Read More >>"> Persinggahan Hati (Bagian 3 \"Pesan Tersembunyi\") - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Persinggahan Hati
MENU
About Us  

"Ada apa, Dee?” Lontaran pertanyaan dari Rifqi, kulihat wajahnya begitu penasaran dengan kabar yang telah Adeeva terima. Adeeva berusaha mengatur napasnya sebelum menjawab pertanyaan dari Rifqi.

            “Mading di gedung A” Kulihat wajah Adeeva mulai dibasahi oleh keringatnya.

            “Iya. Kenapa dengan mading Gedung A?” Kudengar ponsel Adeeva menimbulkan efek getar, hingga mata kami langsung tertuju pada ponsel Adeeva. Dengan cepat Adeeva langsung membuka kunci layar dan membuka isi pesannya.

            “Astagfirulloh. Liat Tara, Rifqi.” Adeeva menunjukkan ponselnya pada kami secara bergantian. Saat ini mataku tidak tertipu dengan pemandangan mading gedung A. Semua hiasan dan artikel di mading telah hancur seperti telah dihancurkan oleh sang badai topan.

            Kulihat Rifqi menggeleng – gelengkan kepalanya, “Kenapa mereka baru laporan sekarang?” Tangan kanannya masih menggenggam ponsel Adeeva.

            “Entahlah, Rifqi. Aku saja baru dapet kabarnya tadi.” Rifqi mengembalikan ponsel Adeeva dan berdiri dari tempat duduk. Dia berjalan menjauh tanpa memperdulikan kami yang masih duduk dengan sebuah pembayangan mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Aku dan Adeeva saling menatap dengan sikap Rifqi. Adeeva begitu pandai dalam memainkan bahasa tubuhnya. Adeeva menunjukkan rasa penasaran dan bingungnya melalui wajahnya, hingga aku dapat memahami apa yang ia maksud. Namun, kedua pundak ku mengangkat sebuah arti ketidaktahuanku tentang Rifqi saat ini.

            Adeeva mengisyaratkanku untuk mengikutinya. Kami perlu menuruni anak tangga dan melewati lapangan basket. Kebetulan saat itu lapangan basket sepi, hingga kami tidak perlu berjalan di sisinya untuk sampai ke Gedung A. Langkah Rifqi yang begitu lebar membuat kami kesulitan untuk mengejarnya. Di sekolah ku terdiri dari 3 gedung untuk 6 jurusan. Aku, Adeeva dan Rifqi satu gedung di Gedung B. Gedung A ditempati oleh Jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan Animasi, dan Gedung C ditempati Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak  (RPL)dan Teknik Gambar Bangunan. Mading yang dirusak berada di lantai dua diantara Ruang Praktek Animasi dan Ruang Praktek TKJ.

            Benar saja, mata kami tidak tertipu dengan keadaan mading saat itu. Artikel – artikel yang telah kami buat selama satu bulan hancur semua termasuk dengan hiasan – hiasan yang biasa menghibur para pembaca hancur, bahkan beberapa darinya tergeletak di atas lantai.

            “Maaf kak, aku nggak bisa menjaga mading gedung ini dengan baik,” kami tidak menyadari kehadiran adik kelas kami yang telah melaporkan kejadian saat ini.

 

 

            “Iya nggak apa – apa, ini musibah untuk ekskul kita” Kulihat Rifqi masih berdiam diri di depan mading. Beberapa detik kemudian tangan kanannya menyentuh pada artikel yang masih menempel pada mading. Kudengar suara tarikan napas yang begitu lega dari Rifqi.

            “Kamu kenapa Rifqi?” Tanya Adeeva yang sama – sama memerhatikan Rifqi selama beberapa menit.

            “Nggak apa – apa kok. Untungnya masih ada artikel yang masih utuh,” Rifqi menarik tangan kanannya, agar kami dapat melihat artikel yang masih utuh.

            “Ini bukannya artikel yang kamu tulis?”

            “Benar juga. Kenapa artikelku saja yang masih utuh?” Kulihat artikel yang kubuat itu tidak ada sobekan maupun coretan yang menodai artikel tersebut.

            “Entahlah...lebih baik kita bereskan semua ini, aku nggak mau Pak Manto bakalan ngomelin kita gegara berantakan begini,”

            Kami semua langsung memungut artikel – artikel yang sudah terlepas, sedangkan Rifqi melepaskan artikel yang masih menempel.

            “Azkia !” Panggilan dari Rifqi membuatku menoleh padanya.

            “Nggak apa – apa aku cabut artikelmu ini? Kurang enak jika kita hanya satu artikel yang kita pajang”

            "Nggak apa – apa , lepas saja. Aku akan simpan artikel itu di kamarku saja," Rifqi melepaskan paku payung berwarna satu – demi satu. Sebuah benda putih terjatuh dari balik artikelku itu. Aku dan Rifqi memerhatikan benda yang baru saja terjatuh. Rifqi langsung membungkuk dan mengambilnya.

            “Teruntuk Azkia,” Ucapan Rifqi membuat Adeeva dan adik kelasku langsung menoleh ke arahnya. Mereka langsung mendekati Rifqi dengan rasa penasaran mereka. Rifqi langsung memberikannya padaku.

            “Ayo buka, aku penasaran nih,” Adeeva mendesak kepadaku agar aku membukanya.

            “Nanti aja, aku lagi nggak mau buka isi suratnya.”

            “Ihhh gitu, biar kita semua tahu isi suratnya. Apa mungkin surat cinta atau penggemar rahasia untuk kamu..” Adeeva kembali meledekku untuk kedua kalinya pada hari ini.

            “Oke deh aku buka,” Aku melepaskan perekatnya secara hati – hati, karena aku tidak mau menyobek amplop tersebut yang akan memungkinkan isi dari amplop tersebut ikut tersobek.”

            Terdengar suara kumandang adzan dzuhur terdengar olehku, suara panggilan dari Alloh SWT memerintahkan kita untuk menunaikan kewajiban kita selaku umat muslim. Aku langsung mengantongi amplop yang baru saja kubuka perekatnya.

 

 

             Aku mengajak Adeeva, Rifqi dan adik kelas untuk menunaikan sholat Dzuhur, Rifqi dan Adeeva menerima ajakanku sedangkan adik kelasku memenuhi ajakanku karena dia sedang halangan. Rifqi memintanya untuk membawa sobekan artikel mading ke ruang redaksi kami. Dia memenuhi permintaan Rifqi, memintaku dan Adeeva untuk menyerahkan sobekan artikel mading

            Dia meninggalkan kami di depan mading yang begitu bersih tanpa artikel yang selalu menghiasi setiap bulannya. Rifqi mengisyaratkan kami untuk langsung pergi ke masjid sekolah yang tidak jauh dari tempat kami berpijak. Desiran angin mulai bermain – main dengan dedaunan yang baru saja terjatuh dari tangkai pohon. Kunikmati setiap desirannya yang mulai menerpa kulitku. Mataku dimanjakan dengan punggung Rifqi yang begitu kokoh seperti baja. Langkahnya yang lebar membuat aku selalu tertinggal.

            “Kita ketemu lagi nanti setelah sholat berjamaah. Kita bahas lagi masalah tadi,” Aku dan Adeeva mengangguk

            Adeeva menggesekkan tangan kanannya padaku seperti kucing yang manja, “Jangan lupa juga kita baca surat dari penggemar rahasiamu,” Kedua pipiku mulai terasa panas.

            Rifqi terkekeh melihat tingkah laku Adeeva yang terus membujukku“Adeeva, jangan begitu kasihan Azkia.” Alhamdulilah Rifqi membela ku

            “Ya udah, aku wudhu dulu, kalian juga awas jangan sampai terlewat sholat berjamaah,” Rifqi langsung masuk ke tempat wudhu khusus ikhwan sedangkan aku dan Adeeva langsung masuk ke tempat wudhu khusus akhwat. Kami harus mengantri terlebih dahulu, mengingat keran yang tersedia di masjid sekolah hanya ada delapan. Telingaku terpekik mendengar suara bisikan membicarakan laki – laki yang mereka sukai. Iya, kuanggap wajar saja jika seorang perempuan membicarakan laki – laki yang mereka sukai pada temannya. Sedangkan Adeeva kulihat di terus setiap inchi ekspresiku saat ini.

            “Nggak mau ngobrolin laki – laki  yang kamu sukai?” tanyanya, aku menghela napas dengan begitu berat dan menggeleng – gelengkan kepala.

            “Kenapa? Karena kamu malu?” tanyanya kembali, seketika ocehan Adeeva terhenti ketika orang yang di depan Adeeva telah selesai berwudhu. Adeeva langsung membuka keran dan untuk terakhir kali ia menatapku dengan beberapa kalimat yang hendak ingin ia lontarkan padaku.

**

            Wajahku terasa sejuk setelah kubasuh wajahku ini dengan air wudhu dan menunaikan salah satu kewajibanku. Alloh telah memberikan ketentraman hati padaku. Aku lantas menghampiri sepatu untuk dikenakan, sedangkan Adeeva menenteng sepatunya, agar dia bisa mengenakkan sepatu dekat denganku. Aku menundukkan pandanganku agar aku bisa fokus mengikat sepatuku– karena kalo boleh jujur aku ini tidak pandai mengikat sepatu. Ikatan sepatu sering terlepas dan sering terjatuh akibat tali sepatu.

            “Tara !” Suara itu membuat wajahku terangkat karena melihat sosok seseorang dengan sepatu hitam dengan kaus kaki panjangnya tepat di depan mataku.

 

 

            “Vischa, ada apa ?”

            “Kamu disuruh ke ruangan kaprog, katanya sih mengenai surat balasan pkl dari perusahaan.”

            “Alhamdulilah, mudah – mudahan keterima di perusahaan itu.” Adeeva menahanku dengan memegang tangan kananku, “Hayoh, bukannya mau buka surat itu? Buka dulu baru pergi”

            “Ya udah, jangan maksa Azkia, Dee. Lagipula Azkia belum mau buka suratnya, apalagi dari penggemar rahasianya,” Rifqi menghampiri kami dengan pembelanya walaupun ia menyelingi canda kecil.

            “Eh, Rifqi. Hehehe iya.... Maaf aku nggak bisa ikut kalian ke ruang redaksi. Soalnya aku harus mengurus balasan surat PKL.” Aku berdiri dari duduk ku dan menepuk – nepuk rokku dengan halus.

            “Ya udah... Ayo, Dee!” Rifqi berjalan terlebih dahulu diekori oleh Adeeva dari belakang, sedangkan aku melangkahkan kaki ke ruang kaprog dengan cepat.

            Sambutan yang kuterima sebelum memasuki ruangan kaprog kurang menyenangkan, karena beberapa kursi yang biasa di gunakan praktek komputer berantak, hingga aku kesulitan untuk masuk ke ruang kaprog.

            “Bocah – bocah pada kemana sih? Lab berantakan kagak ada yang beresin.” Telingaku begitu peka mendengar suara dumelan dan suara hentakan kursi yang ditabrakan pada meja komputer. Kuhampiri dia dan membantunya membereskan kursi.

            “Py, pelankan suara kamu!” dia menarik napas begitu panjang, hingga suaranya terdengar.

            “Mau gimana lagi, aku kesel sama anggota junior himpunan. Mereka nggak bisa diandalkan.” Aku mengusap punggung Poppy dengan lembut untuk menenangkan dia.

            “Sabar... coba kamu nasihati mereka baik – baik, pasti mereka bakalan paham.”

            “Tetep aja, Kia. Kalo dibaikin anak – anak bakalan nggak ngerti.. Mana dua minggu acara open house sekolah.” Kulemparkan tatapan mata dengan sebuah penyakinan.

            “Yakin mereka bakalan nggak ngerti.. Coba nanti pulang sekolah kumpulkan mereka... Kujamin mereka akan mengerti dengan perkataanmu.”

            “Kia ! Sini masuk.”suara itu terdengar dari ruang kaprog. Poppy menyuruhku untuk mendatangi suara di dalam ruang kaprog. Aku membiarkan Poppy dengan beberapa kursi yang masih berantakan dan memasuki ruangan kaprog. Ku ucapkan salam diikuti ketukan pintu, terdengar suara menyuruhku untuk masuk. Kulihat mejanya tampak berantakan dengan tumpukan buku  dan kertas tugas siswa. Beliau mempersilahkanku untuk duduk di sofa hitam berlengan.

            “Ibu Yuli, ada apa manggil saya?”

 

 

            “Masalah tempat pkl yang kamu sudah ajukan ke perusahaan... Ternyata mereka menolak pengajuan dari jurusan kita,” kata – kata itu cukup menyesakkan dadaku, namun kutahan air mataku, karena aku tidak mau air mataku terjatuh di depan Ibu Yuli.

            “Ya udah bu, kalo ditolak mungkin belum rezekinya.... Cuman aku bingung harus pkl dimana...” Kulihat tangan kanan Bu Yuli menarik laci dan mengambil selembar kertas.

            “Gimana kalo Pkl di perusahaan ini?”  Beliau menyodorkan selembar kertas surat penerimaan pkl di salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia.

            “Bu, kan Adeeva yang ngajuin kesana.”

            “Kemarin Adeeva bilang kalo mereka masih nerima anak pkl. Coba aja kamu kesana, nanti  ibu buatkan surat pengajuan lagi..”

            Aku memikirkan tawaran yang diajukkan oleh Ibu Yuli, sebelum aku menentukan jawabannya, seseorang mengetuk pintu ruang kaprog hingga membuatku langsung mengarahkan pandanganku pada pintu yang sedikit terbuka.

            “Ibu Yuli,” Salah satu guru produktif di jurusan Administrasi Perkantoran bernama Ibu Nanda langsung masuk ke dalam ruang kaprog, beliau menyadari keberadaanku lalu ia menyapaku.

            “Lagi membahas masalah penting? Tanyanya, beliau mengetahui jika aku dan Ibu Yuli sedang berbicara.

            “Tidak bu Nanda, Saya lagi membahas masalah tempat pkl dengan Azkia.”

            Ibu Nanda langsung memahami perkataan Ibu Yuli, “Ya udah kalo sudah beres berbicaranya, Ibu Yuli ada tamu di ruang tunggu. Dari orang tua murid.”

            Ibu Yuli langsung berdiri dari tempat duduknya, dan langsung melangkahkan kakinya. Baru saja belia mengambil 3 langkah ddari tempat duduknya, beliau menyadari kehadiranku disana, “Azkia, nggak apa – apa ditinggal dulu ?” Aku menyanggupi permintaan Ibu Yuli.

            “Selama ibu berbicara dengan orang tua murid, kamu pikirkan dengan tawaran ibu.” Aku mengangguk saja, Ibu Yuli dan Ibu Nanda meninggalkan di ruang kaprog.

            Aku menyandarkan punggungku pada kursi yang ku duduki, menghela napas dengan begitu berat. Aku tidak mendengar lagi suara kursi yang sedang beradu dengan meja komputer. Kupikir Poppy sudah selesai membereskannya. Lantas apakah aku harus duduk disini hingga waktu jam pelajaran ke 7 – 8 berdering?

            “Astagfirulloh, kenapa aku harus memikirkan masalah sepele ini? Dimanapun tempat pkl aku nanti yang penting aku dapet pengalaman untuk kerja nanti.”

            Aku mengambil sepucuk surat yang kudapat setelah tragedi mading rusak. Kuharap surat ini akan bisa menenangkan sejenak setelah dilanda rasa galau akibat penolakan tempat pkl. Kenyataan pada surat yang baru saja kubaca sangat tidak bersahabat dengan ekspetasi yang kuharapkan.

 

 

            Assalamualaikum, Azkia Qintara Fatimah. Aku sangat menyukai artikel  yang selalu kamu buat. Bahasa yang kamu gunakan begitu luwes, istimewa dan sederhana seperti mie ayam yang sering kubeli pada Mamang Mie Ayam yang dekat dengan rumahku. Oh iya aku juga selalu mengunjungi blogmu loh... Dan aku sangat suka sekali dengan artikelmu yang membahas mengenai “Nikah Muda ? Why not ? Setelah membacanya, kamu telah menggerakkan hatiku untuk melakukannya.Kuharap kamu juga akan melakukan sesuai yang telah kau tulis di blogmu setelah lulus nanti. Temui aku esok hari di waktu istirahat di depan lab....

            Aku berpikir keras untuk mencerna setiap kata di dalamnya. Pikiranku kembali terbebani oleh dua perkara yang sedang ku hadapi. Gemuruh suara kursi terdengar olehku, aku langsung berdiri untuk memastikan gemuruh itu dari siswi – siswi yang hendak menggunakan lab.

            Dugaanku kali ini salah sekali, Kulihat Poppy tergeletak di atas lantai, sisa – sisa kursi yang belum dirapihkannya. Poppy berguling kesana kemari hingga membuat beberapa kursi tergeletak ke atas lantai. Poppy mengeluarkan suara seperti suara geraman yang begitu keras yang tidak begitu kupahami. Jemari - jemarinya seakan ingin mencakarku. Kucoba menahan kedua tangannya sekuat tenagaku, namun kekuatan dari seorang atlet taekwondo tidak bisa ditandingin.

            “Poppy ! Istigfar, Poppy !” panggilku, kuharap ini tidak akan berlangsung lama...

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dont Expect Me
457      336     0     
Short Story
Aku hanya tidak ingin kamu mempunyai harapan lebih padaku. Percuma, jika kamu mempunyai harapan padaku. Karena....pada akhirnya aku akan pergi.
Annyeong Jimin
26367      3103     27     
Fan Fiction
Aku menyukaimu Jimin, bukan Jungkook... Bisakah kita bersama... Bisakah kau tinggal lebih lama... Bagaimana nanti jika kau pergi? Jimin...Pikirkan aku. cerita tentang rahasia cinta dan rahasia kehidupan seorang Jimin Annyeong Jimin and Good Bye Jimin
HEARTBURN
348      253     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Mask of Janus
16798      2843     9     
Fantasy
"Namun, jangan pernah memberikan topeng kepada mereka yang ingin melakukan hal-hal jujur ... karena mereka akan mengambil dunia dari genggamanmu." Vera van Ugde tidak hanya bermain di depan layar sebagai seorang model internasional, tetapi juga di belakang layar di mana dunia gelap berada. Vera adalah seorang mafia. Hanya saja, sekelompok orang--yang memanggil diri mereka sebagai par...
Hanya Untukku Seorang
868      445     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
Jurus PDKT
335      202     1     
Short Story
Heran deh.. Kalau memang penasaran kenapa tidak dibuka saja? Nina geleng-geleng kepala. Tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya Windi yang tengah tersiksa dengan rasa penasaran ditambah cemas.
Hilang dan Pergi
364      236     0     
Short Story
“iki gratis ta pak?”, “yo wes gratis”.
Right Now I Love You
390      291     0     
Short Story
mulai sekarang belajarlah menyukaiku, aku akan membuatmu bahagia percayalah kepadaku.
Zo'r : The Teenagers
13558      2617     58     
Science Fiction
Book One of Zo'r The Series Book Two = Zo'r : The Scientist 7 orang remaja di belahan dunia yang berbeda-beda. Bagaimana jadinya jika mereka ternyata adalah satu? Satu sebagai kelinci percobaan dan ... mesin penghancur dunia. Zo'r : The Teenagers FelitaS3 | 5 Juni - 2 September 2018
IMAGINE
335      232     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.