Wahai semesta. Pantaskah rasa cemburu ini hadir untuknya yang sudah tak lagi digenggaman tangan?
-Dua Sisi-
Januar, Bambang dan Yogi duduk melingkar di taman fakultasnya. Tak biasanya trio gamers itu berada disana karena markas mereka jika tidak di kantin maka mereka bisa ditemukan di warkop dekat kampus atau di tempat kos Bambang untuk mabar game.
"Coba nih cari dua orang yang kalian kenal disini,"Januar melempar sebuah majalah olahraga terbitan terbaru.
"Kalo ketemu lo mau kasih apaan hah?"sahut Yogi.
"Jawaban kuis pak Danang."
"Anjir, gue sama lo kan beda jurusan. Taik lo!"kesal Yogi.
Januar nyengir kuda. Sedang Bambang tampak serius membolak-balikan majalah.
"Kalo gue berhasil, traktir gue seblak bu Inem ya?"seru Bambang.
Yogi melirik Bambang, awalnya dia acuh dan tak mau mengikuti perintah Januar tapi setelah mendengar perkataan Bambang. Pemuda itu dengan cepat merapat dan ikut melihat isi majalah. Pendiriannya goyah karena sebuah seblak.
"Itu sih gue juga mau,"ucapnya kemudian.
"Ck. Iya deh,"jawab Januar.
"Plus thai tea, deal?"ucap Bambang lagi penuh semangat.
Januar menoyor kepala Bambang dengan semena-mena.
"Monyet lo! Ngeselin ye si Bachtiar. Lo mau bikin gue tekor?"
Bambang tak peduli. Tak marah juga. Dia tetap fokus mencari.
"Ketemu!! Weh weh.. wagelaseh.. ini beneran si Chandra? Chandra yang alisnya pitak sebelah? Si hiu jenius? Eh.. eh kok sama bidadari gue?"heboh Bambang sambil menunjuk-nunjuk salah satu halaman majalah. Yogi yang penasaran itupun mengambil majalah ditangan Bambang.
"Eh iya bener? Eh anying! Mana mau Jiyo jadi bidadari lo? Ngaca nyet!"ucap Yogi.
"Waduh.. si telek jadi model majalah kok engga cerita ke kita-kita ya?"ucap Bambang. Tangannya meraih majalah di tangan Yogi dan kembali melihat-lihat majalah. Takut penglihatannya salah.
"Lah iya bener. Sial kita dia anggep apaan. Udah gitu dia pemotretan bareng mantan lagi. Kan kalo cilok berabe."
Januar kesal. Ditoyornya kepala Yogi.
"Cinlok bego bukan cilok! Pikiran lo makanan mulu ya, heran. Lagian kalo balikan sama mantan itu namanya clbk bukan cinlok, pinter!"
Sementara itu, Bambang tertawa puas di atas penderitaan temannya.
"Buahaha cilok, haha.. lo kira cilok priangan,"tawanya. Receh memang oknum berinisial double B itu.
"Kita harus introgasi si telek satu ini, pantesan aja beberapa hari ini dia deket sama mantannya. Ternyata oh ternyata."
"Siapa yang lagi deket sama mantannya?"tanya seseorang yang tiba-tiba datang dan ikut menimbrung.
"Itu lho si pitak,"jawab Januar.
"Oh, Chandra?"
"Iya, siapa lagi disini yang alisnya pitak yang sok-sokan kayak preman kalau bukan lho-ROSE!"kaget Januar setelah sadar siapa seseorang yang tiba-tiba menimbrung obrolan mereka. Bahkan bukan hanya Januar tapi Bambang dan Yogi tak kalah terkejutnya. Dengan gerak reflek, Yogi meraih majalah dan menyembunyikannya.
"Lo ngumpetin apaan, Gi?"tanya Rose.
Yogi menggeleng.
"Apaan?"
Pemuda itu kembali menggeleng, "bukan apa-apa."
"Siniin. Gue mau liat."
"Ja-jangan. Ini tuh majalah dewasanya si Januar. Lo engga boleh liat,"jawabnya terbata. Merasa namanya dibawa-bawa. Januar menatap tajam kearah Yogi.
"Nah dapet!"tiba-tiba dari arah belakang. Lisa datang dan merebut majalah yang disembunyikan oleh Yogi.
"Heh anak kutu, kembaliin majalahnya!"ucap Bambang.
"Jangan dibuka!"larang Yogi.
"Jangan diliat!"timpal Januar.
Tapi sayang, Lisa sudah terlanjur membukanya tepat dihalaman yang terdapat foto Chandra dan Jiyo yang menjadi modelnya.
"Lis, kok lo diem?"heran Rose. Karena penasaran Rose merebut majalah dari tangan Losa.
"Eh-"ucap Lisa yang tak berhasil mempertahankan majalahnya.
"Oh kalian tuh ngeributin ini toh."
"Eh?"
Trio gamers plus Lisa kompak saling menatap dengan wajah tak percaya sekaligus heran.
"Gitu doang?"ucap Lisa.
"Reaksi lo gitu doang?"ulangnya. Dia pikir Rose akan meledak seperti Rose yang biasanya. Tapi reaksi gadis itu terlampau biasa. Padahal Lisa pikir Rose akan cemburu.
"Lo engga cemburu?"tanya Lisa hati-hati.
Alih-alih menjawab lebih dulu. Rose justru tersenyum lalu mengembalikan majalah itu kepada Yogi.
"Emangnya gue masih berhak cemburu ya?"tanyanya sambil tersenyum kecut.
"Rose,"panggil Lisa iba.
*
Rose menerima pesanan buket bunga yang dia pesan via online. Sekarang ini dia ada di tempat kos Lisa minus Namira yang hari itu ada mata kuliah hingga sore.
"Lo mesen bunga buat apaan deh?"tanya Lisa penasaran.
"Ada deh. Lo mau ikut engga?"jawab Rose sok misterius.
Lisa berdecak, "kemana sih?"
"Turnamen renang."
Lisa berdecak lantas berlanjut menggelengkan kepalanya.
"Lo mau nebar bunga di kolam renang atau mau nebar luka?"tanyanya sarkatis, "lagian tadi aja sok-sokan bilang engga cemburu. Halah."
Rose memasang wajah datar. Diraihnya tas diatas kasur.
"Kalau engga niat nemenin engga usah ngeledek."
"Yee.. kok marah? Heh Roseanne, Rose. Ck. Iya deh gue ikut. Gue takut lo oleng engga ada pegangan saking engga kuatnya,"jelas Lisa.
Rose berdecak lantas kembali duduk dikasur, menunggu Lisa bersiap.
"Ledekin gue aja terus sampe pipis Bambang lurus,"kesal Rose.
"Lagian kemaren, gue sama Chandra masih sempet video call,"cerita Rose.
Lisa yang baru saja mau mengoles lipcreamnya jadi tertunda, dia menoleh dengan wajah terkejut.
"Demi apa lo?"
"Seriusan. Semalam gue engga bisa tidur dan dia nyanyiin gue sampai gue bisa tidur."
"Eh anjir!"
"Biasa aja dong kagetnya engga usah muncrat!"kesal Rose karena ludah Lisa sukses mendarat di wajahnya. Jorok.
"Duh, gue lupa lo kan ditinggal sendirian."
"Kok lo tau gue di rumah sendirian?"tanya Rose curiga.
Lisa diam. Dia mati gaya. Dia telah salah bicara.
"Yuk cabut! Gue udah selesai nih!"ajak Lisa.
*
Chandra puas ketika pertandingan pertamanya tak sesulit dia kira. Setelah melewati babak seleksi, Chandra berhasil masuk final dan menjadi unggulan untuk pertandingan hari itu. Babak finalpun segera dimulai. Satu per satu atlet memasuki arena termasuk Chandra yang berada di jalur keempat. Ketika bersiap, Chandra tak sengaja menangkap sosok Rose yang baru saja datang bersama Lisa. Tiba-tiba senyumnya merekah. Kobaran semangat muncul begitu saja padahal ketika babak penyisihan saja dia sudah ogah-ogahan walau tetap finish diurutan pertama.
"Badan Chandra tambah bagus ya? Roti sobeknya menggoda iman,"ucap Lisa.
Rose melirik Lisa dan perempuan itu bereaksi cepat, "eh.. tenang aja gue engga bakal naksir dia kok,"ucap Lisa lagi diakhiri cengiran.
Rose mendengus. Sekentara itukah sikap cemburunya ya? Bohong jika Rose bilang dia tidak cemburu. Sebenarnya Rose sangat cemburu. Apalagi Chandra melakukan pemotretan bersama mantan pacar pemuda itu dengan pose yang cukup intens. Jelas dia cemburu. Tapi dia cukup tau diri. Dia bukan siapa-siapa Chandra lagi.
Pritt!
Pertandinganpun dimulai. Hari ini akan berlangsung kompetisi renang jarak 100 dan 200 meter gaya bebas putra dan putri. Untuk pertandingan yang lain akan tetap diadakan di hari lain. Persis seperti yang diharapkan. Si hiu jenius melesat cepat bak roket di dalam air. Jaraknya bahkan cukup jauh dari lawannya yang berada di tempat kedua.
Tanpa sadar Rose berjingkrak heboh sambil meneriaki nama Chandra. Hal yang selalu dia lakukan ketika menonton pertandingan pemuda itu.
"Yuhuu!! Yeah!"
Chandra meninju air kolam ketika sadar dirinya berada ditempat pertama. Senyumnya makin merekah melihat Rose tampak begitu bahagia karena dirinya yang berhasil menempati tempat pertama.
"Chandra, ngeliatin elo,"bisik Lisa membuat Rose berhenti berjingkrak heboh.
Rose diam terpaku. Sama halnya dengan Chandra yang fokus menatap Rose. Ingin rasanya Rose berkata rindu. Ingin rasanya Rose berlari menemui Chandra, memeluk dan mengucapkan selamat.
"Katanya mau ketemu. Gih susulin, gue nungguin lo di depan aja, bye,"ucap Lisa lantas bergegas pergi bahkan sebelum Rose sempat mengangguk.
*
"Chandraaaa!"
Untung saja Chandra telah memakai baju walau rambutnya masih setengah basah. Dia pikir yang meneriaki namanya barusan itu Rose. Dia sudah ingin melambung tinggi saja namun nyatanya itu hanya sebatas khayalan. Karena bukan Rose yang memanggil namanya.
"Jiyo."
"Kok lo kayak engga seneng gitu liat gue?"
"Perasaan lo aja kali."
Jiyo mengedikkan bahu memilih tak memusingkannya.
"Btw, selamat ya hiu jenius!"
Tanpa aba-aba Jiyo langsung menubrukan dirinya pada Chandra. Memeluk pemuda itu erat.
"Wah.. kayaknya udah lama banget gue engga liat lo tanding,"jelas Jiyo sambil melepas pelukan.
"Dan sekarang gue bisa liat lagi. Gue seneng banget!"
Chandra terkejut. Jiyo kembali memeluknya.
Buset. Tenaganya kuat bener.
"Buset. Lo makan apa sih? Tenaga lo kuat banget,"ucap Chandra sambil tertawa, "model tuh harusnya tinggi kerempeng kayak lidi ini malah mirip buldoser."
"Gitu ya lo! Udah gue belain dateng kayak apa yang lo mau juga."
Tanpa mereka berdua sadari, Rose mengintip dibalik dinding. Rencananya yang ingin datang memberi ucapan selamat pupus begitu saja. Dia pikir masih ada harapan baru. Nyatanya harapan itu adalah semu belaka. Kini bukan Rose lagi orang yang Chandra tunggu. Kini bukan Rose lagi seseorang yang paling diharapkan Chandra. Sekarang dia paham. Mungkin ini waktunya untuk Rose benar-benar melepaskan.
Rose memilih untuk tak berada disana lebih lama. Tak ingin api cemburu makin menggerayangi hatinya.
"Lho Rose? Wah udah lama kita engga ketemu, iyakan?"
Kevin datang dengan setelah baju tim renang.
"Habis ketemu Chandra ya?"tebak pemuda itu.
"Engga."
"Lho kok-"
"Engga jadi. Karena udah ada orang lain yang gantiin gue. Nih buat lo aja. Kalo engga suka. Buang aja engga papa kok,"ketus Rose lalu bergegas melangkah pergi setelah memberikan buket bunga kepada Kevin tanpa sempat pemuda itu membalas.
"Lah lagi mode maung ya?"
Tak lama. Barulah Kevin menyadari sebab musabab Rose berubah semenyeramkan tadi.
"Pantes aja ya. Lagi berduaan sama mantan toh. Serasa dunia milik berdua ya bro,"sindir Kevin lantas melempar buket pemberian Rose pada Chandra, "nih buat lo taik kuda!"
"Anjir. Monyet ya lo taik!"
"Apaan nih?"
"Bunga lah. Mata lo engga buta kan?"balas Kevin ketus.
"Gue nanya baik-baik ya telek,"ucap Chandra yang ikut kesal juga melihat tingkah Kevin yang aneh.
"Eh, eum. Chan. Gue duluan ya. Masih ada kerjaan,"pamit Jiyo.
"Kok cepet?"
"Iya. Kan tadi gue bilang ada kerjaan."
"Iya. Bagus. Pulang aja sana. Daripada memicu percikan api cemburu yekan?"timbrung Kevin.
Chandra menatap Kevin, "lo tuh kenapa sih Vin? Sensi amat perasaan."
"Eum. Gue duluan,"merasa hawa disana memanas. Jiyo memilih pergi apalagi setelah mendapat tatapan tak suka dari teman Chandra yang dulu pernah bertemu tapi dia lupa nama.
"Lo kenapa sih Kevin? Jangan bilang lo lagi PMS?"ucap Chandra sambil menepuk bahu Kevin tapi Kevin justru menepis tangan Chandra, "anjir. Beneran PMS lo ya?"
Kevin mendengus. "Taik ledig. Kagaklah. Gue tuh disini cuma mau jadi team Chandra rujuk sama pacar bukan team Chandra balikan sama mantan."
"Apaan sih maksud lho? Terus lagi ini kenapa lo ngasih gue bunga?"
Kevin mengedikkan bahu.
"Jangan-jangan.."
Kevin diam. Memilih menunggu ucapan Chandra.
"..lo suka gue ya?"
"Eek kucing lo!"saking kesalnya Kevin melempar Chandra dengan handuknya yang basah.
Chandra tertawa. Puas dengan wajah bete Kevin.
"Btw, lo liat Rose engga? Tadi sih gue liat dia duduk di kursi stadium. Gue pikir dia bakal datengin gue,"ucap Chandra sedih.
Kevin menghela, "sebenernya lo itu masih sayang sama Rose apa lo udah berpaling sama mantan lo pas SMA yang sekarang jadi model itu sih?"
"Sial. Engga usah lo perjelas gitu dong. Nyet,"Chandra duduk di kursi diikuti Kevin.
"Jawab dong. Gue penasaran nih."
Chandra diam. Memilih menatap buket bunga yang belum dia tau siapa pengirimnya.
"Rose lah. Sampai kapanpun engga ada cewek lain yang bisa ganti nama dia di hati gue."
"Oh. Bagus deh."
Chandra menemukan sticky notes di buket bunganya.
Untuk kasih yang tak lagi digenggaman.
Bila semesta berbaik hati. Mungkin saja dua hati yang berpisah itu bisa kembali dipersatukan. Jika tidak. Mungkin saja itu yang terbaik.
Terkadang. Aku ingin mengatakan rindu. Tapi aku siapa?
Untuk Chandra Birendra Putra, terima kasih untuk segalanya.
Dari Roseanne.
"Semoga lo nepatin janji lo. Btw itu dari orang yang lo bilang akan selalu di hati lo. Dan makasih udah kasih luka baru buat dia. Dia kayaknya engga sengaja liat lo berduaan sama Jiyo."
Chandra terdiam. Dia meremas kuat kertas itu.
Dia kembali menuai luka untuk perawat hatinya.