Read More >>"> DanuSA (Rasa 24) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

Matahari belum menampakkan dirinya. Namun, Sabina sudah bersiap berangkat ke sekolah mengingat ia berangkat dari panti sosial. Sebenarnya ia malas pergi kesekolah hari ini. Entah mengapa ia merasa tidak nyaman sejak semalam, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang. Ia berpikir mungkin karena ia akan bertemu dengan Danu lagi hari ini, gadis itu merasa tidak sanggup berhadapan dengan cowok yang sudah membuatnya terluka. Meskipun perasaan itu masih ada. Sabina memilih menguburnya dalam-dalam.

Gadis itu melihat gelang biru yang ada di dalam tasnya, kenangan itu muncul lagi, kenangan bersama Danu yang membuatnya bahagia. Danu begitu baik padanya selama ini. Seutas senyum sempat terukir meskipun hanya sepersekian detik, ia menghela napas lalu menggeleng pelan.

Nggak, Bi! Semua cowok itu berengsek!

Sabina mengecek lagi buku-buku pelajarannya, takut ada yang tertinggal hingga tatapannya jatuh pada hp yang terselip di antara buku-bukunya. Ia sama sekali tidak membuka hp-nya sejak kemarin. Gadis itu menyalakannya dan melihat pemberitahuan puluhan panggilan tak terjawab juga beberapa pesan. Namun, ia tak ingin membukanya karena ia tahu itu dari Danu.

Sudah cukup, ia tidak ingin berhubungan dengan Danu atau pria manapun. Ia bahkan berencana mengembalikan hp itu pada Danu.

Sabina melangkah keluar kamar dan berpamitan dengan Mamanya, juga penghuni panti yang lainnya.

Sesampainya di sekolah, ia langsung melangkah cepat menuju kelasnya. Beberapa siswa menatapnya sambil berbisik.

Kok aneh gini sih auranya?

Sabina memilih tak acuh dan terus melangkah, setelah ia melewati tangga ia melihat Gisel, Andre, Doni juga Galih yang tengah membicarakan sesuatu yang serius. Gadis itu terus melangkah seolah tak peduli.

Hingga ia mendengar Gisel berteriak memanggil namanya lalu berlari kearahnya diikuti ketiga cowok di belakangnya.

Sabina mengernyit bingung. Namun, ia masih berusaha berwajah datar.

"Astaga, Bi. Lo kemana aja? Kita nyariin elo sejak semalem," ujar Gisel gusar. Wajahnya tampak pucat begitupun ketiga cowok di belakangnya, membuat Sabina bertanya-tanya.

"Danu, Bi,-"

"Nggak ada lagi urusan sama dia." Sabina menyela Galih datar ia berniat pergi tapi Gisel membuatnya diam di tempat dengan memegang kedua bahunya.

"Ada!" Gisel memberi jeda sejenak, "Danu, masuk rumah sakit, dia kecelakaan semalam. Kecelakaannya parah, dia kritis dan belum sadar sampai sekarang," jelas Gisel langsung membuat Sabina syok. Gadis itu melebarkan matanya tidak percaya.

Seperti disambar petir, Sabina mematung di tempat. Mata nanarnya digenangi air mata, sedetik kemudian ia menggeleng sambil melangkah mundur.

"Danu butuh elo, Bi," tambah Andre.

"Danu," desahnya hampir tak bersuara, "Nggak, ini nggak mungkin. Di rumah sakit mana?!"

Sabina berlari menjauh setelah Galih memberitahu di mana Danu dirawat. Nyatanya ia masih peduli pada cowok itu.

"Sabina!" teriak Gisel mengikutinya lalu menarik tangan Sabina hingga membuatnya berhenti.

Tangis gadis itu sudah pecah, "Aku harus kesana sekarang," isaknya sambil menarik tangannya dari genggaman Gisel. Beberapa murid melihat mereka bingung dan bertanya-tanya.

"Kita anter, oke?" tawar Gisel khawatir.

Sabina menutup wajahnya yang basah karena air mata. Tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Seberapa parah Danu?

Mengapa bisa seperti itu?

"Galih, Andre anterin kita. Dan elo Doni, izinin kita hari ini. Ntar lo nyusul," tutur Gisel.

Ketiganya mengangguk paham.

Mereka berempat langsung berlari menuju parkiran sekolah.

"Ndre, lo bawa mobil gue." Gisel melempar kuncinya pada Andre lalu mereka masuk ke dalam mobil. Sabina dan Gisel di belakang sementara Galih di depan. Sabina terus menangis memikirkan hal buruk yang mungkin saja terjadi.

Setengah berlari mereka menyusuri koridor rumah sakit agar tidak mengganggu pasien lainnya. Sabina melihat Mama Danu yang baru saja berdiri dari duduknya ketika melihat kedatangannya. Ada perasaan canggung yang dirasakan Sabina ketika bertatap muka dengan wanita itu. Namun, Sabina memilih menundukkan kepala singkat sebagai rasa segan lalu menuju pintu ruangan di mana Danu dirawat. Tak ada senyum antara keduanya yang ada hanya tatapan sendu.

Sabina menyentuh kaca di depannya dan melihat Danu dari sana, cowok itu terlelap dengan alat bantu pernapasan dihidungnya. Tanpa di minta, air matanya kembali mengalir.

"Danu mengalami pendarahan di paru-parunya karena terkena patahan tulang rusuk, juga gegar otak karena benturan yang sangat keras, beruntung saat itu dia pake helm," jelas Galih gusar membuat Sabina semakin berlinang air mata. Gisel merangkul bahu Sabina yang bergetar mencoba menenangkannya.

"Kenapa bisa kecelakaan? Mau kemana sih malem-malem gitu?" tanya Sabina terisak.

"Jadi semalem pas gue mau tidur, Danu nelpon gue. Pas gue angkat ternyata orang lain. Dia ngasih tau kalo yang punya hp itu kecelakaan," tutur Galih sambil sesekali menoleh kebelakang. "Gue langsung telpon ke rumahnya buat mastiin, dan Bi Sumi bilang kalo Danu emang pergi dari rumah setelah berantem sama Mamanya. Akhirnya gue cabut ke rumah sakit habis ngasih tau mereka, gue juga nyuruh Andre sama Doni dateng ke Rumah sakit. Sampai di sana, Danu udah kritis. Gue sempat lihat dia kejang nggak bisa napas dan terus ngeluarin darah dari mulutnya." Mata Galih berkaca-kaca saat menceritakan bagaimana kondisi Danu semalam.

"Pas semua udah dateng, bi Sumi cerita ke gue semuanya sementara Galih nemenin tante Sandra yang terus menangis." Andre melanjutkan. Ia memberi jeda sejenak untuk melirik ke arah Sabina juga Gisel dari kaca spion. "Bi Sumi bilang kalo semalem Danu ngacauin acara makan malam sama keluarganya Clara dengan mengatakan kalo Danu itu ... bukan anak kandung keluarga Atmadja."

Sabina mengernyit bingung mengetahui fakta itu. "Bukan anak kandung?"

"Ya, trus tante Sandra marah besar pas sampai rumah mereka bertengkar hebat sampai-sampai tante Sandra bilang kalo Danu itu penyembab Papanya meninggal."

"Apa?" sentak Sabina tidak percaya.

"Gue awalnya nggak percaya, tapi bi Sumi bilang itu bener. Waktu itu Danu ngerengek minta mainanan pas di dalem mobil. Dia narik-narik tangan Papanya yang lagi nyetir sampe kecelakaan itu terjadi dan Papanya meninggal."

Sabina menjauhkan tangannya, ia melangkah ke arah kursi di sebelah kanan pintu ia menangis sambil menutup wajahnya. Sandra yang berdiri di sebelah kiri pintu kembali menangis karena melihat Sabina. Perasaan bersalah menghantuinya, seharusnya ini tak perlu terjadi. Gisel kebingungan harus menenangkan siapa dan ia memutuskan duduk menjauh, memberi mereka waktu sendiri meskipun ia tidak memungkiri jika air matanya ikut mengalir. Sementara Galih dan Andre mereka tidak tahu harus berbuat apa, mereka begitu terlihat frustrasi hingga beberapa kali mengumpat kesal.

Sabina teringat akan hp-nya, ia langsung mengambilnya. Gadis itu melihat puluhan panggilan tak terjawab dari Danu juga keempat temannya. Ia membuka pesan Danu yang dikirim pagi tadi dengan terisak lalu mendengarkan pesan suara yang merupakan pesan terakhir dari Danu.

"Bi ...," Sandra menoleh ke arah Sabina ketika mendengar suara itu, begitupun ketiga temannya. "Bi, kamu di mana? Aku butuh kamu, Bi. Aku nggak tau harus ngapain sekarang. Aku bener-bener butuh kamu."

Suara Danu terdengar lirih sarat akan luka, isakan cowok itu membuat Sabina merasa tersayat dan perih. Tangis Sabina kembali pecah, ia menunduk sambil mendekap erat hp itu di dadanya.

Seharusnya aku lihat hp semalem.

Sandra membekap mulutnya, ia menangis mendengar suara Danu. Namun, ia tak bersuara yang mana itu membuatnya semakin sesak. Ia menyesal. Sementara ketiga temannya ikut berlinang air mata. Gisel memilih pergi ke toilet karena tidak tahan dengan situasi ini.

Dering hp milik Sandra menginterupsi tangisnya, ia menghapus air matanya sebelum mengangkat telpon itu.

"Selamat pagi, Bu Sandra."

"Pagi, Pak Ridwan."

"Tentang gadis itu ... semua dugaan ibu benar."

Sandra terdiam sejenak, lalu melihat Sabina yang masih menangis.

"Baik, terima kasih pak Ridwan," balasnya singkat.

Sandra melangkah pelan ke arah Sabina lalu duduk di sampingnya. Ia menatap Sabina yang sesenggukan. Apa yang menjadi dugaannya selama ini adalah benar adanya.

"Maafin Sabina, Tante," isak Sabina masih sambil menunduk. "Seharusnya Sabina lihat hp semalem. Kalau saja Sabina mau nurunin ego dikit, Danu nggak akan seperti ini," lanjutnya.

Sandra membelai rambut Sabina pelan membuat Sabina menoleh kearahnya karena merasa aneh.

Sandra menggeleng cepat, "Bukan salah kamu, ini semua salah Tante," ucap Sandra lirih, mencoba menahan tangisnya ia memeluk Sabina erat sementara Sabina hanya terdiam kebingungan dalam pelukan wanita yang sedang terisak itu.

"Kamu ... mirip sama Mama kamu, ya?"

Sabina mengernyit, pasalnya ia yakin jika Sandra belum pernah bertemu dengan Mamanya.

Sandra melepas pelukannya lalu menatap Sabina. Ia menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis itu.

"Kamu cantik seperti Mama mu dulu."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Pesona Hujan
944      507     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
My Brother Falling in Love
32621      3199     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Why Joe
1048      545     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
My Reason
598      385     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
Pasha
1100      469     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
After School
1471      855     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Forgetting You
3516      1193     4     
Romance
Karena kamu hidup bersama kenangan, aku menyerah. Karena kenangan akan selalu tinggal dan di kenang. Kepergian Dio membuat luka yang dalam untuk Arya dan Geran. Tidak ada hal lain yang di tinggalkan Dio selain gadis yang di taksirnya. Rasa bersalah Arya dan Geran terhadap Dio di lampiaskan dengan cara menjaga Audrey, gadis yang di sukai Dio.
Nafas Mimpi yang Nyata
227      188     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi
174      127     1     
True Story
Siapakah yang siap dengan sebuah perubahan drastis akibat Virus Corona19? Pandemi akibat virus corona 19 meninggalkan banyak luka dan trauma serta merenggut banyak kebahagiaan orang, termasuk aku. Aku berjuang menemukan kembali makna kebahagiaan. Ku kumpulkan foto-foto lama masa kecilku, ku rangkai menjadi sebuah kisah. Aku menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah pandemi. Kebahagiaan itu ad...
Pupus
385      246     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.