Sejak hari dimana Windi memberi Dhilla saran yang mampu membuat Dhilla tenang, besoknya Windi mengucapkan hal yang tak pernah Dhilla bayangkan sebelumnya. Dhilla selalu mengingat hari itu, hari dimana Dhilla kehilangan Windi yang tiba tiba pindah ke Bali.
Flashback on
“Kamu tau Co, kamu benar, dimanakah letak perubahan yang telah terjadi dalam diri kita? Kamu diam karena masalah yang enggan kamu ceritakan, berbeda dengan aku yang selalu ingin menceritakannya. Tapi kemarin kamu terus diam, aku bingung sama siapa lagi aku harus cerita? Co, diam diam orangtuaku berpisah tanpa sepengetahuan aku dan kakakku. Seminggu sebelum kamu cerita semua masalah kamu, ibu mengajak aku dan kak Vivi untuk pindah ke Bali, bahkan kemarin ibu sudah mengurus surat pindah aku”
“Kenapa tiba tiba? Kenapa kamu gak cerita Wu?!”
“Bagaimana bisa aku cerita sama kamu yang juga punya masalah Co?”
“Terus sekarang gimana? Kapan kamu pindah? Pulang sekolah nanti aku mau tanya ibu kamu”
“Hari ini aku pindah, istirahat nanti ibuku akan datang dan aku berangkat ke Bali”
“Hijrah, kamu bilang kita harus terus belajar hijrah bareng. Tapi kenapa justru kamu yang pergi? Terus aku gimana?”
“Coco sahabat terbaik, yang selalu dengerin semua masalah, Coco pasti bisa sendirian, harus yakin”
“Wuwu harus janji setiap liburan kita harus ketemu, kabarin aku, jangan pernah lupa sama aku”
“Mana mungkin aku lupain kamu Co, tapi untuk kabarin kamu aku gak bisa janji.”
“Jangan gitu Wuwu! Harus janji pokoknya!”
“Gak bisa janji! Dan Coco jangan bosen untuk selalu berdo’a semoga kita selalu menjadi sahabat dan Allah ridhai persahabatan kita”
Flashback off
Tiap kali mengingatnya, Dhilla selalu merutuki kebodohannya karena larut dalam kesedihan sampai melupakan Windi yang ingin bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Sejak saat itu juga, Windi tidak sekalipun mengirim pesan. Bahkan semua akun social media Windi tidak bisa Dhilla temukan.
‘Wuwu lagi apa ya? Semoga Wuwu selal sehat di sana’ Dhilla selalu mengucapkan hal itu dalam hatinya. Setiap kali bel istirahat berbunyi, Dhilla seakan mendengar suara Windi yang memanggilnya untuk ke perpustakaan atau ke kantin. Kini, Dhilla hanya bisa memperhatikan kelas Windi yakni kelas XI Farmasi1, dalam hati ia berharap Windi tiba tiba keluar dari sana dan mengajaknya ke perpustakaan. Tapi, semua itu hanya harapan Dhilla.
Dhilla tetap memperbaiki dirinya sebisa mungkin, Dhilla tetap menjadi dirinya. Tapi setiap istirahat Dhilla selalu pergi ke perpustakaan. Tanpa sepengetahuan Dhilla Rio memperhatikannya, Rio terkadang mengikuti Dhilla ke perpustakaan. Rio hanya memastikan perpustakaan tidak sepi setelah itu pergi ke kantin menemui temannya, karena jika sepi Rio berfikir Dhilla akan menangis, pria itu tau Dhilla mudah menangis. Namun kali ini Rio cukup terkejut, melihat Dhilla yang tengah berbincang akrab dengan siswi yang nampak familiar bagi Rio dan siswi itu ternyata satu jurusan dengan Rio.
Siswi itu bernama Riska, Rio tidak satu kelas dengan Riska. Namun, siapa yang tidak mengetahui Riska si anak k-pop dari jurusan Analis? Kini, Rio khawatir dengan Dhilla yang terlihat akrab dengan Riska. Pria itu memutuskan untuk bertanya lebih lanjut pada Dhilla nanti. Rio langsung pergi ke kantin untuk menemui teman temannya.
Sedangkan di perpustakaan, Dhilla terlihat antusias berbincang dengan Riska, dan waktu istirahat pun selesai tanpa digunakan untuk membaca buku di perpustakaan, begitupun di jam istirahat kedua, padahal niat awal Dhilla adalah untuk membaca buku, namun gadis itu tak menyadari bahwa dirinya dari tadi bahkan tidak melihat judul buku yang ia bawa dari rak perpustakaan tadi.
Semuanya berjalan sebagaimana semestinya, Dhilla fokus dengan materi yang guru nya sampaikan. Namun ketika pergantian pelajaran fisika yang ditempatkan di jam terakhir membuatnya ingin segera pulang. Dalam hati, Dhilla berulang kali mengucapkan ‘Kalo ada Wuwu, pasti pulang sekolah nanti dia akan tanya bagian mana dari pelajaran Fisika yang aku gak ngerti’. Jadwal pelajaran yang sama namun jam nya berbeda, membuat Dhilla dan Windi selalu membahas kembali materi yang tak di pahami, tapi itu dulu.
Dhilla menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya, gadis itu merindukan sahabatnya. Namun, Dhilla kembali menegakkan tubuhnya. Dhilla berfikir, dirinya harus bisa fisika walaupun Windi sudah tak bisa lagi mengajarkannya sepeti dulu. Bahkan Dhilla berkali kali melontarkan pertanyaan tiap kali di beri kesempatan. Ia terus bertanya sampai ia faham, membuat teman sekelasnya kesal karena pertanyaan Dhilla membuat guru Fisika itu malah bersemangat untuk menerangkan. Sehingga jam pulang mereka berbeda dari kelas lain, bahkan mereka di beri tugas rumah sepuluh soal, membuat semua mata menatap tajam Dhilla.
Ketika guru fisika itu menutup materi kemudian keluar kelas, Dhilla dengan santainya berbicara
“Loh kenapa sekolah sepi? Kenapa kelas kita pulang terakhir?” Dhilla mengucapkannya tanpa beban, membuat teman sekelasnya menahan rasa gemas ingin menyalahkan Dhilla. Karena mereka tau betul bahwa ‘Dhilla memang gitu’.
Di gerbang sekolah, Rio mencegah Dhilla untuk pulang dengan menarik tas Dhilla. Membuat Dhilla berhenti dan mengernyitkan keningnya bingung menatap Rio.
“Kenapa?”
“Kenapa apanya?”
“Rio kenapa narik tas?”
“Jangan dulu pulang, aku mau tanya sesuatu”
“Tanya aja” Seperti biasanya, Dhilla mencoba menormalkan detak jantungnya. Gugup, Dhilla begitu gugup tiap kali bicara dengan Rio.
“Kamu kenapa bisa deket sama Riska?”
“Riska mana?”
“Memangnya Riska ada berapa?”
“Aku kenal Riska perawat, kak Riska dari farmasi, bu Riska, sama Riska temen kamu”
“Riska bukan temen aku, aku cuma kenal dia doang”
“Bukannya kalo satu sekolah itu teman ya?”
“Memang teman, tapi arti teman menurut aku beda”
“Tapi tetap teman kan?” Rio gemas dengan Dhilla, pria itu hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Dhilla.
“Terus apa masalahnya? Aku juga berteman sama Riska”
“Kamu lagi proses berubah kan? Riska kan anak k-pop, nanti kamu ikut ikutan kaya dia lagi”
“Aku tau batasan kok”
“Lebih baik mencegah kan?”
“Mencegah apaan?” Rio bingung harus menjawab apa, Dhilla malah terus balik bertanya padanya. Pria itu mendengar Kiki yang tertawa. Kedua sahabatnya sedang memperhatikan mereka.
“Jangan terlalu deket Dhill, kamu kan lagi belajar berubah.”
“Iya, nanti aku coba bilang sama Riska”
“Bilang apaan?”
“Bilang sama Riska untuk gak terlalu deket sama aku”
“Jangan gitu juga Dhill” kekeh Rio, Dhilla malu, ia ingin segera pergi meninggalkan Rio.
“Pulang sama siapa?”
“Sendirian, mau jalan aja”
“Aku gak tanya kamu jalan atau enggak” kekeh Rio lagi. “Hati hati ya Dhill, naik kendaraan umum aja, ini udah sore. Aku ikutin dari belakang sama temen temen” lanjutnya
“Ngapain ngikutin?”
“Jaga jaga aja” ucap Rio kemudian menghentikan angkutan umum untuk Dhilla, dan Dhilla yang memilih untuk pulang dengan angkutan umum pun naik. Dan Rio, mengikuti Dhilla dengan kedua sahabatnya menggunakan mobil jemputan Rio.
Dalam hati Dhilla merasa aneh dengan perlakuan Rio, ia kembali mengingat Windi sahabatnya
‘Wu, Rio kenapa ya? Kalo Wuwu ada disini pasti Wuwu jelasin semuanya. Kenapa Wuwu pindah? Apa Wuwu pindah karena kesel sama sikap aku ya?’ ucap Dhilla dalam hati, sesekali gadis itu meneteskan air matanya, namun segera ia hapus,.