"Ah, lomba menulis naskah? Tunggu sebentar, akan aku ambilkan." ujarnya sambil menggeser kursi ke samping dan mengambil selembar pamflet yang aku maksud.
"Terimakasih, bu. Anda baik sekali." kataku sesaat setelah dia memberikan selembar pamflet kepadaku. Terlihat pipinya yang merah merona karena pujianku, tersipu malu.
"Sudah, lanjutkan saja aktivitasmu seperti biasanya." katanya sembari tersenyum.
"Baik bu, saya permisi." jawabku sambil pergi dengan membawa pamflet dan duduk di tempat yang biasanya.
***
Setelah melewati hari yang panjang, aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Memandang langit-langit kamar yang berwarna putih. Hari ini rumah dalam keadaan kosong, ayah dan bunda selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Aku bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membasuh muka lalu makan siang yang sudah disiapkan oleh bi Umik. Bi Umik adalah pembantu yang sudah dipekerjakan oleh bunda selama 8 tahun. Dan selama itu pula aku lebih dekat dengannya daripada dengan orangtuaku sendiri.
Entah mulai kapan, aku tidak tahu pasti tentang keadaan orangtuaku sendiri. Mereka mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing tanpa memperdulikanku. Meskipun mereka sering berkomunikasi denganku, namun aku merasakan adanya sebuah jarak yang membentang di rumah ini.
Tidak ada kehangatan di dalam sebuah keluarga, rumah ini.
Tiba-tiba pikiranku melayang saat pak Kelvin, sang ketua yayasan tempatku bernaung ilmu—menawarkan bantuan beasiswa kepadaku, serta merta aku mengiyakan tanpa mengetahui alasan dibaliknya. Waktu itu aku berpikir, sekarang adalah waktu yang tepat buatku untuk meringankan beban kedua orang tuaku. Bukan berarti keluargaku hidup dalam kekurangan, malah bisa dibilang biasa-biasa saja.
Malam itu aku mengutarakan apa yang sedang terjadi saat kami semua berkumpul di meja ruang makan. Tanggapan dari mereka diluar dugaanku, aku berpikir bahwa mereka akan menerima dengan senang hati dan mendukung keputusanku. Namun, yang aku terima justru cemooh dan penolakan dari mereka. Mereka menganggap aku tidak menghargai mereka yang telah menyekolahkan aku dan justru kecewa karena menerima dengan tangan terbuka bantuan orang lain.
Disisi lain aku ingin membahagiakan mereka karena aku mendapatkan beasiswa dari sekolah swasta elit itu, disisi lain aku tidak bisa melanggar perkataanku sendiri kepada pak Kelvin. Karena bagiku, sebuah janji adalah hutang yang harus ditepati.
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya aku diijinkan untuk pindah sekolah setelah kenaikan kelas dua dan uang saku bulananku dikurangi. Apa boleh buat dan aku mengiyakan persyaratan dari kedua orangtuaku.
"Ada yang kamu pikirkan nak?" tanya bi Umik yang duduk di sebelahku.
"Tidak ada bi, sepertinya aku ingin makan di dalam kamar saja. Biar Kenya cuci piring sendiri nanti. Tidak usah menunggu." jawabku seraya berdiri lalu pergi ke kamarku.
Setelah menutup pintu, aku menuju meja belajar dan menyalakan komputer. Menulis sesuatu di mesin pencarian dan setelah ketemu, aku membukanya. Blog pribadiku yang berisikan diary, cerpen dan novel yang belum selesai. Aku melihat komentar-komentar yang tertinggal di blogku.
Unkown_56
Lama bgt updatenx.. cepetin dong jadi tiap hari!!
Tinjujitos
Bikin penasaran euy
Kolorabang20
Gilaa!! Gue deg-degan!!
Ngalorngidulndul
Kapan update!!!??
AN43
Semangat thor!! Ditunggu ya next chapternx
Biogas
Mampir ke ceritaku say
BantalGulingKasur
Cepetan end dong!!
Pelangsing_Pipi-Joss
Anda mempunyai pipi chubby? Hubungi blog kami. Dijamin joss!!
SyantiknyaIqbalJr
Tiap baca selalu deg2an sendiri. Apa w jatuh cinta yak? Wkwk
Dan lain sebagainya. Ya memang aku akui, aku sedang menggarap novel yang belum tamat. Hanya selingan saat aku sedang bosan di rumah. Sudah lama aku tidak mengupdate ceritaku ini, dan dengan cepat tanganku menuju gambar kertas dimana layar kosong seperti kertas muncul dihadapanku. Dengan lihai tanganku mengetik sesuai dengan yang ada di dalam pikiranku.