Aku mematung di depan sebuah rumah. Rumah serta pemiliknya sangat kurindukan. Tapi janggalnya, papan besar bertuliskan "RUMAH INI DIJUAL" tergantung di depan pagar rumah itu. Kemana yang punyanya? Tidak ada yang tahu.
Sungguh, aku langsung putus asa begitu melihatnya. Aku membalikkan badan, bermaksud ingin pulang saja, tetapi aku mendapati seseorang yang tidak asing lagi untukku. Dia menepuk pundakku, aku langsung memeluknya dan menangis.
"Kamu mau ketemu siapa?" Dia akhirnya buka mulut setelah aku sesenggukan di dekapannya. Aku tidak menjawab, tetap menangis.
"Dia sudah ke bandara tadi pagi. Kamu terlambat." Lanjutnya. Perkataannya bagai petir di siang bolong bagiku. Sontak, aku langsung mendorongnya jauh-jauh.
"Bohong! Dia selalu terbuka kok sama aku! Dia juga sudah janji." Aku tetap tidak bisa menerima apa yang baru saja kudengar.
"Terserah, pertahankan keras kepalamu itu." Dia berbalik dan memakai helmnya, "dan satu lagi, jangan pernah berharap pada manusia." Dia meninggalkanku yang masih berlinang air mata. Motornya melaju kencang.
Aku sangat putus asa sekarang.