Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dua Sisi
MENU
About Us  

Maaf untuk aku yang membiarkanmu terluka.

-Dua Sisi-

Chandra yang baru saja datang ke sebuah studio tempat dimana ada sebuah pemotretan iklan langsung disambut baik oleh semua staff yang berada disana. Semua orang disana mengenalnya sebagai seorang atlet yang tengah hangat jadi perbincangan. Seseorang yang waktu itu memberikan kartu nama pada Chandra, menyambut pemuda itu dengan suka cita.

"Terima kasih karena mau bekerjasama dengan kami. Kamu telah melakukan keputusan yang benar."

Chandra menyaut dengan senyum seadanya.

"Ya sudah, mari saya antar ke kamar ganti."

Chandra mengangguk, namun belum sempat melangkah seseorang datang mengintrupsi.

"Lho, mantan?"

Chandra berdecak, dia tau siapa seseorang yang secara terang-terangan memanggilnya dengan sebutan 'mantan'. Hanya ada satu pelaku.

"Wah, kalian pernah punya hubungan?"

Jiyo tersenyum bangga, "ya gitu. Chandra harusnya bangga pernah pacaran sama saya,"guyon gadis itu.

"Engga kebalik nih?"sahut Chandra.

"Ya 'kan gue susah dimiliki."

Chandra berdecak, tak habis pikir dengan sikap Jiyo. Gadis itu memang mudah bergaul dan walaupun mereka sempat berjarak sejak putus nyatanya gadis itu tak canggung. Justru menganggap seolah tak pernah terjadi sesuatu kemudian bersikap sok akrab.

"Tapi tetep lo kepincut sama gue. Mana yang katanya susah dimiliki? Sama gue aja luluh,"sahut Chandra. Sekat canggung yang sempat hadir mulai mengikis berkat sikap Jiyo yang terbuka. Menganggap masa lalu hanya bagian dari perjalanan hidup yang tak perlu diratapi lagi.

Jiyo menjetikkan jarinya, "iya juga ya. Kok gue bego ya dulu luluh sama gombalan lo?"

"Sampe sekarang pun tetep bego."

Bukannya kesal akan ucapan Chandra. Jiyo justru tertawa. Dia tau Chandra bercanda. Jiyo senang tak ada lagi dinding es diantara mereka. Karena sesungguhnya Jiyo tak suka kecanggungan. Dia ingin yang menjauh untuk mendekat dan dekat semakin dekat. Membangun hubungan bernamakan teman apa salahnya. Dia tak suka mencari musuh.

"Maaf, nona Jiyo model cantik kita. Pinjam mantannya sebentar ya,"Amir-pria paruh baya yang memberikan kartu nama pada Chandra- mulai membuka suara, cukup sudah mereka bernostalgia.

Jiyo tersenyum lebar, "sure, i don't need him again because he has become my ex."

Chandra memutar bola matanya malas.

"Chandra, kamu bisa pakai ruangan sebelah sana,"tunjuk Amir pada sebuah ruangan dengan pintu bercat putih.

Chandra mengangguk, ketika dia hendak melangkah. Lagi. Langkahnya terinterupsi. Chandra berbalik malas.

"Apa lagi?"

"Nanti bisa anter gue? Mobil gue masuk bengkel."

Chandra mengangkat sebelah tangannya, "okeh,"lantas dia berjalan menuju ruangan yang ditunjuk Amir.

"Kalian keliatan cocok. Kenapa bisa putus?"tanya Amir.

Jiyo mengedikkan bahu, "because we have many differences."

***

"Nih,"Rose menyerahkan helm yang baru dia pakai dengan gerakan malas kepada Jasper.

"Lemes bener kakak gue, heran deh."

Rose berdecak, lantas kembali menggerak-gerakkan tangannya karena Jasper yang tak kunjung mengambil helm yang dia ulurkan.

"Jangan banyak pikiran, teh. Bang Chandra mungkin lagi sibuk sama turnamennya jadi engga bisa anter. Positive thinking, my sister! "

Rose mengangguk. Moodnya sedang tidak baik hari ini. Salahkan saja Chandra, sejak kemarin sulit dihubungi. Dan sekali muncul, Chandra hanya mengiriminya pesan berisi permintaan maaf karena tidak bisa mengantarnya berangkat ke kampus. Tanpa kata sayang, tanpa basa-basi seperti ucapan selamat pagi yang biasa Chandra lakukan setiap menelpon atau memberi pesan. Dan tanpa bercerita apapun. Termasuk insiden Johan. Rose belum tau cerita lengkapnya versi Chandra.

"Idih, mukanya kok ditekuk mulu sih, teh. Tuh, tuhkan jadi makin jelek 'kan? Masa adeknya udah seganteng ini tapi kakaknya kucel begitu,"ucap Jasper mencoba menghibur.

"Jas, sebelum sepatu melayang kena kepala mending pulang aja sih,"kesal Rose.

Jasper mengiyakan. Namun sebelum benar pergi menaiki motor besarnya. Diacaknya rambut sang kakak sampai suara protesan terdengar menyambangi telinganya. Jasper terkekeh.

"Dah, teh oceku yang kucel."

"Jasper!"

Motor besar yang dinaiki Jasper lantas melaju pergi sebelum sebuah sepatu melayang mengenainya.

Tepat setelah motor Jasper pergi, mata coklat Rose tak sengaja melihat sesuatu yang membuat netranya memanas. Darahnya tampak berdesir. Moodnya yang buruk semakin buruk. Dan sekuat tenaga Rose menahan desakan pada pelupuk matanya yang mulai berair.

Rose tak sengaja melihat pemandangan yang amat membuat hatinya berdenyut sakit.

Chandra baru saja lewat bersama...


 

..mantannya.

Mengendarai motor melewati Rose yang berdiri mematung di depan pintu masuk.

Rose jelas kecewa. Kecewa karena Chandra telah mengingkari janjinya.

Lagi-lagi Chandra membuatnya kecewa.

"Chan, kamu bohong. Kamu bilang cuma aku yang boleh duduk di jok belakang Rosemary nyatanya kamu membawa cewek lain."

***

"Selamat siang wahai para calon tenaga medis! Yuhuuu! Spada!"dengan tak tau malunya Lisa datang ke kantin fakultas keperawatan yang kebetulan dekat dengan gedung milik kedokteran beserta teriakan memalukannya. Memecah kedamaian kantin dengan suara cempreng gadis calon teknisi itu.

Rose tak bergeming. Duduk termenung dengan tatapan kosong. Sedari tadi tangan gadis itu memegangi perut menahan lilitan rasa nyeri yang menyerang tanpa ampun. Sedang di sebrangnya ada Namira, si calon dokter. Berpaling dari buku tebalnya hanya karena teriakan memalukan Lisa.

"Dateng-dateng tanpa buat kehebohan bisa engga?"tanya Namira.

Lisa menyengir,"duh, tentram bener ya disini. Kalau kantin anak teknik mah berisik. Rusuh sana-sini. Pokoknya beda jauh deh,"ucap gadis berponi itu kemudian duduk di sebelah Rose.

"Rose,"panggil Namira karena merasa Rose sedari tadi diam.

"Rose, Roseanne!"

Setelah dapat tepukan di bahu lantas Rose tersadar.

"Anjir! Lo kenapa oce? Muka lo kok pucet? Sakit ya?"ucap Lisa khawatir.

Rose tak menjawab, hanya meringis sambil menahan sakit yang makin menjadi pada perutnya.

"Magh lo kambuh?"duga Namira.

Rose mengangguk, "PMS juga."

"Eh, anjir! Itu sih sakitnya jadi double-double!"sudah dapat ditebak suara siapa itu. Jelas bukan Namira yang selalu bersikap tenang.

"Mending lo ijin aja deh, Rose."

Lisa mengangguk, setuju dengan usul Namira.

"Jangan ngeyel, gue tau lo engga mau ketinggalan materi. Tapi ijin sehari apa salahnya sih, Rose? Engga buat lo bego kok,"tutur Lisa mengintrupsi Rose yang hendak buka suara.

"Tapi gue engga mau pulang ke rumah,"ucap Rose sambil menggigit bibir bawahnya.

"Terus lo mau kemana?"

Rose mengedikkan bahu. Tak tau mau kemana.

"Lis, sakit Lis, rasanya sakit banget."

"Ya makanya dari itu lo ha-EH kok malah nangis?!"

"Sakit banget ya?"tanya Namira khawatir.

Rose mengangguk tak sanggup buka suara. Sebenarnya dia menangis bukan hanya karena sakit pada perutnya tapi juga pada hatinya. Hatinya sakit, teramat sakit.

"Gue engga kuat. Rasanya sakit banget,"ucapnya disela tangis.

"Rasanya sakit sama sesak jadi satu, gue engga kuat,"tangis Rose mengencang. Membuat sebagian meliriknya penasaran. Sedang Lisa dan Namira makin dirundung kekhawatiran.

"Ke kosan gue aja hayuhlah. Istirahat disana,"tawar Lisa.

"Iya, lo ijin aja. Sekarang kesehatan lo yang paling penting,"tambah Namira.

Rose hanya mampu mengangguk. Dia sudah lelah. Lelah pikiran dan juga hati.

***

"Rose."

Rose masih terpejam kala suara berat seseorang yang terus berada dalam pikiran gadis itu terdengar oleh indera telinganya. Setelah itu, Rose merasa ada yang mengusap-usap kepalanya lembut.

"Rose, maaf."

Rose sepenuhnya sadar, matanya terbuka sempurna disambut manik hitam milik pemuda beralis pitak. Mata itu tampak menatapnya teduh. Tatapan yang selalu membuat Rose candu. Seketika sesak itu datang lagi. Matanya memanas.

"Rose, masih sakit perutnya? Mau ke dokter a-"

Rose mendekap erat Chandra. Dia terlalu rindu sampai melupakan rasa kecewanya.

"Chandra."

"Ini mimpi atau nyata? Kalau mimpi, biar gini aja. Aku rindu."

Dia pikir sedang bermimpi karena tidak mungkin Chandra akan datang. Jadi dia mendekap erat. Seolah tak akan bisa memeluk tubuh tegap itu lagi.

"Kamu kemana aja? Kenapa engga ngasih kabar?"

Dan tangis gadis itu pecah lagi.

Chandra mengusap punggung Rose yang bergetar karena tangis. Jujur dia tidak tega melihat Rose yang terpuruk seperti ini.

"Rose, maaf."

"Engga papa, Chandra. Aku engga papa,"balas Rose tapi masih dengan suara isakan walau tak sekencang tadi.

Seketika hati Chandra terasa perih. Tak kuasa mendengar suara tangis Rose apalagi gadis itu mengatakan baik-baik saja. Jelas Chandra tau jika Rose sedang tidak baik-baik saja.

"Aku baik-baik aja, Chan. Jangan minta maaf terus. Eum, Benarkan aku ini baik-baik aja?"

Rose, tolong berhenti mengatakan kamu baik.

Chandra diam. Suaranya tak sampai untuk mengutarakan isi hatinya. Ada cekat dalam kerongkongannya hingga hanya diam yang mampu dia lakukan.

"Chan, setelah dia kembali. Apa rasa yang dulu juga kembali lagi?"Rose kembali bula suara.

Chandra terkesiap. Rose tau?

"Chan, aku berusaha engga cemburu tapi nyatanya susah. "

"Maaf."

"Kenapa kamu daritadi minta maaf terus?"

Karena telah melanggar janjiku dengan ayah kamu. Aku sudah membuat kamu terluka.

Chandra melepas pelukan, dihapusnya jejak airmata di pipi Rose. Dia lantas kembali menghusap lembut surai legam milik Rose.

"Maaf karena engga ngasih kabar ke kamu. Janji engga akan begitu lagi."

"Janji?"

Chandra mengangguk walau sedikit ragu.

Chan, kenapa kamu terus mengumbar janji jika nyatanya kamu tidak menepati janji-janji itu?

"Nih, teh anget. Di minum ya. Kenapa bisa kumat sih? Lisa lagi cari bubur ayam buat kamu, aku tau kalau lagi kumat kamu pasti minta makan pake bubur."

Rose menerima gelas berisi teh hangat itu, diminumnya setegukkan.

"Lupa ternyata dari semalem belum makan,"jawabnya sambil menyengir. Merasa bersalah karena mengabaikan kesehatannya sendiri.

Chandra mendesis, "tuhkan. Kebiasaan."

Ini semua juga karena kamu. Aku mikirin kamu semaleman tau. Gumam Rose di dalam hati.

"Masih sakit?"

Rose mengangguk.

"Ya udah, abis makan bubur jangan lupa minum obat ya?"

Rose mengangguk lagi membuat Chandra tersenyum karena gemas. Sedang sakit saja Rose tetap menggemaskan.

"Tidur lagi gih. Lumayan sambil nunggu buburnya dateng."

Rose kembali berbaring. Dia lantas memejamkan matanya sedang Chandra kembali mengusap-usap kepala Rose sambil bersenandung. Menyenandungkan lagu penghantar tidur.

***

"Oce, ocean. Bangun."

Rose mengerjapkan matanya beberapa kali. Sosok Chandra kini digantikan oleh Lisa yang berdiri sambil memegang semangkuk bubur.

"Ternyata memang mimpi ya,"gumamnya.

"Hah? Lo ngomong apa?"

"Ah bukan apa-apa kok."

Lisa mengangguk paham.

"Nih makan dulu. Biar kuat menjalani kenyataan."

Rose diam menatap penuh selidik.

"Gue tau bukan cuma perut lo yang sakit. Nyatanya hati lo juga lebih sakit."

"Lis."

"Iya sama-sama,"sahut Lisa menyengir.

Rose mencibir tanpa suara.

"Udah buruan dimakan keburu dingin. Entar jadi engga enak."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
REASON
9379      2272     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
ADITYA DAN RA
18792      3115     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Popo Radio
11061      2130     20     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.
Mars
1158      630     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
SATU FRASA
15577      3294     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
Meet You After Wound
264      221     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
Strange and Beautiful
4720      1297     4     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
AraBella [COMPLETED]
36808      3649     13     
Mystery
Mengapa hidupku seperti ini, dibenci oleh orang terdekatku sendiri? Ara, seorang gadis berusia 14 tahun yang mengalami kelas akselerasi sebanyak dua kali oleh kedua orangtuanya dan adik kembarnya sendiri, Bella. Entah apa sebabnya, dia tidak tahu. Rasa penasaran selalu mnghampirinya. Suatu hari, saat dia sedang dihukum membersihkan gudang, dia menemukan sebuah hal mengejutkan. Dia dan sahabat...
unREDAMANCY
8250      1956     6     
Romance
Bagi Ran, Dai adalah semestanya. Ran menyukai Dai. Ran ingin Dai tahu. Simple. Celakanya, waktu tak pernah berpihak pada Ran. Ini membingungkan. Ran tak pernah berpikir akan mengalami cinta sendirian begini. Semacam ingin bersama tapi dianya nggak cinta. Semacam ingin memaksa tapi nggak punya kuasa. Semacam terluka tapi ingin melihatnya bahagia. Ini yang namanya bunuh dir...
Arion
1134      646     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...