrops in my hands

Only silence, as it's ending, like we never had a chance

Do you have to, make me feel like there's nothing left of me?

You can break everything I have

You can break everything I am

Like I'm made of glass

Like I'm made of paper...

Go on and try to tear me down

I will be rising from the ground

Like a skyscraper

Like a skyscraper

 

 

Suara tepuk tangan dari arah belakang sang gadis membuat jemari lentik itu menghentikan permainan musiknya. Suara merdunya pun spontan berhenti bernyanyi. Ia menoleh kebelakang dan melihat lelaki tinggi berkulit hitam manis berjalan menghampirinya dengan senyuman. Gadis tersebut hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Ia kembali memetik gitar dan melanjutkan lagu yang tertunda karena terinterupsi oleh tepuk tangan lelaki tersebut.

As the smoke clears

I awaken, and untangle you from me

Wouldn't make you, feel better to watch me while I bleed?

All My window, still are broken

But I'm standing on my feet

You can take everything I have

You can break everything I am

Like I'm made of glass

Like I'm made of paper...

Go on and try to tear me down

I will be rising from the ground

Like a skyscraper

Like a skyscraper

Lelaki hitam manis itu duduk di samping gadis berkerudung putih itu sambil terus memperhatikan gadis cantik yang memejamkan mata itu memetik gitar dan bernyanyi dengan suara merdunya dan meresapi setiap bait dari lagu.

 

Go run, run, run

I'm gonna stay right here

Watch you dissappear

Go run, run, run

It's a long way down

But I am closer to the clouds up here

You can take everything I have

You can break everything I am

Like I'm made of glass

Like I'm made of paper...

Go on and try to tear me down

I will be rising from the ground

Like a skyscraper

Like a skyscraper

Like a skyscraper

Like a skyscraper

 

Petikan gitar itu berhenti, gadis yang semula memejamkan mata kini mulai membuka matanya dan menarik nafas dalam kemudian membuangnya perlahan.

"Ternyata lo masih hobi menyendiri dan nyanyi ya, Delilah Sharma Zabine?" ujar sang lelaki memecah keheningan yang terjalin sedari tadi.

"Ya namanya juga hobi, Fabian Putra Giovan" jawab Delilah acuh.

"Hahaha ya kali ajah gitu Bine mau ganti hobi, main comberan misalnya?"gelak tawa keluar dari mulut Fabian. Fabian memiliki panggilan khusus untuk Delilah, yaitu Bine. Karena menurut Fabian, lebih nyaman memanggil seperti itu dan terdengar sedikit berbeda dari orang-orang.

"Idihhh itu sih hobi lo!" balas Delilah tak terima.

"Yaudah biasa ajah kali. Galak banget sih Mbak!"

"Bodo! Udah gue mau ke kelas. Bisa naik darah deketan sama lo lama-lama,Bee" Delilah bangkit dan menepuk rok bagian belakangnya untuk membersihkan kotoran yang menempel. Sama seperti Fabian yang memanggil Delilah dengan panggilan yang beda dengan yang lain, Delilah memanggil Fabian 'Bee' menurut Delilah panggilan itu lucu dan cocok untuk Fabian.

"Yeee rese lo! Tungguin gue kek!" pekik Fabian dan mulai mensejajarkan langkahnya dengan Delilah yang sudah mendahului langkahnya.

"Bine, nanti pulang sekolah temenin gue yuk" celetuk Fabian.

"Kemana?"

"Toko buku, ada buku yang mau gue beli" Delilah hanya menganggukan kepala singkat sebagai jawaban. Fabian pun tersenyum ringan.

^^^^^^^^^^

'Kringgggggggggggg.... Kringgggggggggg........'

Bel istirahat menggema ke seluruh penjuru Isaac Newton High School. Delilah merapikan mejanya seusai pelajaran Matematika dan membawa beberapa buku yang sudah tidak digunakan untuk mata pelajaran selanjutnya untuk dimasukkan ke dalam loker siswa yang ada di depan kelasnya.

"Del, elo mau ke kantin ga?" tanya Chelsea teman sebangkunya yang sedang berada di depan loker siswa miliknya dan meletakkan beberapa buku di dalamnya.

"Boleh deh Chel, gue laper juga nih!" jawab Delilah sambil memegang perutnya.

"Yaudah ayo! Nanti kehabisan nasi goreng spesial pake telornya Mbak Siti" ajak Chelsea menarik lengan Delilah.

"Iya sabar Chel, perasaan gue yang laper ajah engga se-semangat elo deh" seru Delilah kesal karena Chelsea yang menarik lengannya sambil berlari kecil menuju kantin.

"Nanti kita kelewatan pertunjukkan indah Del. Makanya harus cepet sampai kantin dan cari posisi yang strategis untuk liat pertunjukan yang dijamin buat mata seger" balas Chelsea dengan binaran mata yang terlihat jelas.

"Pertunjukan? Pertunjukan apaan? Topeng monyet?" celetuk Delilah sambil tertawa membayangkan ada topeng monyet dikantin sekolahnya.

"Ishhh ngawur ajah lo! Udah cepet ajah jalannya"

"Iya Bawel!"

^^^^^^^^^^^^^

Begitu sampai di kantin sekolah indoor yang bersih dan nyaman dengan interior yang semua nyaris bernuansa putih. Delilah berjalan menyusuri kantin yang padat dengan para siswa untuk mencari meja kosong sedangkan Chelsea sedang memesan makanan untuk santapan mereka berdua.

Lensa cokelat Delilah menyapukan pandangan keseluruh penjuru kantin untuk mencari tempat kosong. Gotcha! Delilah melihat dua bangku kosong dan sebuah meja bundar di sudut kantin dengan view langsung kearah taman yang dibatasi dengan kaca transparan. Delilah mendaratkan bokongnya di kursi besi bercat hitam dan memilih duduk menghadap ke arah taman yang begitu hijau dan asri.

Setelah menunggu beberapa menit, Chelsea datang membawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat 2 piring nasi goreng dan 2 botol air mineral. Chelsea mengambil posisi duduk berhadapan dengan Delilah dan mulai menyuapkan sesendok nasi goreng lengkap dengan telor ceplok dan kerupuk kedalam mulutnya.

Delilah hendak menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya namun terinterupsi dengan pekikan tertahan dari orang yang ada di hadapannya. Ia meletakkan sendok yang masih berisi nasi goreng ke piringnya kemudian mengerutkan kening sehingga membentuk beberapa lipatan kasar pada dahinya. Ia masih memandang Chelsea yang masih setia melihat ke arah belakang tubuhnya dengan mata yang berbinar ceria.

"Chel elo ngeliatin apaan sih? Biasa ajah kali. Bahkan sampe nyaris histeris gitu" tanya Delilah menyadarkan Chelsea untuk kembali ke dunia nyata. Chelsea tergagap kemudian tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya yang putih dan tersusun rapi. "Wah ini anak jangan-jangan udah ga waras lagi, sama kayak si Fabian" batin Delilah.

"Del, elo nengok ke belakang deh. Cepetan! entar nyesel loh ngelewatin pertunjukkan yang tadi udah gue bilang" ujar Chelsea antusias. Karena penasaran, Delilah membalikan badan 90 derajat dan kepalanya menoleh ke arah samping kanan untuk melihat apa yang sedari tadi membuat Chelsea tersenyum sedemikian lebarnya. Mata teduh Delilah menangkap lima sosok lelaki berpenampilan modis, trendy, dan....tampan, mungkin? Kelima lelaki itu sedang berdiri di tengah-tengah kantin dengan dagu sedikit terangkat dan wajah datar sambil memegang nampan yang berisikan makanan, sedang mata mereka memandang seluruh bagian kantin berharap masih ada bangku kosong yang masih tersisa.

Delilah menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, dan melihat hampir seluruh siswi melihat kelima lelaki itu dengan tatapan memuja."Ya Allah apa yang ada dipikiran anak-anak perempuan itu? Mengapa mereka menatap para lelaki itu dengan tatapan sedemikian rupa? Astaghfirullah" Delilah bergidik ngeri dengan pikirannya saat melihat siswi-siswi menatap para lelaki itu seolah-olah mereka adalah santapan yang lezat.

Delilah kembali menghadap Chelsea dan mendengus pendek. "Jadi itu yang elo bilang pertunjukkan Chel? Ngeliat cowok-cowok dengan tampang angkuh dan nyelebelin itu, elo bilang pertunjukkan indah dan buat seger mata?" ujar Delilah menatap Chelsea dengan tatapan tak percaya, Chelsea hanya merespon dengan anggukan sambil menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya.

Delilah berdecak kecil kemudian menyuap nasi goreng dan mengunyahnya perlahan. Chelsea dan Delilah melanjutkan acara makan mereka dengan tenang hingga tak ada sebutir nasi pun yang tersisa di piring keramik itu. Delilah menenggak air dalam botol kemasan dan menyisakan setengahnya.

"Alhamdulillah...." ujarnya setelah selesai minum.

"Chel, sebenernya lima cowok yang tadi itu siapa sih?" tanya Delilah dengan wajah polosnya.

Chelsea yang sedang minum tersedak mendengar pertanyaan Delilah dan mendelik tajam ke arah Delilah. Mendapat tatapan tajam dari Chelsea membuat Delilah mengusap tengkuknya yang tertutup kerudung putih.

"Emang ada yang salah ya sama pertanyaan gue?"

"Ya jelas ada lah,Del! Lagian lo yang bener ajah masa gak kenal sama mereka? Kita udah hampir mau setahun sekolah disini tapi masa iya elo enggak kenal mereka?" jawab Chelsea kesal.

"Ihh emang penting banget ya gue harus kenal mereka? Presiden bukan? Artis bukan? Kenapa harus kenal mereka?" ujar Delilah acuh.

"Nih denger Del. Mereka itu adalah kelima anak dari orang-orang berpengaruh di sekolah ini. Mereka itu sering di panggil The Boys. The Boys itu terdiri dari Ronan Ahmad Gustav, Arif Marco Surya, Valdo Muhammad Rafee, Keenan Athaya Wijayadiningrat, dan yang terakhir Arkananda Shafeei " tutur Chelsea panjang lebar. Delilah menyimak dengan baik setiap perkataan yang terlontar dari gadis hitam manis di depannya. "Nah itu sedikit informasi yang gue tau tentang The Boys. Makanya Del, elo itu jangan menyendiri mulu. Sekali-kali ikut main sama gue ke kelas-kelas sebelah" lanjut Chelsea tersenyum mengejek.

"Chel, lo udah kayak stalker ajah deh sampe tau sedetail itu tentang mereka. Yeee gue sih enggak kayak lo yang hobi ngiter-ngiterin sekolah sekalian tebar pesona hahahahaha" jawab Delilah yang diakhiri gelak tawa. Chelsea hanya mendengus kesal mendengar jawaban terakhir Delilah.

"Biarin ajah gue hobi ngiter sekolah dan tebar pesona, enggak dosa ini hahaha. Emang lo Del, yang lo tau itu cuma seputar nyanyi, main gitar, baca, yang terakhir sohib sehidup semati lo si Fabian deh hahahaha" balas Chelsea mengejek Delilah. Delilah hanya tersenyum kecut mendengar penuturan Chelsea yang nyaris tepat semua. Delilah memang kurang begitu sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dia lebih merasa nyaman dengan kegiatannya walaupun orang-orang yang melihat pasti akan berpikiran bahwa hidup Delilah begitu monoton. Tetapi setidaknya Delilah pernah merasakan hidupnya berwarna, memiliki banyak teman, dan merasa begitu bebas dan lepas untuk mengekspresikan perasaannya. Tentunya semua itu terjadi sebelum sebuah tragedi yang menyakitkan menimpa hidupnya.

^^^^^^^^^^^^^^^^

Lelaki jangkung dengan kulit hitam manis sedang bersandar malas di sebelah mobil Audi A4 hitam metalik kesayangannya. Ini sudah yang kesepuluh kali lelaki itu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya dalam kurun waktu 20 menit.

"Ini anak kemana coba! Apa gue samperin aja kali ya?" gerutu sebal lelaki itu.Ketika ingin melangkahkan kaki panjang yang terbalut celana panjang abu-abu khas seragam sekolah, Dia melihat seorang gadis berkerudung putih, dan menenteng sebuah tas gitar akustik ditangan sebelah kiri sedang berjalan kearahnya sambil tersenyum lebar.

"Ya Tuhan! Akhirnya lo muncul juga Bine, hampir ajah gue mau nyeret lo dari dalam kelas biar kita bisa langsung pergi. 20 menit ya gue nunggu lo! Bisa item nih gue" sembur Fabian, Delilah hanya memasang wajah tanpa dosa untuk Fabian yang sedang mengomel atas keterlambatannya.

"Yeee elo sih emang udah item Bee. Lagian kan hari ini gue piket kelas dulu, makanya rada telat. Gitu ajah marah"tukas Delilah memberikan penjelasan atas keterlambatannya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Yaudah iya deh. Yuk cepetan Bine, nanti keburu sore" ucap Fabian dan langsung masuk kedalam mobil. Delilah pun bergegas masuk kedalam mobil menyusul Fabian yang sudah mulai menghidupkan mesin mobilnya. Delilah meletakkan tas gitar akustiknya pada kursi penumpang bagian belakang dan duduk dengan manis sambil melihat ke depan.

Fabian menatap Delilah, Ia mendengus kasar melihat kebiasaan Delilah yang sudah sangat Dia hafal. "Aduhh Bine, bosen deh gue harus selalu ngingetin lo buat pake seatbelt" gerutu Fabian sambil memasangkan seatbelt untuk Delilah.

"Hehehe sori Bee, gue lupa!" ujar Delilah dengan cengiran lebar. Fabian hanya menatap malas Delilah. Fabian menekan pedal gas setelah sebelumnya memasukkan gigi 2. Mobil Audi itu telah keluar dari pelataran sekolah yang luas dan membelah jalanan ibukota yang padat.

"Bine, udah kasih kabar ke Pak Ahmad kan gak usah jemput lo hari ini?" tanya Fabian sembari menoleh kearah Delilah. Delilah mengangguk mantap sebagai jawaban.

^^^^^^^^^^^^^^^^

Setelah membeli buku yang dicarinya disalah satu toko buku terlengkap dan terbesar yang ada di daerah Jakarta Timur, Fabian mengajak Delilah untuk makan siang disebuah restoran yang tak berada jauh dari toko buku tersebut.

Setelah 30 menit menunggu, akhirnya seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Setelah menggumamkan 'terimakasih' pada sang pelayan, dengan lahap Fabian memakan makanan yang telah dipesannya. Delilah hanya menggeleng melihat Fabian yang makan dengan lahap seperti tak makan selama 3 hari.

"Bee...pelan-pelan kali makannya, udah kayak orang gak makan 3 hari" tegur Delilah lembut. Fabian hanya mengangguk-anggukan kepala tetapi tetap makan dengan cepat.

Delilah makan dengan tenang seperti biasa. Setelah makanan yang dipesannya habis tak bersisa, Delilah meminum segelas air putih. Delilah adalah salah satu gadis yang selalu berusaha menjaga kesehatan sejak kecil Delilah tidak pernah diperkenankan sedikit pun dengan Orangtuanya untuk meminum minuman selain air putih saat makan, karena menurut sang Ibu tidak sehat apabila kita mengkonsumsi minuman berasa saat memakan makanan berat. Maka dari itu setiap makan Delilah tidak pernah memesan air minum selain air putih.

"Bee, elo ngerasa aneh gak sih punya temen kayak gue, yang suka sendirian, ga pandai nyari temen?" pertanyaan itu terlontar begitu saja saat Delilah melihat Fabian yang sedang menatapnya. Fabian mengerutkan kening tidak suka mendengar pertanyaan Delilah.

"Gak ada pertanyaan lain ya Bine? Kenapa harus pertanyaan ini lagi yang terlontar dari mulut manis lo itu?" ujar Fabian ketus.

"Umm...habis gimana ya, Bee. Tadi Chelsea habis nyindir gue, yaa walaupun secara halus tapi enggak tau kenapa gue denger perkatannya itu jadi miris sendiri" lirih Delilah.

"Ck, denger ya Bine! Kita temenan enggak sebulan atau setahun. Tapi udah mau 5 tahun. Dan lo masih ajah berpikiran kayak gitu? Lo anggep apa gue selama ini kalo masih berpikiran kayak gitu? Lo bertingkah menutup diri, dan terkadang selalu asyik dengan dunia lo sendiri itu kan ada alasannya. Dan gue tahu dengan jelas kenapa lo kayak gitu! Jadi stop mikirin perkataan orang lain yang gak tahu apa-apa tentang lo! Be yourself, babe!" Delilah menunduk sedih mendengar lontaran kata demi kata dari mulut Fabian.

"Bine, lo bukan enggak mau bersosialisasi sama siswa-siswi di sekolah. Tapi belum! Lagi pula lo udah banyak kemajuan kok sejauh pengamatan gue selama ini. lo udah mau ikut kegiatan sekolah yaa walau harus gue paksa dan terkadang lo juga suka ikut gabung main sama anak-anak di kelas. Walaupun lo belum berani main dengan anak-anak dari kelas lain, tapi itu udah ada sedikit kemajuankan, Bine? Lambat-laun semuanya akan kembali seperti semula, Bine. Seperti 3 tahun yang lalu, sebelum kejadian itu terjadi!" Lanjut Fabian mencoba menenangkan hati Delilah yang mulai resah dan sedih.

Delilah mengangkat wajahnya, menatap mata hitam Fabian yang selalu berhasil menenangkan kala hatinya resah dan sedih dengan masa lalu yang begitu pahit. Mata cokelat gelap itu selalu memancarkan ketulusan dan sayang dengan jelas, itulah yang membuat Delilah selalu nyaman berteman dengan Fabian. Ia sangat bahagia memiliki Sahabat seperti Fabian yang selalu ada kapan pun Ia butuh bahu untuk bersandar. Fabian sudah layaknya Kakak laki-laki baginya.

"Thank's for always support and beside me, lo emang sahabat terbaik di dunia ini Bee" ucap Delilah tulus sambil tersenyum simpul menunjukkan lesung pipinya.

"Anything for you, babe" ucap Fabian tersenyum lebar. "Udah yuk kita pulang, nanti gue diomelin Tante Ameera lagi gara-gara minjem anaknya kelamaan" canda Fabian sambil bangkit dan mengulurkan tangan kanannya untuk digapai Delilah. Delilah mengambil uluran tangan tersebut dan bangkit lantas berjalan bersama menuju parkiran.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^

How do you feel about this chapter?

1 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    fresh story, good job author

    Comment on chapter Bab 1 : Skyscraper
Similar Tags
About us
31721      3080     3     
Romance
Krystal hanya bisa terbengong tak percaya. Ia sungguh tidak dirinya hari ini. CUP~ Benda kenyal nan basah yang mendarat di pipi kanan Krystal itulah yang membuyarkan lamunannya. "kita winner hon" kata Gilang pelan di telinga Krystal. Sedangkan Krystal yang mendengar itu langsung tersenyum senang ke arah Gilang. "gue tau" "aaahh~ senengnya..." kata Gila...
I Can't Fall In Love Vol.1
2663      1071     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Who You?
850      542     2     
Fan Fiction
Pasangan paling fenomenal di SMA Garuda mendadak dikabarkan putus. Padahal hubungan mereka sudah berjalan hampir 3 tahun dan minggu depan adalah anniversary mereka yang ke-3. Mereka adalah Migo si cassanova dan Alisa si preman sekolah. Ditambah lagi adanya anak kelas sebelah yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk mendekati Migo. Juya. Sampai akhirnya Migo sadar kalau memutuskan Al...
Caraphernelia
989      521     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Ikatan itu Bernama Keluarga
288      238     1     
Inspirational
Tentang suatu perjalanan yang sayang untuk dilewatkan. Tentang rasa yang tak terungkapkan. Dan tentang kebersamaan yang tak bisa tergantikan. Adam, Azam, dan Salma. Hal yang kerap kali Salma ributkan. Ia selalu heran kenapa namanya berinisial S, sedangkan kedua kakaknya berinisial A. Huruf S juga membuat nomor absennya selalu diurutan belakang. Menurut Salma, nomor belakang itu memiliki ban...
The Second Lady?
447      323     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Bandung
24671      3076     6     
Fan Fiction
Aku benci perubahan, perubahan yang mereka lakukan. Perubahan yang membuat seolah-olah kami tak pernah saling mengenal sebelumnya - Kemala Rizkya Utami
Melawan Takdir
1794      878     5     
Horror
Bukan hanya sebagai mahkota pelengkap penampilan, memiliki rambut panjang yang indah adalah impian setiap orang terutama kaum wanita. Hal itulah yang mendorong Bimo menjadi seorang psikopat yang terobsesi untuk mengoleksi rambut-rambut tersebut. Setelah Laras lulus sekolah, ayahnya mendapat tugas dari atasannya untuk mengawasi kantor barunya yang ada di luar kota. Dan sebagai orang baru di lin...
Po(Fyuh)Ler
918      496     2     
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?
ARTURA
313      251     1     
Romance
Artura, teka-teki terhebat yang mampu membuatku berfikir tentangnya setiap saat.