Read More >>"> Tuhan, Inikah Cita-Citaku ? (Renungan Saat Hujan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tuhan, Inikah Cita-Citaku ?
MENU
About Us  

“setiap uluran tangannya tak pernah ada yang mengira.....

keberadaannya sulit di temukan tanpa sebuah keinginan yang kuat untuk belajar....

belajar bukanlah menghafalkan apa yang di sampaikan guru di depan kelas...

Belajar bukan menghafalkan teks-teks yang ada di buku....

Tapi belajar adalah sebuah proses menemukan apa yang dinamakan dengan KEBENARAN...”

 

Seminggu sudah Dilan meninggalkan Anton dan ibunya, kembali untuk menimba ilmu di Semarang. Obrolan singkatnya dengan kakaknya seminggu yang lalu membuat Anton semakin giat untuk mencari tau apa yang dimaksud oleh kakaknya, mulai dari bertanya kepada guru, mengikuti kegiatan osis, menanyakan kepada temannya , baca buku, tapi ia masih saja belum menemukan hal itu.

Sore itu , hujan turun dengan derasnya menemani suasana desa yang dingin. Saat itu Anton baru saja pulang dari sekolahnnya, yang letaknya cukup jauh dari rumahnya yang setiap hari ia tempuh dengan jalan kaki. Ia bersama teman-temannya yang tidak membawa payung atau mantel hanya bisa pasrah menunggu sambil berteduh di sekolah.

Terlihat begitu pekatnya langit sore itu, gemuruh petir menyambar setiap 1 menit sekali. Sekilas Anton memandang ke langit. Langit mendung tersebut seakan menyiratkan sesuatu kepada Anton.

“Ton, mau pake payungku ?” panggil Alya teman satu kelas Anton.

“Heh ga usah , nanti kamu pulang pake apa ?” kaget dengan kedatangan Alya.

“Aku nanti dijemput kok sama ayahku , dari pada payungku nganggur.”

Anton melihat sekelilingnya , sudah mulai banyak teman-temannya yang dijemput oleh orang tuannya, berkurang satu persatu temannya meninggalkan sekolah. Tersisa sepuluh orang termasuk Anton dan Alya.

Terlintas sejenak pikiran Anton, ingin merasakan derasnya hujan saat itu, untuk merasakan sesuatu yang bisa ia pelajari dari hujan. Kebetulan juga hari itu adalah hari Sabtu, sehingga seragamnya masih bisa di cuci dulu sebelum dipakai sekolah lagi.

“Emmtt, ga usah deh Al, makasih, aku mau langsung aja.”

“Loh, kamu mau ujan-ujanan? Nanti kamu sakit.”

“Udah biasa Al, aku pingin cari sesuatu hari ini.”

“Cari apaan ?”

“Aku juga ga tahu itu, cuma kakak ku bilang, aku harus mencoba sesuatu yang berbeda, dan aku diajarkan untuk menggunakan perangkat dalam tubuhku ini, untuk mencari tau sesuatu yang besar dan bisa membimbingku pada hal yang lebih baik.”

“Aku bingung” jawab Alya lirih

“Aku juga haha.”

“Yee kamu nih lucu, mau melakukan sesuatu kok malah bingung sendiri”

Sesaat kemudian ayah Alya pun datang dengan motor matik, terlihat seorang yang bertubuh tinggi besar menyapa ke arah Anton dan Alya. Segera Alya menuju kepada orang tersebut.

“Ayahku udah dateng , aku duluan ya. Dadah Anton, kalau nemukan sesuatu yang baru, aku kasih tau ya.” sembari meninggalkan Anton

“Sip deh, tenang aja.” Anton tersenyum pada Alya

Antonpun mulai melepas sepatu dan kaos kakinya, ia masukan ke dalam kantung pelastik serta ia masukan pula ke dalam tas. Tas Anton dibungkus dengan kantung pelastik besar. Seketika Anton berlagak seperti seorang tentara yang siap untuk menerjang hujan sore itu.

Ia mulai bergegas, dengan langkah yang tegas menerjang hujan yang semakin deras. Hujan mulai mengguyur sekujur tubuh Anton, rambut poninya menjadi acak-acakan karena basah. Ia merapikan rambut yang menutupi matanya, dan mulai melihat jalan yang terisi kabut dan tetesan hujan. Langkah demi langkah Anton mulai pergi meninggalkan sekolahnya.

Sekolah Anton memang terdiri dari anak-anak yang berada di kampungnya, hanya beberapa anak saja yang tergolong anak-anak menengah kebawah, salah satunya Anton. Ia dan kakaknya termasuk ke dalam anak-anak menengah kebawah yang beruntung di desannya. Semenjak ayah Anton dan Dilan tiada, Dilan mulai mencari pekerjaan sambilan tanpa sepengetahuan ibunya. Dilan hanya mengatakan bahwa ia mendapatkan beasiswa dari sekolahnya, padahal tidak. Memang sudah jadi watak Dilan, ia tidak ingin merepotkan ibunya, apalagi semenjak ayahnya tiada, ia merasa menjadi bagian yang penting untuk menggantikan posisi sang ayah di rumah.

Sudah 10 menit Anton berjalan, dan hawa dingin mulai dirasakan oleh Anton. Jalanan sawah yang ia lewati begitu becek dan terpaan angin membuat padi-padi di sekelilingnya bergoyang ke sana dan kemari membuat hawa semakin dingin, hujan yang deras membentuk kabut yang pekat, ia tidak melihat seseorang pun diantaranya, hanya dia sendiri yang berjalan menerpa hujan sore itu.

“Sepi ya.” sekilas anton berbicara sendiri

Ia melihat ke kanan, ke kiri, ke depan, bahkan ia sempat berputar memastikan apakan ia memang benar-benar sendiri sore itu. Dan benar ia sendiri, sejenak ia berpikir.

“Pasti orang-orang lebih memilih berteduh di rumah dari pada keluar, di rumah lebih hangat, ada orang tua, ada teh hangat, selimut yang tebal, ada TV dan barang-barang nyaman lainnya.”

Anton membayangkan betapa bahagianya jikalau dia saat ini berada di dalam rumah. Dari pada dalam kondisi yang sekarang, basah kuyup dan kedinginan.

 Sambil berjalan satu-persatu pertanyaan muncul dari benak Anton, ia mulai menyesal ketika ia menolak tawaran Alya menggunakan payungnya. Sekarang dia sendirian, kehujanan, dan dengan perasaan yang tak karuan menghampiri dadanya.

Anton merasakan tubuhnya mulai benar-benar kedinginan. Petir mulai menyambar lebih keras, langit sore pun semakin gelap, benar-benar suasana yang tidak menyenangkan. Anton mulai berlari, ia mencoba mencari tempat berteduh untuk menghangatkan tubuhnya.

Ia berlari di antara tanah yang becek, sesekali Anton hampir tepeleset dan sempat kakinya tertanam ke dalam lumpur. Anton mulai merasakan kepanikan. Ia merasa ingin cepat pulang saja, tetapi sayang, jarak rumah dan tempatnya sekarang masih sangat jauh.

Tak lama kemudian , di sela kepanikannya Anton melihat pohon yang kemarin menjadi tempat ia dan kakaknya becerita. Ia memutuskan diri untuk sesegera mungkin menuju pada pohon tersebut.

Anton mempercepat laju larinya, ia merasa sudah tak kuat menahan dinginnya hujan hari itu. Sambil memeluk tasnya ia berusaha menghangatkan diri sambil berlari ke arah pohon itu.

“Hah, hah, hah, hah.”

Dengan terengah-engah Anton pun sampai. Ia segera masuk ke dalam celah pohon yang mirip gua. Pohon itu memang sangat besar, dan menjadi bagian yang tak bisa terlepas dari identitas warga di desa tersebut. Sesekali matanya terpejam manahan lelahnya ia berlari, badannya terkulai lemas, nafasnnya tidak beraturan. Anton segera mencari sesuatu untuk menghangatkan dirinya. Ia menemukan korek gas milik ibunya yang terbawa di kantong celannanya saat ia sedang membantu ibunya memasak gorengan.

Anton mulai mengumpulkan ranting kering di dekatnya, ia mulai untuk menyalakan api. sedikit kesulitan , karena beberapa ranting memang ada yang basah.

“Klik, klik.” suara petikan korek berkali-kali terdengar.

Tetapi api tak kunjung menyala. Anton berpikir, apa yang ada di dalam tasnnya yang bisa cepat terbakar oleh api. Ia ingat ia punya beberapa buku. Anton segera membuka tasnya yang terbungkus kantung pelastik besar dan mulai mencari bagian buku yang masih kosong . Ia sobek beberapa bagiannya dan mulai bakar dengan korek yang ada di tangannya. Segera api menyambar kertas tersebut, dan segera Anton mengarahkannya pada kumpulan ranting yang sudah ia kumpulkan.

Anton merasa lega. Tangannya mendekat pada kobaran api dan mulai merasa hangat.

 Sejenak Anton mulai berpikir kembali, ia semakin banyak memunculkan pertanyaan dari kondisinya sekarang. Ia bingung apa yang terjadi kepada dirinya. Dengan perasaan sedikit kesal Anton menannyakan sesuatu.

“Kenapa Allah harus menciptakan hujan ? membuatku merasakan dingin yang menggigit ini.”

Ia mulai terbayang-bayang sosok keluarga kecil yang bahagia, sebelum Ayahnya meninggal. Ia mulai membayangkan teman-temannya, yang pulang sekolah dijemput, ada yang perhatian dengan mereka. Punya kakak yang baik, punya adik yang lucu. Keluarga yang berkecukupan, bisa makan enak, tidur di tempat yang nyaman, rumah yang besar.

Perasaan Anton mulai bermain, ia tak bisa mengkontrol apa yang muncul dari perasaanya saat ini. Kondisi yang tidak baik dalam fisiknya sekarang membuat Anton berpikir kemana-mana.

Anton mulai merasa iri dengan segala yang dimiliki teman-temannya. Ia takut kehilangan keluarga kecilnya, dan ia takut segala yang membuat ia bahagia sirna.

“Kenapa Allah harus menciptakan sebuah keluarga? Tapi akhirnya satu persatu keluarga akan mati, harus pergi meninggalkanku, yang lainnya enak, sedang aku, hanya sendiri dengan ibu. Kenapa Allah menciptakan dingin ? kenapa tidak membuat sesuatu itu hangat nyaman terus.Katanya Allah sayang pada umatnya, aku sudah rajin solat, aku juga puasa, aku juga berinfaq, tetapi kenapa aku belum merasakannya?”

Pertanyaan yang muncul tetapi belum bisa Ia jawab sendiri. Terlihat matahari mulai tenggelam. Langit mulai gelap tetapi hujan deras tetap mengguyur desa kecil itu. Anton masih bingung, dengan pertanyaan yang muncul dalam pikirannya.

“Kok gelap ?”

Anton bingung, ia melihat jam tangan kecilnya ternyata sudah menunjukan pukul 17.30. ia bingung mau melanjutkankan perjalanan pulang atau tetap berteduh sampai hujan reda. Tetapi ia terpikir tentang ibunya di rumah , pasti ia sangat khawatir padanya.

Setelah menimbang, Anton memutuskan untuk tetap berteduh di pohon tersebut. Anton mulai merasakan keanehan lagi.

“Waktu kemarin aku duduk berdua dengan kakak di sini, aku melihat begitu indahnya pemandangan desa ini. Tapi kenapa sekarang menjadi gelap gulita ? sangat tidak nyaman dilihat.”

Sekali lagi anton mengeluh, dan mulai kesal. “Apasih maksud semua ini, kenapa coba aku harus punya perangkat perasa ini, kulit ini, katanya bisa membuat aku menemukan sebuah kebaikan, tapi kenapa aku merasakan derita ?”

Anton termenung, ia merasa ingin menagis, ia bingung, ia merasa semua ini adalah salah, semua yang diberikan kepada Sang Pencipta ini salah. Selama ini Anton memang terkenal anak yang periang, walaupun dengan kondisinya sekarang, ia tetap semangat sekolah, bermain riang dengan teman-temannya seoalah tidak pernah ada masalah yang menyelimuti dirinya.

Setelah pertemuan dengan kakanya , ia menyadari banyak hal, bahwa ada sebuah masalah dalam hidupnya. Terutama dalam hal cita-cita, tujuan hidup, dan jati diri. Ia menyalahkan selalu menyalahkan apa yang ada, tetesan air matapun mulai mengalir dari mata Anton.

“Ayah, aku pingin kayak dulu aja. Kak aku pingin kakak temenin aku kak. Ibu, jangan pernah tinggalin aku. Aku takut sendiri.”

Begitu pilunya gejolak perasaan Anton, badannya terkulai lemas, ia merasa lelah, sedikit demi sedikit badannya terkulai di bawah. Matanya mulai sayup, ia menahan tangis yang mulai keluar di matanya. Ia selalu terbayang masa-masa indah, masa di mana ia merasakan kebahagiaan, masa di mana ia bisa tersenyum. Tapi tidak dengan sekarang pedih sendiri dan merasa kehilangan banyak sosok yang membuatnya bahagia. Matanya lama kelamaan mulai terpejam, hujan pun mulai sedikit reda, dan tak terasa, Anton mulai terlelap dalam tidur. Ia lewati malam itu dengan perasaan lemah dan tak tahu harus melakukan apa.

Pagi yang indahpun menyapa

Mata Anton tersorot sebuah cahaya yang sangat terang, badannya mulai kedinginan lagi karena suasana pagi itu yang sangat dingin pula, suara burung-burung kecil di atas pohon membuat suasana pagi itu semakin bersahabat, para petani juga mulai melakukan aktifitasnya, suara ayam berkokok, bagaikan alarm mengajak kita untuk bangun dan melihat pagi yang cerah itu.

Sedikit demi sedikit Anton membuka matanya, badannya ia regangkan, dan mulai merubah posisinya menjadi duduk, ia tak sadar bahwa ia telah tidur semalaman di bukit itu. Ia kaget melihat apa yang ada di depannya.

“Subhanallah.”

Sebuah kata pujian keluar dari mulut Anton, ia melihat kembali keindahan yang ia rasakan saat berdua dengan kakaknya. Bahkan terasa lebih indah, lebih segar, apa yang  ada di hadapannya.

Terlihat sebuah gunung menjadi alas pemadangan indah itu, terlihat pula sawah yang kemarin ia lewati bagaikan perjalanan ke dunia lain, sekarang berubah menjadi sebuah padang hijau yang segar di lihat, bunga-bunga di sekitar pohon besar mekar dengan sangat indah, walaupun kemarin tersapu hujan deras, tetapi kecantikannya tak pudar, bahkan mengesankan bahwa bunga-bunga tersebut tetap bisa indah dalam kondisi terburuk sekalipun. Burung-burung pun hinggap di depan Anton dan melihat ke arah Anton, seolah membisikan sesuatu dan ingin mengajaknya bermain. Anton terkesima dengan apa yang ia lihat.

“Kok jadi indah lagi ? Kenapa Allah menciptakan pagi yang seindah ini ?”

Lagi-lagi pertanyaan muncul dalam pikiran Anton, kali ini bukan penyesalan, tetapi kekaguman terhadap arsitek pembuat alam ini. Yang mana tidak akan ada zat yang Maha Sempurna selain Ia yang mampu membuat keteraturan semacam ini.

“Kenapa Allah menciptakan semacam ini, seolah aku yang sedang terlunglai lemah, Ia bangkitkan lagi untuk menghadapi hidup. Burung-burung dan bunga-bungapun ingin menunjukan bahwa mereka bisa bertahan setelah hujan deras seharian kemarin.” Anton memikirkan sesuatu kembali.

 “Kenapa seolah Ia ingin menunjukan keindahannya memiliki batasan waktu, di kala pagi ia begitu indah, dikala malam keindahan tak nampak sedikit pun dan keindahan yang aku lihat sekarang tak mampu aku nikmati selama 1 hari penuh, ada sebuah perasaan bahagia, tetapi juga ada perasaan duka di dalamnya, apa yang hendak Allah tunjukan padaku ?”

Dialog Anton dengan dirinya sendiri belum selesai, Anton mulai merangkai sesuatu dari apa yang ia lihat dan ia rasakan selama 1 hari kemarin. Ia teringat begitu seringnya kakaknya pulang malam, terkadang ia juga jarang pulang, ia tak tahu kakaknya kemana, dengan siapa, dan mengapa. Karena kakaknya tidak pernah memberi tahu kemana ia pergi.

“Apakah ini yang di rasakan kakak?”

Sekilas terlintas pikiran tersebut.

“ Satu hari kemarin aku bangun pagi, solat subuh, pergi kesekolah, belajar seperti biasanya, istirahat, bermain dengan teman, belajar lagi, pulang, ternyata hujan, bertemu dengan Alya, hujan-hujanan, kedinginan, melewati sawah sendirian, menyesal, ketiduran, dan dibangunkan dengan keindahan.”

Mencoba mencari tahu mengenai arti dari kejadian 1 hari kemarin

“Apakah ini sebuah proses hidup ?”

Terlintas sebuah jawaban singkat tersebut. Yang tak tahu benar atau tidaknya.

“Kalau memang benar lalu apa yang sedang aku cari di sini?”

Mencoba mendalami kembali apa yang ingin dia cari dalam proses hidupnya seharian kemarin.

“Aku bangun tidur, aku ingin supaya bisa masuk sekolah, belajar dan bisa bermain dengan teman-temanku, aku pulang sekolah, aku ingin bertemu ibu dan menikmati masakannya yang selalu membuatku ketagihan, aku pulang dengan hujan-hujan, aku ingin menemui sesuatu yang menjadi misteri dalam kehidupan. Tetapi ternyata kebalikannya, aku justru malah menderita, kedinginan, dan merasakan penyesalan, kangen dengan segala yang membuat aku.....”

“Hah ?” seketika Anton tersadar akan suatu hal

Ia seolah menemukan jawaban dari segala sesuatu yang menjadi pertanyaan sejak seminggu yang lalu. Dengan percaya diri ia mengatakan

“KEBAHAGIAAN”

Ia menemukan sebuah kata yang membuat dia benar-benar merasa seperti sebuah sinar yang memberikan jawaban atas kebingungannya. Ia mencoba menafsirkan.

“Ya kebahagiaan, semua orang ingin bahagia, semua orang ingin mendapatkan kebahagian yang banyak, tak ada orang yang mau menderita, penderitaan hadir karena orang tidak bahagia, sehingga semua pasti mengejar kebahagiaan.”

Sebuah hubungan-hubungan dari segala keadaan mulai dapat ia satukan, satu persatu membuat sebuah alur yang sangat masuk akal.

Senyum indah muncul dalam bibir Anton, ia merasa senang, karena ia menemukan sesuatu yang baru, dan ia sadar akan pentingnya hal itu.

“Sebentar-sebentar, manusia kan hidup pingin bahagia, kalau di suruh milih antara kebahagiaan yang sedikit dengan yang besar pasti manusia akan memilih kebahagiaan yang besar, sama seperti yang kakak tanyakan padaku waktu bertanya mengenai pekerjaan warga desaku, apakah dengan pekerjaan warga desaku yang sekarang mereka sudah benar-benar bahagia ? keliatannya tidak, karena mereka yang masih kesulitan mencari makan, membiayai anaknya sekolah, dan rumah merekapun sangat tidak layak. Tapi kenapa mereka tidak mau berusaha?”

Berpikir sejenak

 “Emmt, pasti karena mereka tidak mau mencari kebahagiaan yang lebih tinggi lagi. Mereka merasa sudah cukup bahagia dengan hal yang mereka dapatkan dengan pekerjaan-pekerjaan menjadi petani ataupun menjadi buruh, namun apakah benar hal itu sudah membuat mereka bahagia ? Tidak maukah mereka mencari kebahagiaan yang lebih dari menjadi petani dan menjadi buruh ? Atau jangan-jangan selama ini memang mereka tidak tahu kebahagiaan lain selain menjadi buruh dan petani ? Atau merasa batasan kebahagiaan mereka hanya menjadi buruh dan petani ?. Ya itu kemungkinan masalahnya.”

Semakin ia temukan beberapa hal yang menjadi kunci dari masalahnya 

”Tapi dimana letak kebahagiaan tertinggi itu ?’

Sebuah pertanyaan muncul kembali dari benak Anton, ia masih menemukan 1 dari sekian banyak misteri yang belum ia pecahkan, tapi menemukan 1 hal ini , membuat Anton termotivasi untuk mendalami lagi mengenai hakekat kehidupan.

“Huh, lumayan dapet satu, gua bakalan cari lagi lu misteri-misteri kehidupan hehe”

Anton beranjak dari tempatnya duduk, mulai membersihkan seragamnya, tapi sia-sia karena sudah benar-benar basah kuyup serta terkena lumpur, dengan senang hati ia tidak menghiraukan kondisinya yang seperti itu, ia tetap percaya diri dan mulai meninggalkan tempat ia tertidur semalam.

Semua warga yang lewat menyapa Anton dengan ramah. Anton melihat begitu riangnya warga desa hari itu, anton masih bingung, dan terlintas lagi sebuah pertannyaan.

“Kok mereka senang ? Padahal kondisi mereka kan ? Ah nanti aku harus cari tahu kenapa.”

Anton mulai mengumpulkan pertanyaan-pertannyaan yang siap ia cari jawabannya. Seiring ia berjalan ia tetap merasa senang, karena pemandangan desa di setiap melawati jalan setapaknya memang memperlihatkan sebuah pemandangan yang asri.

“Dari mana Anton, kok kotor semua gitu, abis mainan lumpur ya, udah gede kok masih mainan lumpur.” canda seorang ibu tua yang lewat di depan Anton.

“Enggak Bu, abis kepeleset tadi malem, jadi kotor semua.”

“Mandi dulu di sungai sana, pumpung masih pagi, masih seger airnya, nih ibu bawa sabun.”

“Wahh makasih bu.” menerima sabun yang di berikan ibu tadi

“Ya sudah Anton, Ibu mau ke sawah dulu ya” Dengan memberikan senyuman manis ke Anton

“Iya Bu, hati-hati di jalan ya.” Balas Anton ramah

Ia pun bergegas ke arah sungai, di sana ada banyak teman-temannya sedang berenang, karena hari itu adalah hari minggu anak-anak desa seumuran Anton memang sering berenang dan mandi di sungai.

Tanpa pikir panjang, Anton  meninggalkan tasnya di pinggir sungai dan langsung melompat dari batu yang tingginya 2 meter.

“Byurrr....” suara air yang terdengar begitu menyenangkan.

“Hahaha, seger baget, dah lama kalian di sini?” tanya Anton.

“Dari tadi Ton, kamu kemana aja, ga pulang ke rumah ? Kok masih pake seragam?” tanya Jon salah seorang teman Anton.

“Hahaha, aku habis berpetualang Jon, gile bener, serulah pokoknya. “ Tertawa bahagia.

Permainan air pun mereka lakukan, mereka sangat bahagia sekali saat itu, dan tak terasa sudah hampir 2 jam mereka bermain dan membersihkan diri di sungai. Sungai yang jernih, ditumbuhi pepohonan yang besar di pinggir sungai, ikan-ikan masih sangat gesit terlihat di dalam air, air tenang sungai itu membuat siapa saja yang berada di dekatnya akan merasakan ketenangan.

Sesaat kemudian Anton mulai merenungi kembali apa yang ada di sekitarnya itu, sambil rebahkan tubuhnya di atas air dan memandang ke langit. Pohon-pohon yang besar membuat langit tertutup oleh dahan-dahan mereka. Sehingga begitu sangat teduh sekali.

“Inilah Kemaha Kuasaanya Allah, semua ini sungguh luar biasa, sangat indah, menyenangkan jika terus berada disini” seru Anton dalam hati.

Sekali lagi ia kembali memikirkan letak kebahagiaan terbaik itu, karena ia tahu, apa yang ia rasakan saat ini, sebentar lagi akan berubah lagi, ia harus pulang dan mulai membantu orang tuannya di rumah. Dan kebahagiaan yang ia rasakan sekarang mungkin akan dapat ia rasakan lagi lain waktu. Tapi baginya kebahagiaan ini masih sangat kecil, ia menginginkan sesuatu yang lebih dari ini.

“Hari ini menjadi pelajaran besar bagiku, pelajaran yang tidak pernah bisa aku temukan dalam kelas, dalam membaca buku. Tetapi pelajaran yang aku dapatkan dari aku merasakan sendiri kenyataan ini. Dan kenyataan lebih dapat memberikan aku jawaban atas semua pertanyaanku dan aku yakin KEBENARAN itu ada pada KENYATAAN.”

Tak lama setelah selesai berenang Anton bergegas untuk pulang, dan ia tau pasti ibunya seharin kemarin menunggu-nunggu dirinya di rumah.

“Wah ketinggalan masakan sepesialnya ibu nih.” gumam Anton sambil berlari kerumahnya.

Tak lama kemudian akhirnya Anton sampai kerumah dengan terengah-engah.

“Assallamualaikum Bu, Anton pulang.” Sambil mengetuk pintu rumah.

“Ibu... Anton pulang Bu...Bu..? Masih tidur ?” Anton mencoba masuk tetapi pintunya terkunci.

“Kemana ya ibu, apa udah berangkat jualan ya ?”

Dari belakang Anton tak terasa sudah ada yang memeluknya. Dan ternyata itu ibunya Anton.

“Anton... Kamu kemana aja ? Ibu kawatir, kamu mau ikiut-ikutan kakakmu ya ?” tanya ibu dengan menyelidik.

“Kemaren keujanan Bu, jadinya Anton berteduh dulu, ehh malah ketiduran.” jawab Anton cengengesan

“Yaudah ceritanya nanti aja, cepet mandi ganti baju sana.”

“Udah mandi bu tadi di sungai.”

“Udah mandi kok masih kayak belum mandi seminggu kamu, kucel gitu.” ledek ibunya.

“Ibu....“ meninggalkan ibunya dan bergegas untuk mandi lagi.

Tak berapa lama Anton sudah selesai dengan pekerjaan membesihkan dirinya dan segera menuju ruang tamu menemui ibunya yang sedang menyiapkan sarapan.

“Wuih, mantep Bu, ayam goreng.” saut Anton senang.

“Iya dong, sini duduk , Ibu mau ngomong bentar ma kamu.”

“Ngomongin apa Bu ?”

“Minggu depan kamu ke tempat pamanmu di kota ya, tolong ambilkan barang Ibu yang ketinggalan di rumah pamanmu kemarin. Ibu ga bisa ke sana soalnya ada undangan pengajian ibu-ibu dan ibu jadi panitianya. Gimana ? Kamu mau ga ?”

Dengan kaget Anton menjawab

“Hah? Ke kota, mau Bu? biar aku yang ke sana.” diiringi perasaan senang.

Anton memang sejak SD sudah tidak pernah lagi ke kota, karena biaya ke kota yang lumayan mahal, serta pekerjaan orang tua Anton hanya berada di wilayah desa itu saja, membuat ia sangat jarang melihat perkembangan kota.

Hari itu begitu berkena di hati Anton, hari di mana ia menemukan satu dari sekian banyaknya misteri kehidupan, dan ia menemukan bahwa kebahagiaan adalah kunci bergeraknya manusia, lantas kebagaiaan yang seperti apa yang membuat manusia mau berusaha dan bekerja keras untuk mendapatkannya, hal itu yang masih mengganjal dalam dirinya. Saat itu pula ia menyiapkan diri untuk mencoba mengtahui sesuatu yang baru di kota.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
you're my special moments
2196      860     5     
Romance
sebenarnya untuk apa aku bertahan? hal yang aku sukai sudah tidak bisa aku lakukan lagi. semuanya sudah menghilang secara perlahan. jadi, untuk apa aku bertahan? -Meriana Lauw- tidak bisakah aku menjadi alasanmu bertahan? aku bukan mereka yang pergi meninggalkanmu. jadi bertahanlah, aku mohon, -Rheiga Arsenio-
Somehow 1949
7932      1986     2     
Fantasy
Selama ini Geo hidup di sekitar orang-orang yang sangat menghormati sejarah. Bahkan ayahnya merupakan seorang ketua RT yang terpandang dan sering terlibat dalam setiap acara perayaan di hari bersejarah. Geo tidak pernah antusias dengan semua perayaan itu. Hingga suatu kali ayahnya menjadi koordinator untuk sebuah perayaan -Serangan Umum dan memaksa Geo untuk ikut terlibat. Tak sanggup lagi, G...
Black Lady the Violinist
13249      2429     3     
Fantasy
Violinist, profesi yang semua orang tahu tidak mungkin bisa digulati seorang bocah kampung umur 13 tahun asal Sleman yang bernama Kenan Grace. Jangankan berpikir bisa bermain di atas panggung sebagai profesional, menyenggol violin saja mustarab bisa terjadi. Impian kecil Kenan baru kesampaian ketika suatu sore seorang violinist blasteran Inggris yang memainkan alunan biola dari dalam toko musi...
My Sweety Girl
9538      2222     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Glad to Meet You
235      178     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...
Simplicity
8445      2106     0     
Fan Fiction
Hwang Sinb adalah siswi pindahan dan harus bertahanan di sekolah barunya yang dipenuhi dengan herarki dan tingkatan sesuai kedudukan keluarga mereka. Menghadapi begitu banyak orang asing yang membuatnya nampak tak sederhana seperti hidupnya dulu.
Kenangan Masa Muda
5520      1583     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
Secret Garden
225      190     0     
Romance
Bagi Rani, Bima yang kaya raya sangat sulit untuk digapai tangannya yang rapuh. Bagi Bima, Rani yang tegar dan terlahir dari keluarga sederhana sangat sulit untuk dia rengkuh. Tapi, apa jadinya kalau dua manusia berbeda kutub ini bertukar jiwa?
Rela dan Rindu
6971      1853     3     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
NYUNGSEP
4064      1370     6     
Romance
Sejatinya cinta adalah ketulusan. Jika ketika hati telah 'nyungsep', terjatuh pada seseorang, apa yang boleh buat? Hanya bisa dengan tulus menjalaninya, ikhlas. Membiarkan perasaan itu di hati walaupun amat menyakitkan. Tak perlu jauh mengelak, tak perlu ditikam dengan keras, percuma, karena cinta sejati tidak akan pernah padam, tak akan pernah hilang.