Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

"Gue bukan anak kandung Mama, Papa?"

Seketika tubuh Danu melemas, ia terduduk di lantai dan menyandarkan tubuhnya di dinding. Matanya sayu menatap kosong pada kertas yang menjadi alasan mengapa Mamanya tidak menyayanginya selama ini. Ia benar-benar tidak bisa berkata-kata, tidak ada perasaan yang bisa ia rasakan selain rasa sakit yang teramat sangat. Tidak ada yang pernah benar-benar menginginkan kehadirannya.

"Den, Aden ngapain?" tanya bi Sumi lirih. Wanita tua itu mendekati tuannya lalu berlutut di hadapannya. Tidak ada sahutan yang keluar dari mulut Danu hingga ia sadar ketika melihat kertas yang ada di tangan Danu. Wanita itu terkesiap.

"Jadi ini alasannya?" ucap Danu pelan.

"Den, dengerin bi Sumi, ya. Nyonya itu sebenarnya sayang sekali sama aden, hanya saja .... " Suara wanita itu bergetar tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya yang tentu saja tidak akan dipercaya Danu.

Danu tergelak ironi. "Sayang? Kayak gitu sayang?!" Danu mendengkus mencemooh. Ia menggeleng pelan kemudian beranjak, mengembalikan stopmap itu ke tempat semula lalu mencari kotak hitam sesuai permintaan mamanya. Tak ada lagi suara selain isakan Danu, sesekali ia menghapus air matanya yang mengalir. Rasa perih begitu menusuk hatinya. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, bahkan untuk berbicara saja ia tidak bisa. Pemuda itu marah, tapi ia harus marah kepada siapa? Kepada takdir yang mempermainkannya?

Setelah mendapatkan kotak itu Danu pergi dari sana meninggalkan bi Sumi yang menangis. Cowok itu memasuki mobilnya lalu memukul kemudinya sekuat tenaga, ia menundukkan kepala di sana. Seperti ada benjolan besar di kerongkongannya yang membuatnya semakin sesak, semakin terhimpit. Ia benar-benar jatuh kali ini.

Mengambil hp di sakunya Danu segera membuka aplikasi chat-nya lalu menulis pesan pada Sabina.

Bi, kamu di mana? Aku butuh kamu

Cukup lama ia menunggu pesannya dibaca. Namun, nihil. Sabina belum membuka pesan Danu bahkan pesan pagi tadi masih belum terbaca. Danu menghela napas, ia diam sejenak hingga sebuah ide terlintas begitu saja di kepalanya.

Siapa sih yang mau jodohin anaknya sama cowok yang nggak jelas asal usulnya kayak gue?

Cowok itu menyeringai atas idenya.

Biarin, biar hancur sekalian. Ini baru namanya totalitas.

Ia melihat cermin, memastikan wajahnya tidak terlihat jika ia habis menangis. Ia segera melajukan mobilnya setelah pintu gerbang dibuka oleh bi Sumi.

Setelah sampai di rumah Clara, Danu segera menelpon gadis itu memberi tahu jika ia sudah sampai.

Clara masuk begitu saja ke dalam mobil Danu, tak ada yang bicara ketika Danu mulai menjalankan mobilnya. Rasanya canggung bagi Clara, gadis itu merasa tidak nyaman. Namun, Danu terlihat santai. Ia yakin misinya kali ini akan berhasil. Sesekali Clara melirik Danu yang fokus menatap ke depan.

"Nu," panggil Clara pelan.

Danu bergeming, ia memilih fokus pada jalanan di depannya yang cukup macet.

"Elo beneran serius sama Sabina?"

Danu tergelak mencemooh, "Pertanyaan retoris."

Gadis itu menunduk.

"Sorry."

Keheningan kembali membentang sepanjang perjalanan.

"Elo siapa sih ngaku-ngaku jodohnya Danu?!" sentak Gisel sambil mendorong Clara hingga membentur dinding. Ia benar-benar tak terima.

"Gue emang udah dijodohin sama Danu, kenapa? Nggak terima?"

"Elo tu ya! Ngaca dong kalo Danu ogah sama elo! Justru elo tu yang pengganggu di sini. Ngerti nggak sih lo cewek gatel!"

"Udah Sel, jangan bikin ribut, ah," bujuk Andre khawatir.

"Biarin! Biar dia tau! Elo Clara! Elo nggak pernah tahu kan gimana hubungan mereka berdua?! Elo nggak pernah tahu tentang masalalu Sabina yang mengerikan sampai dia benci sama yang namanya cowok! Dan Danu berhasil bikin dia bangkit dari masa kelamnya trus dengan mudahnya elo hancurin kepercayaan Sabina gitu aja?!" Gisel tergelak ironi.

"Ngapain elo nyalahin gue gitu aja! Gue kan ngomong jujur."

"Eh ... Berengsek emang elo ya! Iya ngomong jujur, tapi nggak harus gitu juga kali! Hargai perasaan Sabina dong. Gue juga yakin Danu nggak bakal diem terus dan ngebiarin Sabina nggak tau apa-apa. Biarin Danu yang jelasin sendiri dengan caranya. Toh lagian Danu juga nggak setuju sama perjodohan itu, kan? Gue juga denger elo pernah selingkuh sama sahabatnya Danu. Lo yakin kalo elo lanjutin perjodohan ini, hidup elo kedepannya bakal bahagia?" Gisel bertanya dengan nada mencemooh.

----

"Kamu kenapa sih, Bi? Daritadi mama lihat kamu murung terus."

"Nggak pa pa, Ma." Sabina meletakkan kepalanya pada kedua tangannya yang terlipat di atas meja taman.

"Kamu yakin?" tanya Mamanya yang duduk di seberangnya.

Sabina bergeming, enggan menjawab apapun karena kenyataannya hatinya sedang buruk.

"Berantem sama Danu?"

Hening beberapa saat, Sabina menghela napas lelah.

"Bener 'kan yang Sabi bilang, semua cowok itu sama aja kayak Papa!"

"Kenapa sih?" tanya Mamanya lembut.

"Danu udah dijodohin! Danu bohongi Sabina, Ma. Siapa sih yang nggak marah?"

"Maksud kamu?"

Sabina mendongak menatap mamanya, "Danu sama kayak Papa, udah punya pasangan masih ngejar-ngejar cewek lain. Egois banget tu cowok! Dan dia masih seenaknya sendiri ngomong kalo dia cuma sayang sama Sabi. Yah gila, siapa sih yang mau dijadiin orang ketiga?"

"Eh ... jangan kasar gitu dong ngomongnya."

"Sabina kesel tau!"

"Mungkin Danu emang nggak mau dijodohin makanya dia gitu?"

"Dia bilang gitu sih, tapi kan tetep aja Danu salah, Danu nggak jujur dari awal."

"Danu pasti punya alasan kenapa dia gitu. Kamu udah dengerin penjelasannya dia?"

"Udah jelas dia salah. Apalagi yang hadis didenger sih Ma?!"

"Ya udah ya udah." Mama Sabina diam, ia tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tidak mungkin memaksa putrinya untuk terus bersama Danu meskipun ia yakin Danu begitu mencintai Sabina. Ini masalah keluarga Danu tentu saja wanita itu mengerti Sabina tidak boleh ikut campur di dalamnya, apalagi sampai membuat kekacauan.

"Kalo Danu jodoh kamu, pasti nanti balik lagi," ujar Mama Sabina berusaha menghibur.

"Nggak!"

----

Sesampainya di restoran yang dituju, Danu langsung keluar dari mobil meninggalkan Clara. Cowok itu dengan santai mencari sosok Mama angkatnya. Ia langsung menuju ke meja itu ketika melihat ketiganya berkumpul.

"Malam Om, Tante," sapa Danu berusaha ramah. Namun, ia tidak menyapa Mamanya.

"Danu, kamu udah besar, ya. Mirip banget sama Papa kamu dulu," ujar Mama Clara semringah menyambut jabat tangan Danu.

Dalam hati Danu berdecih.

Mirip dari mananya coba? Jelas-jelas bukan anak kandung.

"Iya, kamu mirip banget sama Surya pas masih muda," sahut Papa Clara dengan tawanya, ia juga menyambut jabat tangan Danu. Danu hanya tersenyum singkat tanpa tertarik sedikitpun pada perkataan kedua orang itu.

"Mana Clara?" tanya Sandra.

"Hai semua, Hallo Tante Sandra apa kabar?" Clara datang dan langsung mencium pipi mama Danu.

"Baik sayang, kamu gimana? Katanya pindah sekolah ke tempat Danu, ya?"

"Iya, Tan. Niatnya mau bikin kejutan."

"Dan berhasil bikin seluruh penghuni sekolah terkejut," sahut Danu dengan nada mencemooh.

Sandra berdeham menyadari sikap putranya yang tidak sopan ia menatap Danu tajam.

"Ayo duduk-duduk, udah lama lho kita nggak kumpul," ujar Mama Clara memecah kecanggungan.

"Iya, udah lama banget rasanya." Clara menimpali.

"Danu, gimana sekolah kamu?"

"Biasa aja, Om. Nggak ada yang spesial," jawab Danu tak acuh.

Sandra mengepalkan kedua tangannya. Namun, ia berusaha menjaga emosinya.

"Danu, kamu udah bawa kan yang Mama titip?"

Dengan malas Danu menyerahkan kotak yang ia taruh di dalam blazer-nya.

"Ini lho jeng, oleh-oleh dari Surabaya. Kemarin waktu saya kesana sengaja beli ini buat jeng Ayu." Sandra menyerahkan kotak berisi kalung emas itu pada Mama Clara.

"Kamu Clara, punya kamu masih di perjalanan. Belum sampai. Nanti tante kirim ke rumah kamu."

"Ah ... Tante repot-repot. Makasi banyak lho."

Dengan malas Danu mendengarkan mereka berceloteh satu sama lain. Ia benar-benar tidak tahan dan ingin pergi. Bahkan setelah makanan mereka datang mereka masih berbicara tentang topik yang Danu tidak mengerti dan tidak ingin Danu mengerti. Sejak tadi ia berusaha mencari celah untuk memulai masalah.

"Danu, kok kamu nggak makan dari tadi? Makanannya nggak enak?" tanya tante Ayu.

"Danu nggak enak badan Tante. Danu pergi, ya?"

Danu berdiri sambil melirik Mamanya yang sudah terlihat kesal dengan dirinya. Dalam hati Danu menyeringai penuh kemenangan.

Sebentar lagi.

"Danu, duduk!" suruh Sandra dengan suara rendah.

Danu menghela napas, "Danu kan udah dateng Ma, udah cukup 'kan? Danu mau pulang sekarang. Danu capek."

"Danu, kamu berani ngelawan Mama?!"

Danu tergelak ringan tanpa rasa bersalah, "Lagian Danu juga nggak setuju sama perjodohan ini. Mama kan udah tau."

Emosi Sandra tak terelakkan, wanita itu berdiri kemudian menampar putranya sangat keras hingga membuat Danu cukup kesakitan. Ini pertama kalinya ia ditampar Mamanya. Semua orang yang ada di sana menoleh kearah mereka. Sementara kedua orang tua Clara cukup syok dengan apa yang baru saja terjadi.

"Kamu ini bikin malu mama, kamu tau?!"

"Danu nggak peduli Ma, bukan Danu yang memulai semua, tapi Mama! Mama maksa Danu, Mama ngerti nggak sih?!"

"Kamu...!"

"Tante udah tante," lerai Clara pada Sandra yang hendak menampar Danu lagi.

Danu tersenyum miring. "Om, Tante ... dan elo Clara, yakin masih mau dijodohin sama gue? Om sama Tante kayaknya harus tau deh kalo sebenarnya Danu itu ... bukan anak kandung dari Nyonya Atmadja yang terhormat ini." Danu tersenyum penuh kemenangan sambil menatap mereka bergantian. Sepertinya misinya berhasil, bagaimana tidak? Ekspresi kedua orang tua Clara benar-benar seperti dugaannya.

"Danu! Ngomong apa kamu?!" seru Sandra yang juga terkejut mengapa putranya bisa tahu rahasia itu.

"Danu bener kan, Ma? Danu cuma anak pungut, jadi mending batalin aja deh perjodohan ini, bisa jadi Danu anak pelacur yang dibuang di jalanan 'kan? Kalian mau punya menantu seperti saya yang nggak jelas asal usulnya?" ucap Danu dengan nada tak acuh. Persetan jika ia dicap sebagai anak tidak tahu sopan santun, lagi pula ia tidak peduli lagi. Ia sudah muak dengan semuanya.

Wajah Sandra merah padam karena kelakuan putranya yang telah mempermalukan dirinya.

"Udah ya, Danu pergi." Danu berlalu begitu saja meninggalkan kebingungan pada siapapun yang ada di sana.

"Danu!" seru Sandra.

Dengan enggan Danu menghentikan langkahnya tanpa menoleh karena ia benar-benar sudah muak.

"Tunggu Mama di rumah!"

"Tunggu-tunggu, jangan pergi," sela Clara.

Danu menoleh ke arah mereka yang kini menatap Clara.

"Pa, Ma, Tante Sandra. Sebenernya Clara juga ga mau dijodohin. Clara nggak mau habisin sisa hidup Clara sama cowok yang nggak cinta sama Clara. Jadi Clara minta untuk menghentikan perjodohan ini," ucap Clara yakin.

Danu tersenyum miring, "Denger sendiri, kan?" Ia mengangkat kedua tangannya ke udara secara dramatis kemudian pergi dari sana dengan segala amarah yang masih ia pendam. Setidaknya ia bersyukur atas keputusan Clara.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Perfect Candy From Valdan
3250      1349     2     
Romance
Masa putih abu-abu adalah masa yang paling tidak bisa terlupakan, benarkah? Ya! Kini El merasakannya sendiri. Bayangan masa SMA yang tenang dan damaiseperti yang ia harapkan tampaknya tak akan terwujud. Ia bertanya-tanya, kesalahan apa yang ia buat hingga ada seorang senior yang terus mengganggunya. Dengan seenaknya menyalahgunakan jabatannya di OSIS, senior itu slalu sukses membuatnya mengucapka...
Varian Lara Gretha
5567      1713     12     
Romance
Gretha harus mempertahankan persahabatannya dengan Noel. Gretha harus berusaha tidak mengacuUhkan ayahnya yang berselingkuh di belakang ibunya. Gretha harus membantu ibunya di bakery untuk menambah biaya hidup. Semua harus dilakukan oleh Gretha, cewek SMA yang jarang sekali berekspresi, tidak memiliki banyak teman, dan selalu mengubah moodnya tanpa disangka-sangka. Yang memberinya semangat setiap...
About us
32092      3098     3     
Romance
Krystal hanya bisa terbengong tak percaya. Ia sungguh tidak dirinya hari ini. CUP~ Benda kenyal nan basah yang mendarat di pipi kanan Krystal itulah yang membuyarkan lamunannya. "kita winner hon" kata Gilang pelan di telinga Krystal. Sedangkan Krystal yang mendengar itu langsung tersenyum senang ke arah Gilang. "gue tau" "aaahh~ senengnya..." kata Gila...
Mengapa Harus Mencinta ??
3690      1191     2     
Romance
Jika kamu memintaku untuk mencintaimu seperti mereka. Maaf, aku tidak bisa. Aku hanyalah seorang yang mampu mencintai dan membahagiakan orang yang aku sayangi dengan caraku sendiri. Gladys menaruh hati kepada sahabat dari kekasihnya yang sudah meninggal tanpa dia sadari kapan rasa itu hadir didalam hatinya. Dia yang masih mencintai kekasihnya, selalu menolak Rafto dengan alasan apapun, namu...
Monday
310      242     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Puisi yang Dititipkan
528      349     2     
Romance
Puisi salah satu sarana menyampaikan perasaan seseorang. Puisi itu indah. Meski perasaan seseorang tersebut terluka, puisi masih saja tetap indah.
My Secret Wedding
3067      692     2     
Romance
Pernikahan yang berakhir bahagia adalah impian semua orang. Tetapi kali ini berbeda dengan pernikahan Nanda dan Endi. Nanda, gadis berusia 18 tahun, baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya. Sedangkan Endi, mahasiswa angkatan terakhir yang tak kunjung lulus karena jurusan yang ia tempuh tidak sesuai dengan nuraninya. Kedua nya sepakat memutuskan menikah sesuai perjodohan orang tua. Masin...
Kamu&Dia
268      210     0     
Short Story
Ku kira judul kisahnya adalah aku dan kamu, tapi nyatanya adalah kamu dan dia.
Closed Heart
1184      664     1     
Romance
Salah satu cerita dari The Broken Series. Ini tentang Salsa yang jatuh cinta pada Bara. Ini tentang Dilla yang tidak menyukai Bara. Bara yang selalu mengejar Salsa. Bara yang selalu ingin memiliki Salsa. Namun, Salsa takut, ia takut memilih jalan yang salah. Cintanya atau kakaknya?
Konfigurasi Hati
557      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.