"Dasar anak tidak berguna! Lebih baik kamu enyah dari kehidupanku!"
Teriakan itu kembali memenuhi penjuru bangunan besar dengan dinding berwarna putih gading. Teriakan dengan kalimat sama setiap harinya, semakin membuat seorang gadis berambut sebahu itu tak bisa menahan isakannya. Bahunya naik-turun seiring air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya.
"Lebih baik kamu pergi dari hadapanku, sekarang!"
Gadis itu tak menjawab, ia masih bergeming di tempatnya sekarang dengan kedua kaki yang tertekuk. Punggungnya semakin merapat pada dinding di sudut ruangan. Suara pria itu semakin keras, bahkan kali ini ia merasa sebuah tangan kekar menariknya lalu menampar pipi kanannya.
Perih, tapi ia seolah tak menghiraukannya. Semua yang ia terima ini sudah menjadi makanan sehari-hari. Meskipun hati dan pikirannya ingin menolak untuk mengakhiri semuanya.
"Pergi kamu sekarang! Dasar anak tidak berguna!"
Pelan, langkahnya ia seret ke arah lain di bangunan itu. Tetapi lagi-lagi tangan pria itu menariknya.
"Keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi." Manik hitam itu menatap tajam sang gadis. "Sekarang!"
Air mata yang sudah mulai mengering kini mengucur semakin deras tanpa bisa ia bendung lagi. Secepat kilat ia pergi meninggalkan bangunan besar itu. Tak hanya dirinya, tapi juga tentang kenangannya.
Akan kubuktikan suatu saat nanti.