Aku sudah bersiap jika aku sudah mencapai dasar akan terbentur dengan keras dan mengeluarkan banyak sekali darah. Paling ringan patah tulang dan paling parah....ah sudahlah.
Lalu aku melihat cahaya putih di depanku, semakin lama semakin besar. Cahaya putih itu semakin banyak menggantikan warna hitam dan akhirnya aku merasakan bahwa tubuhku melayang. Bukan sensasi merasakan terjun bebas ke bawah, tetapi benar-benar melayang seperti mengambang.
"Belum saatnya kamu tahu. Kembalilah!"
***
Belum sempat aku melihat seseorang yang berbicara dengan nada perintah itu, aku merasakan seperti ada angin yang mendorongku ke belakang. Tubuhku langsung terhentak keras seperti menabrak sesuatu yang lembut. Bukan tembok, melainkan seperti gumpalan awan-awan berwarna putih yang semakin lama semakin gelap dan tiba-tiba aku sudah terduduk di kursi meja belajar.
Nafasku kembang kempis, keringatku mengalir deras. Baru kali ini aku bermimpi tidak jelas sampai membuatku basah kuyup karena keringat. Aku berusaha menetralkan kembali nafas dan detak jantungku yang masih berpacu ketakutan.
Apa arti mimpi itu tadi?
Dan kenapa belum saatnya aku tahu? Apa maksudnya sih???
Tiba-tiba kepalaku pusing karena memikirkannya, rasanya seperti tertimpa sesuatu yang berton-ton beratnya. Sakit sekali. Aku memegang kepalaku berusaha menahan rasa pusing itu, namun tidak berhasil.
Seseorang tolong aku!
Aku berusaha mencari obat di dalam laci meja belajarku dan langsung menelannya tanpa minum terlebih dahulu. Aku menunggu beberapa saat setelah itu, namun tidak ada tanda-tanda bahwa pusing yang aku rasakan saat ini akan mereda.
Lalu aku mencoba cara lain dengan berusaha mengalihkan pikiranku ke hal-hal yang menyenangkan. Ayah yang mendapatkan promosi jabatan dari atasannya. Bunda dan ayah yang mengajakku liburan ke pulau Lombok. Aku yang mendapatkan beasiswa dari pak Kelvin, dan lain-lain. Ajaib, pusing yang menyiksa tadi sudah mereda dan semakin menghilang.
Setelah mengistirahatkan pikiranku, aku bangkit dari meja belajar dan merasakan otot-ototku sedikit kaku dan tubuhku sedikit sakit. Mungkin ini akibat tidur dengan posisi telungkup di atas meja belajar. Lalu aku meregangkan otot-otot dan tatapanku berhenti di jam dinding berwarna biru tua yang menunjukkan jam 5 pagi. Itu artinya masih 2 jam lagi sekolah membunyikan belnya. Lebih baik aku bersiap menuju sekolah daripada melanjutkan tidur dan mendapatkan mimpi yang tidak jelas seperti tadi.
Setengah jam kemudian, aku sudah berada di ruang makan. Mengambil roti dari dalam kulkas, mengolesinya dengan selai dan menuang segelas susu. Akupun duduk di kursi meja makan sambil melihat bi Umik yang datang tergopoh-gopoh karena melihatku sedang sarapan roti.
"Bik, gak usah masak, aku sarapan roti saja. Sebentar lagi aku berangkat." kataku sebelum bi Umik berbicara.
"Pagi-pagi begini mau ke sekolah? Mau ketemu siapa nak? Genduruwo?" tanyanya sambil tertawa.
"Ih, apaan sih bik. Jangan nakut-nakutin dong. Kenya cuma mau sekalian olahraga kok, pakai sepeda lipat yang jarang aku pakai." jawabku.
"Bibik bercanda nak. Kalau begitu bik Umik buatkan nasi goreng saja buat bekal ya?" tawarnya sambil mengambil bahan-bahan yang diperlukan.
"Oke bik." jawabku senang.