"Mau kemana lo Nan?" tanya Fariz.
Pertanyaan Fariz diabaikannya, karena kini Adnan kehilangan jejak Adia. Nampaknya cacing yang ada di perut Adnan sudah mulai berdemo. Ia membelokkan diri menuju kantin. Ia celingukan mencari tempat duduk yang masih kosong. Terdengar dari kejauhan, nama Adnan dipanggil. Karena rasa penasaran, ia mencari sumber suara. Rupannya Angga telah melambaikan tangannya.
"Kemana aja sih lo?" tanya Angga.
"Perpus tadi," jawab Adnan.
Tumben banget Adnan ke perpustakaan. Padahal ini baru pertama masuk sekolah. Belum juga disuruh ambil buku. Pesanannya sudah datang diantar oleh Mang Ujang.
***
Perasaan tadi ada yang ngikutin, kok orangnya gak ada. Kaya tuyul aja. Brug!
Buku yang hendak Adia raih malah terjatuh. Ia meringis kesakitan. Pandangan tajam dari bu penjaga, Adia dapatkan seketika. Ia katakan permintaan maaf kepada bu penjaga. Adia tak sadarkan diri, bahwa bel masuk kelas sudah berbunyi, Ia berlari melewati koridor-koridor sekolah menuju kelasnya. Nafasnya ngos-ngosan. Sesampai di depan kelas, ia tak melihat bahwa ada Adnan yang sedang mengambil spidol dibawah. Brug! Jatuh lagi. Kali ini, Adia benar-benar bisa menindihi Adnan.
"Lo gapapa Nan?" tanya Angga.
"Aduh, gantengku. Ada yang sakit gak?" tanya Boti.
"Nan, muka lo tetep ganteng walaupun jatuh gitu," tutur Fanny.
Adnan yang merasa banyak cuit-cuitan alay menimpanya, ia berdiri dengan sigap dan memaki Adia.
"Yang seharusnya tanya gitu tuh aku!" bentak Adia.
"Udah salah, nyolot lagi! Mau lo apa sih?" ucap Adnan.
"Lo itu yang nyolot!" manyun Adia.
"Manis juga nih cewek kalau lagi manyun," gumam Adnan.
"Woy! Gue bicara sama lo. Malah bengong!" kata Adia.
Perdebatan mereka terhenti adanya guru kimia yang masuk. Sepuluh menit berlalu, Pak Ferry selalu memberi pertanyaan. Hanya Adialah yang menjawab terus. Pinter juga tuh cewek. Lumayan juga sih. Adnan yang senyum-senyum sendiri, membuat dirinya dilempar kapur kecil oleh Pak Ferry, guru paling killer, tapi lucu.
"Lo ngapain sih Nan?" senggol Angga.
Baru saja ia sadar akan hal itu. Ia sudah menjadi sorotan semua temannyaa. Adia yang mengetahui itu, ia berdecak kesal dan semakin kesal.
"Kring... Kring... Kring..."
Bunyi bel pulang sekolah sudah berdenting. Adia segera pulang dan ingin merebahkan dirinya.
***
"Bagaimana pertama kali masuk sayang?" tanya Bunda Diana, ibu dari Adia.
"Menyebalkan Bunda," sahut Adia lesu.
"Kok gitu sayang?" tanya bunda.
"Abisnya aku tadi kena tatapan killer dari bu perpustakaan. Hanya garaa-gara menjatuhkan buku," kesal Adia.
"Lain kali hati-hati ya," jawab bunda.
Ia ditinggal oleh bundanya begitu saja, Tanpa disuruh makan dan belum ada masakan yang terhidang di meja makan. Pasti seperti itu. Kehidupan Adia tak seperti teman-temannya yang selalu hidup mewah. Ia langkahkan kakinya menuju kamar dan mulai merebahkan badan.
"Tilulit,"
Bunyi tanda pesan masuk ponsel berbunyi. Adia segera meraih ponselnya dan membuka. Ia menegrutkan dahinya. Tak tahu siapa pengirimnya.
(adnanarkn_)
Hai Syifa.
(adiarkn_)
Maaf ini siapa ya?
(adnanarkn_)
Masa gatau sih. Cowok baik hati.
(adiarkn_)
Siapa sih?
(adnanarkn_)
Cowok yang suka sama lo.
Adia bingung. Berteman di sosmed aja enggak. Apalagi cowok yang suka dengannya. Apakah ia masa lalu Adia? Adnan? Cowok menyebalkan tadi pagi? Ah! Biarlah. Adia segera memejamkan mata. Ia mulai menguapkan mulutnya. Ditariknya selimut ke badannya.
Merasa hanya dibaca oleh Adia, Adnan terus mengirimkan pesan singkat kepada Adia.
(adnanarkn_)
Cantik.
Manis.
Kok cuma dibaca.
Hai.
Kesel deh.
Kamu ngambek ya?
Heh jelek!
Menyebalkan!
Gak usah marah.
Yaudah deh. Minta maaf.
Aku mau bilang sesuatu nih.
Boleh gak?
Kok udah gak online?