Suara pintu utama kediaman Stone terdengar jelas hingga ke ruang tengah, sehingga mama Julie yang sedang membaca berita di tabletnya beranjak dari duduknya untuk menyapa siapapun yang kembali ke rumah saat itu.
“Mom, aku pulang.”
Julie memberikan senyuman singkat sebelum berbelok ke dapur untuk menuangkan dirinya segelas air putih. Ia butuh istirahat panjang dari semua timbunan informasi hari ini.
Mamanya mengekorinya dari belakang dengan wajah terbengong. “Kau tidak biasanya pulang cepat.”
Julie meneguk minumannya dan menaruhnya di sisi wastafel. “Cobalah untuk berbahagia ketika mendapati putrimu kembali ke rumah pada jam yang normal seperti ini.”
“Apa kau merasa mengantuk?” tanya mamanya yang tidak menghiraukan sarkasme Julie.
Julie menggeleng. “Tidak ada party hari ini, dan kelasku selesai tadi sore. Jadi aku tidak memiliki kegiatan apapun malam ini, dan aku memutuskan untuk pulang rumah saja.”
“Apa ada tugas dari dosenmu?”
“Ya. Tugas kelompok dan pekerjaan lainnya. Aku akan menyelesaikan semuanya malam ini agar besok tinggal bersantai-santai saja.”
Mamanya mengangguk. “Mama senang melihatmu begini.”
Julie memandangnya bingung. “”Begini”?” ulangnya.
“Kembali ke dirimu yang sebelumnya.”
Gadis itu dapat melihat binar kasih yang jelas dari mamanya, yang lebih banyak terdiri dari kelegaan. Sedikit banyak hatinya merasa sedih karena telah mengecewakan orang tuanya selama ini.
“Apa kau masih marah padaku?”
Mama Julie berjalan ke arahnya dan meletakkan tabletnya di atas pantry. “Selama kau tahu perbuatanmu salah, itu sudah cukup.”
Julie mengalihkan pandangannya dari mata mamanya, dan meraih kembali gelasnya untuk ia isikan dengan air. Setelah ia meneguk isinya, gadis itu pun mengucapkan selamat malam kepada mamanya dan beranjak naik ke kamarnya dengan pikiran semrawut.
Ketika ia telah selesai membersihkan badan dan bersiap untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya, tiba-tiba pintu jendela kamarnya terbuka perlahan dari luar dan angin malam menerpa masuk ke dalam kamarnya. Julie awalnya kaget, tetapi ketika ia berjalan keluar ke balkon kamarnya dan memeriksa sekelilingnya, ia akhirnya tahu siapa yang mengganggunya.
“Turun kemari!” panggil Billy dengan lambaian tangan dan ekspresi wajahnya yang ceria.
Julie memandang sosok itu dengan datar dan kemudian kembali ke kamarnya untuk menutup pintu jendelanya rapat-rapat. Tidak dihiraukannya suara Billy yang masih memanggilnya dari taman, dan untunglah setelah ia menutup jendelanya, ia tidak lagi mendengar suaranya.
Ia butuh jarak dari Billy, walau ia tidak yakin kenapa.
Julie kembali ke hadapan laptopnya dan memandang layarnya dengan tatapan menerawang. Ia tidak memiliki sedikitpun niat untuk mengerjakan tugasnya, tetapi ia juga tidak mau keluar dan berpapasan dengan Billy.
Ia tidak tahu bagaimana menghadapi siapapun setelah mendengar ucapan Max tadi.
Kemudian ia teringat dengan kartu nama yang diberikan oleh Ben tadi, sehingga ia pun memeriksa saku jaket jinsnya dan menemukan sebuah kertas tipis dengan aksen warna khas Dalevoux University, perak dan biru dongker. Di sana tertera nama Ben dengan jelas beserta nomor sambungan langsung dan ponsel pribadinya, di samping keterangan mengenai tempat kerjanya di Dalevoux University.
Ia meraih dompetnya yang tergeletak di sisi meja dan meletakkan kartu nama Ben di salah satu saku yang masih tersedia di dalamnya.
x-x-x
Ketika matahari terbit lagi keesokan harinya, Julie sudah berpakaian rapi dengan riasan wajah burgundy dan jaket kulit hitam favoritnya. Ditatapnya pantulan dirinya di kaca untuk beberapa saat, dan Julie merasa bahwa tubuhnya menjadi semakin kurus belakangan ini. Tulang pipinya terlihat jelas, begitu juga tulang selangka dan buku-buku jarinya. Untunglah penampilannya yang stylish menutup siluet kurusnya, dan juga setelah ini, ia memutuskan untuk menjejali perutnya dengan makanan di kantin kampus dengan harapan agar semua asupan itu setidaknya menambah sedikit lemak di tubuhnya.
Ia membubuhkan sedikit lispstik lagi di bibirnya dan merapikan rambut merahnya yang sudah dicatok sebagai sentuhan terakhir sebelum pergi dari rumah. Karena waktu masih cukup pagi, rumahnya masih sangat tenang dan sepi. Mama papanya pasti masih di kamar dan Mrs. Mull belum tiba. Yang bisa ia temukan di dapur hanyalah sisa spageti semalam yang pagi ini tidak terlihat enak sama sekali bahkan jika dipanaskan.
Julie tahu bahwa mamanya sudah mengirimkan uang ke rekeningnya, sehingga ia bisa ke Lunar pagi ini untuk sarapan dan membayar hutang sebelumnya. Ketika ia melangkah melewati taman rumahnya yang dipenuhi mekarnya bunga-bunga milik mamanya, beberapa kali ia melirik ke arah ayunan yang biasanya diduduki oleh Billy, walaupun ia tahu bahwa pemuda itu mungkin tidak akan keluar di waktu seperti ini.
“Apa terjadi sesuatu?”
Julie tersentak kaget mendengar suara tersebut dan segera membalikkan tubuh ke sumber suara dari belakangnya. “Billy? Kau bisa muncul di pagi hari?”
“Kau pikir hantu ada jamnya sendiri?” balas Billy bingung.
Julie hendak membalas ucapannya, tetapi ia sadar bahwa topik itu sangatlah tidak penting.
Billy melangkah ke sampingnya dengan pandangan bingung. “Aku menunggumu sepanjang malam. Apa kau ketiduran?”
“Hanya tiga jam,” jawab Julie sambil mengontrol jantungnya yang masih berdebar karena kekagetannya. Baginya tiga jam tidur sudah sangat berharga daripada tidak sama sekali. “Ada banyak tugas kuliah yang harus kuselesaikan.”
Julie melanjutkan langkahnya lagi, diikuti Billy di sampingnya.
“Jadi apa kau menemukan sesuatu?”
Julie berbelok ke arah kiri untuk menuju ke jalan utama yang menuju pusat kota. “Aku akan segera memberitahumu, tenang saja.”
Kemudian gadis itu menghentikan langkahnya tiba-tiba dan menoleh pada Billy. “Oh, aku baru ingat. Aku sudah menemui orang yang memiliki French cuff yang sama dengan punyamu.”
Baru saja Julie hendak melanjutkan, terdengar suara seseorang memanggil namanya.
Dan ketika Julie mengalihkan pandangannya dari Billy, dilihatnya Ben berdiri di sisi jalan raya, memandanginya dengan ekspresi terkejut dalam keterpanaannya.
Kedua bibir Julie terbuka dan ketika ia menyadari bahwa mungkin Ben melihatnya berbicara dengan udara kosong, perasaan Julie kembali tegang diikuti detakan jantungnya yang makin cepat.
mampir juga di ceritaku yaa...
Comment on chapter Introduction