Motor Raffa sudah terparkir di sebuah restoran mewah di Jakarta, setelah masuk pelayan disana sangat sopan terhadap Raffa, Raffa menitipkan papper bag kepada pelayan itu
“pelayan disini kok akrab ya sama lo”
“ya mungkin buat narik perhatian pelanggan disini kali”
“oh yaudah yuk gue laper”
“lo mau pesen apa?” Sekarang mereka telah duduk di meja nomor 23
“yang ini aja sama lemon tea”
“yaudah mba samain aja” Raffa menunjukkan pesanannya
“ditunggu ya mas mba” kata pelayan itu pergi menuju dapur
“eh nih bikinin pesenannya mas Raffa dia sama pacarnya” kata pelayan itu kepada pelayan yang lain
“wah mas Raffa sama pacarnya, gimana pacarnya mas Raffa cantik ga?” kata pelayan yang lain yang mengurus pesanannya
“cantik banget, dia natural bahkan ga make up. Dia juga keliatannya kaya cewek tomboy gitu pakaian mereka aja sama” ya mereka lagi lagi memakai baju yang sama, sama sama bergaris namun berbeda warna
“wah aku jadi penasaran, so sweet banget”
“iya nanti aja kalian liat dari sini mejanya deket kok dari sini”
“iya oke, ayo cepet bikinin”
“siap”
10 menit kemudian...
“maaf mas mba pesanannya lama”
“iya gapapa” kata Viola ramah
“silahkan dinikmati”
Viola menatap makanannya dengan sangat gembira. Viola makan dengan porsi cukup banyak. Dalam posisi itu Raffa tidak mau melewatkan momen itu, dia memotret diam diam wajah Viola yang sedang menatap makanannya dan sip berhasil dengan sempurna
“uhuk..uhuk” Viola tersedak dan mencari minumnya
“nih” Raffa menyodorkan minuman kepada Viola
“makanya makannya pelan pelan”
“iya, thanks” Viola terkekeh
lo istimewa la, gaada kata lain yang bisa menggambarkan lo selain kata itu kata Raffa dalam hati
“Raf gue udah selesai nih makannya, gue mau ke toilet dulu”
“yaudah. balik lagi”
“siap”
“eh mba Viola ya?” kata Office girl yang ada di toilet
“kok mba tau” jawab Viola aneh
“siapa yang gak tau mba, mba pacarnya mas Raffa ya kan”
“bu...” belum saja Viola meneruskan perkataanya sudah dipotong terlebih dahulu
“Mas Raffa tuh bisaan ya mba nyari cewek cantik banget kaya mba”
“makasih”
“kok kalian bisa kenal Raffa sih mba?Emang Raffa pelanggan tetap disini ya?”
“lho mba gatau, orangtuanya Mas Raffa itu yang punya restaurant ini, tapi sekarang hak milik di serahkan kepada Mas Raffa, bahkan hotelnya juga punya keluarga mereka dan sudah dipindah tangankan kepada kakanya Mas Raffa” jelasnya
“ohh, saya gatau mba. Makasih mba”
“iya mba sama sama”
“anjir si Raffa bohong sama gue”
“awas aja, nanti gue introgasi” lanjut Viola
“udah selesai?” kata Viola yang sudah kembali ke meja dimana tadi dia makan
“udah”
“kita pulang?” tanya Raffa
“sebentar” kata Viola
“lo mau makan lagi?”
“engga. Gue masih mau ngobrol dulu sama lo”
“ohh yaudah”
“gue mulai ya”
“iya”
“bener lo yang punya restaurant ini?”
“lo tau darimana?”
“lo gak perlu tau gue tau darimana. Jawab aja”
“bukan” Viola mengernyitkan dahinya tak mengerti pasalnya tadi pelayan di restaurant ini bilang restaurant ini adalah milik Raffa
“lo boong”
“gue bener” Viola menceritakan waktu dia bertemu pelayan di toilet
“ini punya nyokap bokap gue. Gue cuman bantu aja. Dan soal atas nama kepemilikan itu gak penting. Sertifikat emang atas nama gue tapi semua bukan hasil jerih payah gue”
“kok lo boong sih sama gue?”
“gue ga bermaksud, lagipula kalau tadi gue bilang ini punya nyokap bokap gue dikira gue ga nepatin janji lagi”
“maksud lo janji?”
“kan tadi kita taruhan, dan lo menang gue kalah dan gue harus nraktir lo selama sebulan, iya kan? Dan pasti lo mikir gue makan disini ga bayar karena gue yang punya. Dan itu salah gue tetep bayar”
“kok lo bayar sih?”
“gue pernah punya perjanjian sama nyokap bokap gue kalau mereka mau mindahin restoran ini ke tangan gue, kalau gue makan disini harus diperlakukan kaya orang orang yang suka berkunjung disini dan tetep bayar”
“lo aneh. Udah untung gratis”
“gue cuman gamau kalau di bilang tajir, nyatanya gue belom bisa cari uang sendiri. Ini restoran aja dapet dari bokap nyokap doang”
“bijak lo. Udah ah ayo kita pulang”
“ayo”
“thanks ya” kata Viola setelah turun dari motor Raffa
“santai”
“mau masuk dulu?”
“gue langsung cabut”
“oh yaudah”
“duluan”
“sip hati hati”
“lo gak jalan?” Viola lagi
“lo masuk dulu”
“gak enak lah Raf”
“cepet, kita gak tau sedetik kemudian ada apa”
“iya iya. Yaudah gue masuk ya?”
“iya udah sana” Viola melangkahkan kakinya hingga menuju pintu rumahnya dan membuka pintunya, lalu Raffa melajukan motornya
“Raffa Raffa, akhir akhir ini beda banget” katanya pelan
“duaarr” kata Sandi setelah Viola membalikkan badannya
"Sandi gupa, gue kaget" Sandi memeletkan lidahnya
“ehh ehh tunggu bentar napa dah” Sandi mengejar Viola
“tau ah males gue sama lo” Viola melipat tangannya di depan dada
“sorry sorry napa” Sandi menghampiri Viola dan duduk di sebelahnya
“iya untung gue baik ya, kalau engga abis lu jadi perkedel dah”
“eh mamah mana?” tanya Viola
“ke kantor bokap lo. Katanya sih ada urusan”
“ko nyangkut pautin mamah” Viola bingung
“biasa lah, emang gitu kalau ada meeting apalagi penting pasti yang punya istri istrinya suruh diajak buat ngasih sambutan apalagi bokap lo orang berpengaruh ditambah mamah lo juga pinter dan berpendidikan”
“ohh gitu” Sandi mengangguk