Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahara
MENU
About Us  

Layaknya acara festival, SMA Kebangsaan ramai oleh siswa siswi yang memakai kebaya dan baju koko seperti sekolah pada umumnya ketika mengadakan hari kartini. Tiap sudut sekolah dipenuhi hiasan dinding dan mading-mading yang dipenuhi hasil karya seperti lukisan dan fotografi. SMA Kebangsaan terasa menyenangkan di hari spesial, dan acara ini jarang sekali dilakukan oleh banyak sekolah pada umumnya.

            Yura duduk di kursi koridor, menunggu kelasnya dipanggil untuk berjalan keliling lapangan mengikuti kelas lainnya, menunjukkan pakaian yang mereka kenakan dengan berjalan berpasangan. Gadis itu melirik ponselnya, Hara dan timnya sudah berangkat tadi pagi untuk mengikuti pertandingan. Sulit memang hari ini tanpa Hara, tapi bagi Hara dan juga dirinya, hari ini adalah hari terpenting!

            “Selanjutnya, kelas 10 IPA 2,” panggilan dari kepala sekolah yang berdiri di podium membuat Yura dan teman-temannya segera berdiri dan membuat barisan. Yura berpasangan dengan Nita, kedua gadis itu mulai melambaikan tangan dengan senyum bahagia. Event sekolah selalu menjadi kesempatan bagi siswa untuk lebih bersantai dan menikmati hari. Karena tidak akan ada guru yang mengajar ataupun ulangan harian dadakan. Hari ini, adalah hari yang lebih spesial untuk seluruh siswa, terutama Yura yang menunggu pengumuman dari lomba yang ia ikuti.

            Drrt..

            Yura melihat layar ponselnya, nama Hara terpampang jelas membuat gadis itu bingung karena kelas mereka belum sampai titik awal putaran. Gadis itu membiarkan telepon pertama dari Hara, kemudian mengangkat telepon dengan segera ketika kelas mereka selesai melakukan parade.

            “H-halo? Kenapa nelepon, sih? Kelasku lagi ikut parade tau!” cerocos gadis itu langsung. Suara tawa Hara terdengar menyebalkan ketika Yura mulai mengeluh.

            “Sori, sori. Aku gak tau, Yur, kalau kelasmu belum parade,” katanya. Dari tempat Hara, Yura bisa mendengar suara pukulan yang keras dan teriakan para suporter. Yura ingin berada di sana, tapi tidak mungkin dia meninggalkan sekolah. “Belum, ya, pengumumannya?” tanya Hara pelan.

            “Hm,” Yura mengangguk. “Belum, ini aja masih acara awal. Katanya pengumumannya jam 1 siang,” katanya.

            Hara terdengar menghela napas, Yura ingin menyemangati Hara namun gadis itu berpikir, tanpa kalimat semangatnya pun Hara bisa 100  kali lebih semangat dibandingkan teman satu timnya. “Kalau kalah, jangan sedih, ya?” Hara berucap membuat lidah Yura kelu. “Sayura, dunia bukan tentang menang aja. Tapi ada yang namanya kekalahan. Kalau kamu masih kalah, bukan berarti kamu nggak mampu. Masih ada lomba lainnya yang bisa kamu ikutin. Berarti masih ada kesempatan menang yang lebih baik yang bisa kamu ikuti. Kalah artinya lebih berjuang lagi, Ra. Ya?”

            Entah kenapa, kalimat panjang dari Hara hanya mampir lewat di telinganya. “Iya, deh. Kamu juga, kalau kalah jangan nangis,” Yura bergurau.

            Hara tertawa. “Aku nggak bakal nangis, kan ada kamu,” ledeknya. Yura hanya tersenyum, meski entah kenapa dadanya terasa sakit.

            “Har.”

            “Apa?”

            “Semangat!”

            Kalimat itu terdengar hangat di telinganya, bahkan meskipun jauh, Yura selalu berhasil membuat detakan jantungnya lebih kencang berkali lipat. “Kamu juga, Ra. Semangat.”

***

“Ra, Ra! Kita ke pameran fotografi, yuk! Katanya Taka ikut lomba fotografi,lohh. Gila, ya, dia tuh hebat banget!” cerocos Nita ketika mereka memasuki kantin. Ingin membeli minuman dingin karena udara di Jakarta terasa lebih panas. Apalagi mereka menggunakan make up. Yura yakin sekali mukanya dipenuhi minyak seperti gorengan yang baru matang.

            Yura menoleh. “Males!”

            “Ih, Ra. Kita tuh harus nikmatin event kartini ini buat bersenang-senang! Gue tau, kok, Hara nggak ada di sini. Tapi lo gak boleh merasa kesepian, Ra. Ada gu—“

            “Astaga, Nit, bawel banget sih elah. Iya, iya, nanti kita ke pameran fotografi!” ucap Yura geregetan lalu berjalan menuju penjual minuman dingin. Dia memesan nutrisari, dan meminta es batunya dilebihkan. Dia mau ngemil es batu biar kepala dan hatinya terasa lebih dingin.

            Selesai dengan membeli minuman, kedua gadis itu berjalan menuju pameran fotografi yang berada di lantai dua, di depan ruang guru, gedung C. Ia melihat-lihat potretan gambar dengan kualitas tinggi. Pengambilan gambar penuh makna yang tidak sembarang membuat Yura tenggelam di dalam deretan foto yang lebih banyak pemandangan gedung-gedung tinggi dan jalan raya. Karena, di Jakarta tidak dapat ditemukan hutan dan gunung. Ada sih tempat wisata yang menyediakan itu, tapi Yura malas sekali kembali ke sana karena gersang dan hanya membuat kulit gosong.

            Yura menemukan satu potret di mana foto itu diambil di sebuah taman hijau dan air mancur. Dengan kualitas foto tinggi dan pusat gambar yang bagus, Yura merasa tenang melihat gambar tersebut. Apalagi potretan burung yang hendak terbang dan gambaran sinar matahari yang menyinari taman tersebut membuat Yura merasa tenang entah karena apa. Yura melihat nama dari pemilik gambar tersebut, kemudian terkejut.

            “Hah? Demi apa si Taka bisa ngambil gambar sebagus ini?” tanya Yura heran, dan lebih-lebih Nita sudah mendorong Yura agar gadis itu bisa melihat gambar yang diambil Taka dengan jelas.

            “Ih, gila, Ra! Ini sih bagus, banget,” ucap Nita kelewat senang. Gadis itu mengusap gambar berbingkai itu, kemudian mulai membidik kameranya. “Gue harus masukin ini ke snapgram, Ra! Terus gue tag Taka, dan captionnya—“

            “Mending jangan, deh, Nit,” Yura mulai waspada. “Gue nggak mau itu cowok makin ilfeel sama lo, Nit. Lo itu harus mulai jual diri, tau. Boleh kok, nunjukin rasa tertarik lo sama dia, tapi jangan sampai bikin dia meles sama lo,” ucapnya.

            Nita menunkan ponselnya, wajahnya sedikit murung. “Iya, ya, udah jelas kalau Taka ilfeel sama gue yang sedikit ganjen ke dia,” suaranya terdengar sedih, membuat Yura merasa bersalah. “Oke, deh, gue nggak bakal bikin snapgram! Tapi gue bantu vote gambarnya,  aja,” dia tersenyum dan menempelkan stiker berbentuk love di bawah bingkai gambar tersebut, kemudian melirik Yura yang masih memegang stiker yang tadi diberikan panitia. “Lo juga harus ikut vote, Ra!”

            Yura sebenarnya punya pilihan sendiri. Dia ingin menaruh stiker ini di bawah gambar pemandangan gedung dengan senja yang terlihat menyenagkan. Tapi karena Nita adalah temannya, dan Taka adalah teman dekat Hara, jadi Yura dengan enggan menempelkan stikernya di samping stiker milik Nita. “Tuh, udeh kan?”

            “Hm!” Nita mengangguk senang. “Semoga Taka menang!”

            “Amin!”

            “Yura juga. Semoga juara satu di lomba nulis puisi!”

            “Amin!”

***

“Kemudian selanjutnya,” kepala sekolah membalik kertas pengumuman pememang lomba. “Untuk juara ketiga pembacaan puisi, dimenangkan oleh Dekan Adi Purnama dari kelas 12 IPS 4!” suara gaduh terdengar dari arah gedung B lantai 2. Yura melihat pemandangan itu, tersenyum.

            “Mau juara 1, 2, ataupun 3 sekalipun. Yura tetap juara pertama di hati Ibu!”

            Yura tersenyum mengingat kalimat dari Ibunya tadi pagi melalui telepon. Apalagi setelah Ibunya menelepon, gantian Ayahnya yang mengatakan bahwa dia akan pulang esok hari. Katanya hanya pulang satu hari lalu esoknya berangkat lagi. Namun Yura tidak bisa berhenti tersenyum. Kesibukan kedua orangtuanya memang selalu membuat Yura merasa kesepian, Tapi Yura sangat paham bahwa kedua orangtuanya sibuk demi dirinya juga. Jadi Yura tidak boleh mengeluh, Yura harus tetap semangat.

            “Selanjutnya untuk pemenang juara ketiga dalam menulis puisi, adalah Kelia Christianindya dari kelas 11 IPA 1!” Yura mulai menunduk, melafalkan doa agar namanya terdapat di urutan pertama. Yura sangat menanantikan itu selama hidupnya dalam mengikuti lomba.

            “Lalu untuk juara kedua, diraih oleh Sayura Dewirika dari kelas 10 IPA 2!”

            “Yayy!”

            “Woahhh, Yuraaa!”

            Yura menegak, napasnya sedikit sesak. Matanya berair. Namun teman-temannya mendorong gadis itu untuk segera maju. Ini sedikit terdengar konyol dan menyebalkan, tapi Yura tidak menyangkal bahwa ini pertama kalinya dia disebut dalam kejuaraan. Biasanya dia sama sekali tidak menang dalam juara 1, 2, ataupun 3. Tapi hari ini, dia dapat mendapatkan juara 2.

            “Dan untuk perwakilan dari menulis puisi untuk lomba FL2SN, adalah Ananda Purnama Dewi dari kelas 12 IPS 1!”

            Tapi tetap saja, Yura sama sekali tidak dapat mengalahkan Hara. Mimpinya hanya sebatas angin lalu, perlombaan yang ia ikuti berhenti di tingkat sekolah. Sama sekali tidak mirip Hara dan seluruh kehebatannya.

 

a.n

Gimana gimana? Mulai penasaran sama konfliknya?? Kemungkinan konfliknya akan ada di chapter 25 ke atas wkwkwk jadi tunggu aja yap!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • wizardfz

    @[plutowati wahh emang ku buat manis manis biar abis itu kalian aku kasih pait paitnya dari cerita ini :v

    Comment on chapter Prolog
  • plutowati

    suka sama akhirnya, manis aja gitu

    Comment on chapter Prolog
  • DekaLika

    Ya udah besok janjian di kelas ya :p

    Comment on chapter Prolog
  • wizardfz

    @Sherly_EF waw makasihh wkwkwk, Yura bilang katanya sini kalo berani maju :'D wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Yura jangan nantang deh, rayuanku lebih mujarap dari puisimu wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Ter ter aku cuka, aku cuka :* :*
    Cerita bagus hihi

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • wizardfz

    @Sherly_EF wkwk iyaa kayak nama jepang jepang gitu hehe, btw kalo mau jadi pacar Hara harus adu puisi sama Yura dulu kata Yura wkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Aah gitu. Iya sih Hara itu kayak nama2 jepang kan yaa hehe

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Hara kamu sweet, jadi pacar aku ajaa haha aku ga sensian kayak Yura kok wkwkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • wizardfz

    @Sherly_EF Soalnya aku mau nama yang beda dari tokoh cowok lain kebanyakan, makanya pake nama dari Maehara alias dipanggil Hara hehehe

    Comment on chapter 2. Percakapan Aneh Kemal
Similar Tags
Ghea
454      293     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
HOME
304      226     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Kristalia
6217      1673     5     
Fantasy
Seorang dwarf bernama Melnar Blacksteel di kejar-kejar oleh beberapa pasukan kerajaan setelah ketahuan mencuri sebuah kristal dari bangsawan yang sedang mereka kawal. Melnar kemudian berlari ke dalam hutan Arcana, tempat dimana Rasiel Abraham sedang menikmati waktu luangnya. Di dalam hutan, mereka berdua saling bertemu. Melnar yang sedang dalam pelarian pun meminta bantuan Rasiel untuk menyembuny...
Reach Our Time
10312      2391     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
Cinta dan Benci
4618      1394     2     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5411      1456     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Princess Harzel
16328      2415     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...
Kala Senja
33830      4782     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
Kebudayaan Harus Tetap Terjaga
475      342     2     
Short Story
Jati Diri Suatu Bangsa Dapat Dilihat Dari Kebudayaan Masyarakat Mereka, Maka Lestarikanlah Kebudayaan Bangsa Kita.
Perceraian kontrak
9577      1807     0     
Romance
Ryan Delon seorang Ceo terkaya se-Eropa harus menyamar menjadi satpam demi mendapatkan cinta sejatinya. Akan tetapi, penderitaan itu hanyalah sementara sampai akhirnya ia dipersatukan dengan desainer cantik bernama Calesthane. Mereka menjalani hubungan hingga kejenjang pernikahan, namun hari-hari yang mereka jalani tidak seperti bayangannya. Banyak bebatuan di kehidupan mereka, sampai pada akh...