Read More >>"> DanuSA (Rasa 19) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

Dengan enggan Danu melangkah keluar kamar, dilihatnya sang ibu tengah duduk di ruang bersantai di dekat grand piano menghadap ke arah balkon belakang rumahnya sambil membaca majalah fashion. Perdebatan dengan mamanya semalam masih membuatnya begitu kesal.

Bagaimana bisa dengan begitu egois mamanya memaksa melanjutkan perjodohannya dengan Clara hanya karena jasa keluarga Clara pada keluarganya dulu. Mati-matian ia berusaha membuat alasan untuk meyakinkan sang mama bahwa ia menolak perjodohan itu, ia mengatakan sejak awal ia menerimanya hanya agar sang mama menganggapnya ada, hanya agar mamanya senang. Segala macam cara ia lakukan bahkan ia juga memberitahu mama ketika Clara selingkuh dengan Dirga sahabatnya. Satu hal penting yang mendasari semua, bahwa Danu sudah menemukan bahagiannya yaitu Sabina. Namun, mamanya tidak mau tahu akan hal itu.

Tanpa mengatakan apa pun bahkan berpamitan untuk berangkat sekolah, Danu melangkah ke arah tangga, hingga suara wanita memanggil namanya membuatnya berhenti.

"Nanti malam kita rayain ulang tahun kamu, kita makan malam bersama keluarga Clara," ucap wanita itu tegas tanpa mengalihkan tatapannya dari buku.

Tangan Danu mengepal, ia memejamkan mata sambil menghirup udara lalu mengembuskannya perlahan, mencoba menetralisir amarah yang berderu di dadanya.

"Danu ada janji sama Sabina," ujarnya datar.

"Pokoknya kamu harus datang!"

Danu menatap mamanya dengan sayu, "Ma, bisa nggak sih ngertiin Danu dikit aja. Danu nggak pernah sampai memohon kayak gini sama mama, hargai keputusan Danu ma. Ini hidup Danu, Danu yang berhak milih mau sama siapa," ucap Danu lirih, rasanya ia sudah lelah memikirkan semua, ia lelah dengan hidupnya.

"Nanti Mama kirim alamatnya," ucap wanita itu datar.

Danu memejamkan matanya, rahangnya menegang sementara wajahnya memerah karena amarah. Apapun yang ia katakan tidak pernah didengar mamanya. Ia memilih pergi dari sana. Tidak, ia tidak menyerah ia akan berjuang mendapatkan kebahagiaannya.

"Den, enggak sarapan dulu?" Bi Sumi menunggunya di bibir tangga, suaranya terdengar iba pada tuannya.

"Males," ujar Danu datar dan melenggang begitu saja meninggalkan bi Sumi yang hampir menangis.

Tak ada ucapan selamat ulang tahun seperti yang ia harapkan jutru pertengkaran yang tidak pernah ada habisnya. Setidaknya ucapan selamat ulang tahun dari Sabina semalam membuatnya lebih bersemangat untuk bersekolah.

Danu kembali memasang topengnya senyumnya, lalu melajukan motor ke arah Sabina yang ternyata sudah menunggunya.

"Daritadi nunggu, ya?"

"Nggak, baru kok. Aku punya sesuatu buat kamu."

"Apa?" tanya Danu antusias.

"Taraa, aku bikin sendiri semalem mudah-mudahan kamu suka." Sabina menunjukkan gelang yang ia buat semalam dari bahan tali yang ia punya.

"Aku bikin dua, satu untuk kamu trus satu lagi untuk aku."


Danu menerima gelang berwarna biru itu dengan senyum senang.

"Aku suka, aku bakal pake ini dan nggak bakal pernah ku lepasin."

Sabina merasa senang Danu menyukai pemberiannya.

"Sini aku pakein." Sabina memakaikan gelang itu di tangan kiri Danu setelah itu Danu juga memakaikan gelang yang sama ke tangan Sabina.

"Nggak nyangka kamu romantis juga," gurau Danu.

"Ini baru hadiah pertama, hadiah kedua nanti."

"Sekarang aja kenapa?" bujuk Danu dengan wajah dibuat memelas.

"Nggak, pokoknya nanti. Ayo berangkat."

"Ya deh."

---

Dari kamar Danu, wanita itu memperhatikan putranya yang terlihat begitu bahagia bersama Sabina. Hatinya mencelos, batinnya terluka karena sudah memaksakan kehendaknya.

"Den Danu nggak pernah terlihat sebahagia itu lho Nyah," ujar bi Sumi sembari merapikan kamar tuannya.

Lagi raut wajah wanita itu kembali tegas. Tanpa menoleh ke arah bi Sumi, mama Danu berkata dengan datar.

"ini bukan urusan Bibi."

"Tapi Nyah, den Danu udah banyak menderita. Apa Nyonya bakal terus lanjutin ini? Lagian ini kan baru perjodohan masih bisa dibicarakan lagi."

"Keluarga Clara udah banyak berjasa, bi Sumi tau 'kan gimana terpuruknya saya dulu setelah suami saya meninggal?"

"Nyah, sesuatu yang dipaksakan biasanya tidak pernah berakhir baik."

Cairan bening menetes di pipi wanita cantik itu. Rasanya begitu sesak.

----

Sesampainya di sekolah. Gisel langsung berlari ke arah mereka berdua yang berjalan beriringan.

"Pinjem Sabina bentar." Ia menarik tangan Sabina dan menyeretnya secara terburu-buru hingga membuat gadis itu kebingungan. Seolah tak bisa berkata-kata Sabina menurut begitu saja. Ia sempat melihat Danu yang tertinggal di belakang yang juga ikut kebingungan.

"Kemana?"

"Temenin gue ke kantin, gue laper belum sarapan."

"Iya nggak usah gini juga kali Sel."

Gisel berhenti lalu melepas tangan Sabina, "Maaf, keburu laper soalnya. Ayo bentar lagi bel upacara."

Danu melangkah ke kelasnya, sapaan teman-temannya membuatnya sedikit mengumbar senyum.

"Kusut amat yang lagi ultah? Belum disetrika?" gurau Doni.

"Btw met ultah ya, traktirannya ntar kalo gue udah kerja," ujar Andre dengan senyum tanpa dosanya membuat Danu terkekeh dan mau tak mau meninju pelan lengan kawannya itu. Ia juga melakukan tos pada Galih.

"Lagi ada masalah nih."

"Apa?" tanya ketiganya hampir serentak.

Danu menghela napas sejenak, "Soal Clara."

"Kenapa? Minta balikan?" sahut Doni.

"Lebih parah. Oke, sebelumnya gue nggak pernah cerita sama kalian kalo sebenernya gue sama Clara itu ... dijodohin."

Ketiganya terperanjat secara otomatis mendekatkan diri pada Danu.

"Gila kamu Nu. Sabina tau?" tanya Galih syok, mewakili pertanyaan kedua temannya.

"Shhhh... pelanin dikit suaranya. Itu masalahnya, gue pikir semuanya bakal berakhir kalo gue minta batalin perjodohan itu ke nyokap dengan alasan yang ... kalian tau lah gimana Clara, tapi nyokap gue kekeuh mau lanjutin, sementara lo pada tau kan kalo gue cinta mati sama Sabina. Stres banget gue, gue takut Sabina tau, trus... Argghh." Danu menjambak rambutnya gemas. Dia benar-benar kacau. "Mana ntar malem nyokap maksa makan malem sama keluarga Clara bahas perjodohan. Padahal gue mau pergi sama Sabina. Bisa gila gue lama-lama," lanjutnya.

"Parah lo Nu, nggak adil dong buat Sabina. Kalo dia tau, dia nggak bakal maafin elo, kemungkinan terburuk dia bakal kayak dulu lagi," ujar Galih.

"Itu yang gue takutin. Sekarang gue bingung."

"Trus lo nyerah gitu aja?" tanya Doni.

"Ya enggak lah, gila. Gue nggak bakal ngabisin sisa waktu gue buat cewek yang nggak gue cintai."

"Tapi elo nggak mungkin sembunyiin ini dari Sabina terus-terusan." Andre berkata pelan.

"Gue mau ngomong, tapi gue takut. Gue takut Sabina kecewa sama gue trus ninggalin gue."

Keheningan membentang sejenak, Danu meminjit pelipisnya. Kepalanya terasa sangat sakit mengingat ia tidak tidur semalaman memikirkan masalah ini.

Hingga akhirnya Galih memutuskan bicara. "Gini Nu, saran dari gue. Ada baiknya elo bilang sama Sabina sebelum Sabina tau dari orang lain. Gue yakin Sabina ngerti kalo elo ngomong jujur tentang perasaan elo ke dia itu gimana, apa yang bakal elo lakuin buat pertahanin hubungan kalian. Yakinin dia kalo elo bakal batalin perjodohan itu. Elo nggak bisa bohongi Sabina terus-terusan. Kasian dia, kan?"

"Gue setuju," sahut Andre dan Doni bersamaan.

Danu menghela napas, "Gue bener-bener nggak mau nyakitin Sabina."

-----

"Argh panas banget, ikut gue ke kantin nyari es yuk," pinta Gisel pada Sabina manja setelah upacara selesai.

"Sorry, nggak bisa. Aku ada urusan sama Danu." Sabina menyengir lalu meninggalkan Gisel yang tengah menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya.

Sabina melihat Danu yang sudah duduk di kursinya. Beberala siswa ada di dalam kelas sementara yang lainnya belum kembali.

"Ngelamunin apa, sih?" tanya Sabina sembari duduk di kursinya.

"Eh? Enggak. Capek aja habis upacara."

Sabina tersenyum kemudian ia mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Buat kamu." Ia menyerahkan bungkusan kotak berwarna biru muda lengkap dengan pita biru tua sebagai pemanis.

Danu tersenyum, "Apa ini?"

"Umm..."

"Pak Muji dateng woey," seru salah seorang siswa sebelum Sabina menjawab pertanyaan Danu. Semua siswa memasuki kelas.

"Nanti aja dibuka. Sekarang belajar dulu."

"Nggak boleh sekarang?" bisik Danu sambil sedikit membuka bungkusan itu.

"Selamat pagi, semua," sapa Pak Muji.

"Pagi Pak," jawab seluruh siswa serentak.

Sabina menarik tangan Danu lalu melebarkan matanya, "Pak Muji dateng, ntar disita baru tau rasa," bisiknya.

"Hari ini kita kedatangan murid baru...,"

"Iya-iya nanti, by the way. Makasi banyak, aku seneng banget hari ini," ucap Danu berbisik, mengabaikan guru Geografi paling killer mereka yang tengah berbicara.

Sabina mengangguk sambil tersenyum hingga beberapa temannya yang berbisik tentang siswa baru membuat mereka sadar dan memperhatikan gurunya.

Siswa baru?

"Ayo silakan masuk," panggil Pak muji pada seseorang yang ada di luar kelas.

Danu mengeryit sedetik kemudian rahangnya mengeras dan tubuhnya menegang.

"Clara?" gumamnya hampir tak bersuara.

Ketiga temannya menoleh ke arah Danu khawatir.

Sementara Sabina terlihat santai. Ia tahu jika Clara adalah bagian dari masalalu Danu. Namun, ia tetap percaya jika Danu tidak akan berpaling darinya.

"Nama saya Masayu Clarabella, panggil aja Clara." Gadis itu tampak anggun dengan rambut bergelombangnya membuat Gisel merasa tersaingi pasalnya beberapa cowok berbisik tentang kecantikannya.

"Clara, silakan duduk di bangku kosong di sebelah Doni."

Clara pun segera menuju tempat duduknya ia sempat menyapa Galih dan Andre yang duduk di depannya. Juga Doni yang menjadi teman sebangkunya.

Tatapannya jatuh pada Danu yang enggan melihat kearahnya. Namun, Clara tetap tersenyum. Rencana membuat kejutan Danu di hari ulang tahunnya berhasil, ia juga sempat menatap Sabina sinis.

Di tempatnya, Danu duduk dengan tidak tenang. Tangannya terasa begitu dingin. Sepajang pelajaran ia sama sekali tidak fokus. Ia harus mengatakan semua sekarang pada Sabina sebelum terlambat, tapi mengapa waktunya tidak tepat? Ia benar-benar tidak menyangka jika Clara akan pindah sekolah. Cowok itu melirik gurunya yang tengah menulis di papan tulis.

"Bi, aku mau ngomong," bisiknya.

"Nanti aja pas istirahat, ntar dimarahin pak Muji," jawab Sabina tak kalah pelan.

"Tapi ini penting."

"Nanti aja, bentar lagi juga istirahat."

"Please, Bi," bujuk Danu.

"Danu, Sabina! Jangan pacaran di kelas!" tegur Pak Muji mendengar mereka berbisik.

Seluruh murid menertawakan mereka tapi tidak dengan ketiga sahabat Danu. Mereka mengerti ketakutan Danu.

Sungguh tajam sekali pendengaran guru itu.

Sabina melebarkan matanya kearah Danu karena kesal, ia berdecak. Seumur-umur ia tidak pernah ditegur gurunya.

"Maaf Pak," ucap Sabina pelan.

Sementara Danu semakin gelisah, ia menunggu setiap detiknya. Bersumpah serapah mengapa waktu berjalan begitu lambat.

Hingga akhirnya bel berbunyi dan pak Muji meninggalkan kelas.

"Mau ngomong apa sih serius banget?" tanya Sabina sambil terkekeh.

"Denger, aku mau minta maaf sebelumnya. Aku mau jujur sama kamu, kalo...."

"Danu...!" pekik Clara mendatanginya. Gadis itu langsung merangkul tangan Danu.

"Lepasin!" seru Danu. Sabina melihat hal itu mengernyit heran dan bertanya-tanya.

"Bi, kita bicara diluar!" Danu menarik tangan Sabina namun Sabina enggan beranjak.

"Ayo!" paksa Danu, Sabina menatap Danu curiga, entah apa yang harus ia curigai. Yang jelas ia tidak pernah melihat Danu seperti ini. Ketakutan.

Ketiga teman Danu melihat mereka, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sedangkan Gisel yang juga mendekat merasa kebingungan.

"Eh, Sabina. Masih inget gue, kan?" Gadis itu berkata cukup lantang hingga membuat beberapa siswa yang tersisa di kelas menoleh kearahnya. Gadis itu tersenyum meremehkan. "Kalo lupa, sini kenalan. Gue Clara ... Tunangannya Danu."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Pesona Hujan
944      507     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
My Brother Falling in Love
32621      3199     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Why Joe
1048      545     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
My Reason
598      385     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
Pasha
1100      469     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
After School
1471      855     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Forgetting You
3514      1191     4     
Romance
Karena kamu hidup bersama kenangan, aku menyerah. Karena kenangan akan selalu tinggal dan di kenang. Kepergian Dio membuat luka yang dalam untuk Arya dan Geran. Tidak ada hal lain yang di tinggalkan Dio selain gadis yang di taksirnya. Rasa bersalah Arya dan Geran terhadap Dio di lampiaskan dengan cara menjaga Audrey, gadis yang di sukai Dio.
Nafas Mimpi yang Nyata
227      188     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi
174      127     1     
True Story
Siapakah yang siap dengan sebuah perubahan drastis akibat Virus Corona19? Pandemi akibat virus corona 19 meninggalkan banyak luka dan trauma serta merenggut banyak kebahagiaan orang, termasuk aku. Aku berjuang menemukan kembali makna kebahagiaan. Ku kumpulkan foto-foto lama masa kecilku, ku rangkai menjadi sebuah kisah. Aku menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah pandemi. Kebahagiaan itu ad...
Pupus
385      246     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.